#BdB-16

392 66 14
                                    

Teman-teman, minta tolong kalo menemukan hal yg menurut kalian nggak nyambung, aneh, menyimpang, atau apapun kasih tau yaa, nanti akan ku perbaiki. Terimakasih! :))xx

* * * * *

Baru tiga jam sejak Calan berangkat kerja, tapi Adisa sepertinya akan segera mati karena kebosanan. Berulang kali dia mondar-mandir kamar-sofa ruang tengah-dapur namun tetap saja, dia tidak berhasil mengusir rasa bosannya.

Lama termenung sambil memperhatikan langit-langit kamarnya, terbersit sebuah hal yang mungkin bisa ia lakukan hari ini.

Ia ingin mengunjungi rumahnya.

Segera ia beranjak, berganti baju dan berangkat sepuluh menit kemudian menggunakan taksi. Selama dalam perjalanan, dia sibuk menerka-nerka. Bagaimana kondisi rumahnya sekarang?

Perjalanan lumayan panjang, memakan waktu hampir lima puluh menit karena banyak jalanan memutar yang dilaluinya.

Berapa lama ia meninggalkan tempat ini? Satu bulan? Dua bulan? Adisa tidak ingat persis, tetapi diihat dari keadaan halaman rumah yang sudah hampir penuh dengan rumput hijau, serta debu tebal yang menutupi teras lantai depan, sepertinya memang Adisa sudah meninggalkan rumahnya terlalu lama.

Kunci yang ada di dalam tasnya ia keluarkan, memasukkan benda kecil itu di tempatnya. Diputarnya kunci itu dua kali kemudian tangan Adisa menarik gagang pintu ke bawah.

Hal pertama yang Adisa tangkap adalah gelap. Semua gorden tertutup dan lampu dalam kondisi mati. Adisa bahkan tidak ingat, apakah dulu ketika ia diseret Calan meninggalkan rumah ini, ia sempat menutup gorden dan mematikan lampu?

Saklar lampu di petik, membuat keadaan rumah menjadi sedikit lebih baik. Cahaya samar dari lampu yang mungkin sebentar lagi akan mati itu membantunya berjalan menelusuri seluruh sudut ruangan. Adisa berhenti tepat di depan kamarnya, membuka pintunya pelan. Tidak gelap seperti ruang tamu, tapi baunya tidak enak.

Tidak ada yang berubah dari rumahnya—menandakan kalau tidak ada satupun orang yang masuk dan mengubah tatanannya. Masih sama seperti terakhir kali dia pijaki.

Lama Adisa tinggal sendiri, namun tidak pernah hilang kenangan bersama Ayahnya di sini. Rumah ini tidak besar—bisa dibilang sangat kecil, malah—namun cukup jika hanya ditinggali berdua, Adisa dan Ayahnya.

Ayah memutuskan membeli rumah ini setelah Ibu pergi bersama seorang laki-laki lain yang ternyata sudah lima tahun Ibu pacari. Ayah tidak mau tinggal di rumah yang menyimpan banyak kenangan bersama Ibu. Terlalu menyakitkan katanya.

Adisa bahagia walaupun hanya hidup berdua dengan Ayah yang bekerja sebagai kontraktor. Jangan tanyakan bagaimana perasaan Ayah setelah ditinggal Ibu, karena Adisa enggan mengingat itu semua.

Sampai akhirnya satu setengah tahun yang lalu, atau dua tahun?—kenapa Adisa buruk sekali dalam mengingat kapan yang pasti—Ayah turut pergi dari rumah, meninggalkan Adisa seorang diri dalam keadaan tidak tau apa-apa.

Dalam keadaan ditinggal sendiri, ada Andra yang menemani Adisa. Membuatnya merasa bahwa dia tidak benar-benar sendirian di dunia ini. Ada Andra. Ada Andra. Ada Andra. Dua kata yang selalu dia sematkan di dalam kepalanya.

Sampai akhirnya Adisa menyerah karena ternyata Andra tidak pernah menghargainya sebagai seorang kekasih.

Berhenti di sana! Adisa tidak mau pikirannya terlalu jauh memikirkan tentang Andra.

Masih berada di dalam kamarnya, Adisa duduk di atas ranjang. Memperhatikan setiap sudut kamarnya dengan intens, seakan ia sedang merekam semuanya agar tersimpan dengan rapi di salah satu bagian otaknya. Adisa tidak tau, apakah dia akan kembali ke rumah ini nanti ketika dia memutuskan untuk keluar dari apartemen Calan. Namun jauh di dalam lubuk hatinya dia berkata bahwa dia tidak ingin lagi tinggal di sini.

Boulon du Bleu [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang