SEMBILAN

389 50 38
                                    

Hai hai hai... aku harap kalian dalam kondisi sehat selalu gaes. Try doing new normal dan mulai hidup berdampingan sama Corona memang nggak akan mudah tapi coba selalu terapkan protokol kesehatan. Semoga kita bisa melalui situasi ini dengan aman.

Maap karena lama banget update-nya, banyak yang terjadi hehehe~

Aku harap kalian suka sama part yang ini gaes. Maklumi typo yang udah kayak ranjau bertebaran and happy reading.



Setelah perdebatan yang alot dengan Blue, akhirnya Mean berhasil mendapat izin membawa Plan ke pack-nya. Hari menjelang siang kala rombongan Mean dan Plan meninggalkan desa itu. Dengan kereta kuda yang sudah disiapkan Kakek Rathavit mereka pun berangkat menuju Moonstone Pack.

"Phi, apa ini tak perlu dipotong?" Plan memainkan ujung rambutnya dan menunjukkannya pada Mean yang duduk di sampingnya. Mereka saat ini berada di dalam kereta kuda yang akan membawa mereka ke pack milik Mean.

Plan merasa risi dengan rambut panjangnya. Dia tampak seperti wanita dan ia tak suka itu. Terlebih saat ini ia sudah tak memakai kacamatanya karena akhir-akhir ini penglihatannya semakin membaik. Dan hal itu membuat wajahnya terlihat semakin menarik.

"Biarkan seperti itu Plan! Rambut panjang terlihat cocok untukmu." Mean tersenyum hangat pada yang lebih muda. Ia selalu senang melihat wajah Plan seperti ini.

"Tapi, Phi ... ini membuatku terlihat seperti wanita!" Plan mencebikkan bibirnya, kesal dengan Mean yang seolah mengharapkannya berpenampilan seperti perempuan.

"Ayolah Plan, akui saja kalau kamu itu memang mirip perempuan," celetuk Lay di antara perdebatan Plan dan Mean. Di dalam kereta kuda yang mereka tumpangi itu, Lay yang dari tadi hanya mengamati kini mulai angkat bicara. Lidahnya sudah gatal ingin menggoda Plan.

"Lay!" pekik Plan saat Lay mengejeknya sedangkan penyihir muda itu sudah terbahak-bahak karena reaksi adiknya.

Mean mengamati kedua orang itu. Bagaimana Lay mengejek adiknya. Bagaimana Plan merajuk karena terus-terusan diledek sang kakak. Ah, sudah lama Mean tak seperti ini. Dulu, dulu sekali. Saat adiknya masih hidup, ia dan adiknya juga sering melakukan hal yang sama. Mean rindu saat-saat seperti itu. Ia merindukan adiknya yang telah tiada.

Raut wajah Mean yang memancarkan kesedihan itu tak luput dari penglihatan Plan. Ia bisa menangkap suasana hati Mean meski si penguasa itu memalingkan wajahnya ke arah luar jendela kereta kuda yang mereka tumpangi. Plan berpikir keras, apa ia melakukan kesalahan hingga Mean mengacuhkannya. Plan tak tahu, namun hanya pemikiran itu yang berputar di kepalanya. Plan memilih diam, tak ingin memperburuk suasana yang sudah menyesakkan saat ini.

Selama sisa perjalanan mereka saling diam. Masing-masing memandang ke arah yang berbeda. Keadaan yang semakin canggung mengundang berbagai pertanyaan Lay. Kenapa tiba-tiba seperti ini?

Lay memandang sang alfa dan Plan secara bergantian. 'Ada apa dengan mereka berdua?' batinnya namun Lay memilih diam daripada terkena amukan sang alfa atau parahnya lagi kalau harus mendengar omelan Plan, lebih baik ia menyerah.

Pergerakan Mean terasa ketika mereka hampir sampai di perbatasan Moonstone Pack. Pria itu menoleh dan menatap lekat pada mate-nya. Ah, ia selalu terpesona setiap menatap mata yang jernih itu. Semakin lama ia makin terperosok dalam jurang cintanya karena Plan dan tak mampu berpaling lagi.

"Plan, sebentar lagi kita sampai di pack. Aku harap kamu akan betah di sana," tutur lembut yang baru Lay dengar dari sang alfa membuatnya terheran-heran. Sebesar itukah pengaruh luna dalam menjinakkan seorang alfa arogan seperti Mean? Bahkan Mean tak segan-segan mengelus dan menggenggam jemari Plan di depan Lay. Wanita itu miris, meratapi nasibnya karena harus menyaksikkan kemesraan itu.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang