#BdB-14

399 72 20
                                    

banyak percakapan di bagian akhir, semoga nggak membosankan! selamat membaca :))xx

* * * * *

Setelah memikirkannya selama berhari-hari, akhirnya Adisa sampai pada sebuah keputusan; dia akan mengundurkan diri dari kafe tempatnya bekerja hari ini.

Alasannya tentu saja tidak lain adalah sosok Andra yang akhir-akhir ini kembali menghantuinya. Laki-laki itu mengetahui tempat kerjanya, jadi tidak menutup kemungkinan jika Andra akan sering mengunjunginya di sana. Walaupun sudah berkali-kali Adisa mengatakan kalau dia tidak mau bertemu dengan Andra lagi, tapi Adisa tau kalau Andra tidak akan menyerah semudah itu.

Kemarin ketika bertemu di supermarket, Adisa sedikit curiga kalau mereka benar tidak sengaja bertemu. Tidak apa-apa walaupun prasangka buruknya itu ternyata salah dan malah menambah dosanya, karena kalau urusannya sudah berhubungan dengan laki-laki dari masa lalunya itu, Adisa tidak pernah bisa berpikir bagus.

Kalau kalian semua jadi Adisa, kalian pasti mengerti maksudnya gimana.

Dan, di sinilah Adisa sekarang. Berdiri di depan kafe tempatnya bekerja sambil meremas tali tas selempangnya erat. Dia harus segera menyelesaikan ini sebelum Andra muncul lagi dan malah menambah rumit semuanya. Keputusannya untuk benar-benar menjauh dan pergi dari Andra bukan bualan semata. Dia hanya ingin hidup normal, menjalin hubungan yang normal dengan lawan jenis.

Setelah menghela napas panjang, Adisa mendorong pintu kafe dan langsung berjalan menuju ruangan Bos-nya.

Butuh waktu agak lama sampai akhirnya Adisa resmi tidak lagi bekerja di tempat ini. Bos-nya sangat menyayangkan keinginan Adisa untuk berhenti. Beliau juga sempat mengulur-ulur waktu, meyakinkan Adisa sekali lagi agar memikirkan kembali keputusannya. Bos-nya itu bahkan memberikan Adisa penawaran menarik seperti kenaikan gaji lima persen dan pengurangan waktu jam kerja hanya agar wanita itu tidak melepas pekerjaannya. Namun, Adisa adalah seseorang dengan prinsip teguh. Sekali dia membuat keputusan, akan sangat sulit untuk mengubahnya.

Begitu keluar dari kafe, Adisa merasa lega dan dadanya tak lagi se-sesak kemarin.

Dia segera kembali ke apartemen, merebahkan diri di kamar dengan kepala yang sebisa mungkin dibuat kosong. Dia sedang tidak ingin memikirkan apapun. Memejamkan mata, namun tak lama karena ponselnya berbunyi.

Ada telepon dari Ayah Leo.

Berbicara beberapa saat, panggilan itu selesai. Adisa menghembuskan napas. Ayah Leo menelepon kalau untuk sementara waktu—sampai batas waktu yang tidak ditentukan—Leo tidak akan belajar dengan Adisa dulu.

Hah, Adisa resmi menjadi seorang pengangguran sekarang.

Sendirian dan gabut di apartemen memang bukan hal yang menyenangkan. Ingin memejamkan mata dan beristirahat tapi badan dan pikiran menolak diajak kerja sama.

Sepertinya, masalah keluarga Leo menjadi serius. Adisa hanya bisa mendo'akan yang terbaik untuk Leo sekeluarga. Mudah-mudahan masalah mereka segera berlalu dan mendapat jalan keluar yang sebaik-baiknya. Melihat bagaimana interaksi Leo dan Ayahnya, Adisa berharap Leo bisa terus bersama-sama Ayahnya, sampai kapanpun.

Tidak seperti dirinya, yang sampai sekarang tidak mengetahui di mana keberadaan Ayah kandungnya sendiri.

Ayahnya pergi tanpa pamit. Tanpa meninggalkan sebuah kalimat pun sebuah surat, atau sebuah pesan. Saat itu ketika Adisa sampai di rumah, Ayahnya sudah pergi, dengan seluruh baju-bajunya yang ada di lemari. Adisa berteriak, menyerukan kata 'Ayah' keras-keras. Bertanya ke pada siapapun yang dia temui, karena mungkin—mungkin saja—mereka mengetahui di mana keberadaan Ayahnya.

Boulon du Bleu [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang