#BdB-9

421 69 17
                                    

selamat membaca!!!! :)))xo

**********

Sial, sial, sial!!!

Adisa tidak bisa berhenti merutuki dirinya sendiri, bahkan dalam perjalanan menuju tempat ia akan mengajar. Berkali-kali dia menepuk-nepuk pelipisnya, kadang sampai mengaduh karena tepukannya terlalu keras, dan membodoh-bodohi dirinya sendiri. Rumah Leo—anak kelas 1 SD yang akan diajarinya malam ini—berada dua puluh meter di depannya. Masih ada waktu untuk merutuk kebodohannya.

Kejadian semalam selalu terngiang dalam benaknya, secara detil. Mulai dari kalimat Calan, "Lo bisa hentikan gue kalo lo nggak suka dengan ini," hingga bagian di mana dia menikmati semua sentuhan yang pria itu berikan—tidak, tidak, tidak.

Hentikan Adisa!!!!

Untungnya—Adisa tidak tau apakah ia masih bisa menyebut kata untungnya untuk kejadian semalam—kegiatan mereka berdua semalam tidak sampai pada tahap yang iya, iya. Wah, Adisa bisa benar-benar gila kalau sampai itu terjadi.

Bibir Calan masih bergerak heboh di atas bibir Adisa, mengeksplor semua sudut milik gadis itu. Tidak ada yang bisa Adisa lakukan selain mengeratkan pelukan lengannya pada leher Calan yang kokoh. Apa yang dilakukan Calan benar-benar membuainya. Adisa menjadi penasaran bagaimana sepak terjang laki-laki itu, mengingat keahliannya dalam hal ini sudah tidak perlu diragukan lagi.

Adisa merasakan udara di sekitarnya memanas, oh c'mon, padahal ini sudah tengah malam dan jendela apartemen Calan yang berada di sebelah kanan ruangan tidak sepenuhnya tertutup.

Keberadaan telapak tangan Calan yang dingin di balik bajunya membuat Adisa terperanjat dan membuka mata cepat. Sepertinya Calan menyadari kode dari Adisa hingga laki-laki itu pada akhirnya melepaskan tautan bibir mereka, menjauhkan sedikit—sedikit sekali karena Adisa bahkan masih bisa merasakan hembusan napas Calan di atas bibirnya.

"Are you okay?"

Seriously, Calan? Adisa tidak bisa untuk tidak mengumpat—dalam hati tapi—begitu mendengar pertanyaan Calan. Bagaimana dirinya masih bisa baik-baik saja setelah kejadian tadi? Oke, Adisa baik-baik saja—setidaknya dirinya menganggap begitu—tapi jantungnya yang tidak baik-baik saja. organ di balik dadanya itu berdetak dengan sangat cepat hingga Adisa takut kalau Calan juga bisa mendengar detakannya yang tidak beraturan.

"I'm not," jawab Adisa jujur mengenai debaran jantungnya yang menggila.

"I Know. Badan lo gemetar," kata Calan. Pria itu kemudian membawa Adisa ke dalam pelukannya, lantas berbisik, "You will be okay. You will be okay." Tangan kanannya mengelus punggung Adisa teratur naik-turun.

Adisa tertegun, dia bahkan tidak menyadari bahwa sejak tangan Calan menyentuh kulit perutnya, badannya seketika bergetar. Dia baru menyadari setelah badan lo gemetar keluar dari mulut Calan. Ah, benar, Adisa bisa merasakan tangannya yang terkulai lemas di atas pahanya bergetar, awalnya pelan, beberapa saat kemudian terlihat menjadi lebih cepat.

Apa yang terjadi sampai Adisa tidak bisa menyadari 'penolakan' dari tubuhnya sendiri? Kenapa justru Calan menjadi orang yang sadar?

Mendadak Adisa blank. Bahkan ketika Calan membantunya berdiri dan membawanya ke kamar dan akhirnya tinggal dia sendirian di dalam kamar, Adisa masih termenung, bingung dengan apa yang terjadi dengan dirinya.

Keesokan harinya—maksudnya tadi pagi—ketika Adisa membuka mata, hal pertama yang diingatnya adalah sofa, segelas susu cokelat panas, percakapan dengan Calan, dan... ciuman lelaki itu.

Boulon du Bleu [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang