#BdB-13

388 73 37
                                    

karena kemarin hampir dua minggu nggak update, yaudah nih update lagi. semoga suka ya :))xx

* * * * *

Ternyata Calan tidak main-main dengan apa yang diucapkannya pada Leo karena tiga puluh menit setelah panggilan ditutup, pria itu telah berjalan bersisian dengan Adisa. Tangannya mendorong troli yang ada Leo dan berbagai macam barang-barang kebutuhan memasak dan cemilan di dalamnya. Sebelumnya, Calan telah mewanti-wanti Adisa agar menunggunya di supermarket yang hanya diiyakan sambil lalu oleh Adisa—sumpah demi apapun, Adisa tidak menyangka akan ada adegan dia belanja bersama Calan. Terlebih ada Leo di antara mereka.

Katakan Adisa aneh atau bodoh atau apapun terserah, tapi mereka bertiga terlihat seperti keluarga bahagia yang meluangkan waktu untuk quality time bersama keluarga tercinta.

Gah. Pemikiran macam apa itu?!

Buru-buru Adisa menggelengkan kepala, berjalan cepat menuju ke mana saja asal dia tidak berada dalam jarak dekat dengan Calan. Bisa-bisa dia pingsan mendadak karena setiap berada di dekat Calan, kepalanya itu selalu berpikir yang tidak-tidak.

Ada apa dengan Calan hari ini? Sejak tadi pagi, Calan terlihat senang berinteraksi dengan Leo. Padahal, masih segar dalam ingatan Adisa, kalau semalam Calan terlihat sangat tidak menyukai Leo—wajar kok, siapa yang tidak kesal kalau tiba-tiba ada anak kecil yang menginap di rumahnya?

Adisa berbalik sebentar, bola matanya kembali melebar lengkap dengan jantung yang berdebar ketika melihat Calan dan Leo yang sedang tertawa lebar hingga garis-garis di sekitar mata mereka berkerut samar. Leo menunjuk-nunjuk Calan dengan telunjuknya yang kecil, sedang Calan mengusak rambut Leo dengan lembut. Leo cemberut, terlihat tidak suka karena rambutnya jadi berantakan.

Pemandangan macam apa ini? Tanya Adisa dalam hati.

"Kak Disa, jangan jauh-jauh sini," kata Leo setengah berteriak membuat Calan menutup mulutnya dengan tangannya yang besar. "Om, lepasin!" setelah tangan Calan terlepas, Leo melanjutkan kalimatnya yang tadi sempat terpotong, "Om, samperin itu Kak Disa, ayo jalan bareng-bareng kayak tadi."

Calan tidak menyahut, namun langkahnya mendekat ke Adisa. Setelah hampir menjangkau sisi Adisa, wanita itu terlihat ingin segera melangkah lagi untuk menciptakan jarak. Namun, sebelum hal itu terjadi, Calan sudah terlebih dahulu menarik tangan kanannya kemudian meletakkannya di atas dorongan troli, bersebelahan dengan tangan kiri Calan yang daritadi tak pernah lepas dari sana.

"Ayo, dorong Leo!" kata Leo semangat. "Satu, dua, tigaaaa!!!"

Menuruti permintaan Leo, Calan dan Adisa kompak mendorong troli dengan cukup kuat, berhasil membuat Leo berteriak kencang lalu tertawa dengan lepas. Keadaan supermarket yang lengang dan tidak begitu ramai membuat kegiatan bermain-main mereka menjadi lebih seru—tidak ada yang melotot dengan mata bulat dan tidak ada suara yang menegur menyuruh berhenti.

Mereka melakukan itu sampai beberapa kali dan baru berhenti ketika Adisa mengangkat tangan, tanda menyerah. Napasnya ngos-ngosan dan kakinya pegal. Keringat di dahinya juga sudah mulai bercucuran. Calan tertawa melihatnya, memberi pengertian pada Leo kalau mereka tidak bisa bermain lebih lama. Leo mengerti, mengangguk paham dan menepuk-nepuk lengan Adisa.

Kegiatan belanja mereka belum selesai seratus persen namun Adisa sudah kelelahan.

"Duduk dulu, nggak?" tanya Calan.

Adisa celingukan, "Emang ada kursi?"

"Ngemper bawah lah sini," Calan menunjuk lantai menggunakan lirikan matanya. "Gue temenin jadi lo nggak malu."

"Nggak ah," tolak Adisa, terkekeh. "Lanjut aja biar cepet selesai jadi kita bisa segera pulang."

Adisa diam, merasa seperti ada yang salah dengan kalimatnya sebelumnya.

Boulon du Bleu [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang