#BdB-5

536 81 20
                                    

Adisa mondar-mandir dengan bingung di apartemen Calan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Adisa mondar-mandir dengan bingung di apartemen Calan. Sekarang sudah pukul enam sore, dan sosok Calan tidak kunjung muncul, membuatnya bertanya-tanya sebenarnya apa yang sedang laki-laki itu bicarakan dengan Tristan sampai menghabiskan waktu selama berjam-jam? Pertanyaan yang lain muncul; siapa itu Tristan?

Pukul setengah delapan nanti ia harus pergi menuju tempat anak lesnya. Bagaimana kalau sampai saat itu Calan tidak datang? Apa yang harus ia lakukan? Bukan tidak mungkin untuk membatalkan jadwal lesnya malam ini, tapi Adisa tentu saja tidak bisa melakukannya semudah itu, karena itu artinya, dia merelakan pundi-pundi rupiahnya pergi.

Ia juga ingat kalau perutnya belum diisi apa-apa sama sekali. Rasanya mulai agak perih. Adisa baru saja akan menelepon layanan pesan antar ketika pintu apartemen Calan terbuka, lalu sosok yang Adisa tunggu-tunggu sejak tadi muncul di hadapannya dengan wajah luar biasa lelah. Melihat wajah kuyunya, Adisa urung memberondongnya dengan berbagai pertanyaan. Gadis itu memilih untuk tetap berdiri di tempatnya, memandangi Calan mulai dari membuka sepatu hingga melemparkan diri di atas sofa.

"Sorry lama," kata Calan seraya melemparkan bungkusan plastik yang entah isinya apa. "Gue tau lo belum makan. Itu tadi Tiffany yang beli."

Siapa lagi Tiffany?!

Sebelah alis Adisa terangkat, namun perlahan badannya mendekat, meraih bungkusan plastik yang dibawa Calan sebelumnya. Ada dua bungkus makanan di sana, membuat Adisa berinisiatif mengambil dua piring dari dapur apartemen Calan. Tadi ketika Calan pergi, Adisa sempat melakukan room tour sebentar, jadi dia tidak begitu kesulitan menemukan piring dan sendok.

"Lo juga makan," telunjuk Adisa menusuk paha kanan Calan, "Ini makanannya ada dua, yang satu lagi pasti punya lo."

"Gue nggak makan, nanti aja."

"Kalo dimakan nanti nasinya keburu bau."

Mata Calan yang sebelumnya terpejam rapat terbuka, memandang Adisa dengan kedua alis yang bertaut. Wajahnya lelah sekali, tapi tidak bisa menutupi kalau laki-laki itu sedang kesal sekarang.

"Marah-marahnya nanti aja. Sekarang, lo duduk sini, terus makan," Adisa memberikan sendok untuk Calan genggam. "Marah juga butuh tenaga, tauk!"

Adisa tidak memandang Calan lagi karena dia sibuk dengan makanannya sendiri—berpura-pura sibuk sebenarnya. Gadis itu bisa mendengar Calan menghela napas kasar, tapi tidak lama kemudian, laki-laki itu duduk di sebelahnya dan mulai menyendok makanannya tanpa berbicara sedikitpun.

Adisa tersenyum sedikit, refleks.

"Gue berhutang penjelasan ke lo," ujar Calan di tengah-tengah kegiatan makan mereka.

"Iya," jawab Adisa seraya menolehkan kepalanya ke arah Calan, "Tapi gue nggak menuntut lo untuk menjelaskannya kepada gue sekarang."

Adisa tidak tahu, tapi melihat wajah Calan ketika sampai di apartemen tadi... entah kenapa membuatnya sempat berpikir kalau dia harus bersikap setidaknya lebih baik kepada laki-laki di hadapannya ini. Wajah lelah dan kusut Calan mengingatkannya pada diri sendiri.

Boulon du Bleu [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang