TUJUH BELAS

192 20 23
                                    

Halo halo, maap gaes lama kagak nongol. lagi bertapa🥲

Mungkin CP ini lagi sepi, tapi aku akan tetap menulis, idenya terlanjur mengendap hahaha

aku harap masih ada yang nungguin cerita satu ini. So, selamat membaca.🥰


Beta adalah posisi terkuat nomor dua dalam sebuah pack, cukup kuat untuk menggantikan posisi alpha bila sang pemimpin sedang tak ada di tempat. Namun, kodrat alpha maupun beta sama, jantan tak akan dapat mengandung dan hanya mampu membuahi betina, berbeda dengan omega. Omega merupakan posisi terlemah dalam suatu pack, posisi yang mereka dapatkan biasanya adalah mengurus pekerjaan rumah tangga. Tapi karena mereka lemah, hanya mereka yang diberikan kelebihan membawa kehidupan baru ke dunia ini oleh Moongoddess. Baik jantan maupun betina mereka memiliki rahim sehingga mereka dapat mengandung sebagai ganti kekuatan yang tidak mereka miliki. Dewa cukup adil bukan?

Ya, cukup adil. Tapi tidak adil bagi Gun Napat, seorang beta di Moonstone Pack yang mendapat mate calon alpha-nya sendiri. Gun tak akan mengeluh karena ia memiliki mate seorang alpha, terlebih ia sesame laki-laki. Ia hanya sedih karena kesempatannya memiliki darah daging sendiri sirna. Di sisi lain ia juga tak bisa menyangkal atau menolak belahan jiwanya sendiri, mate yang sudah lama ia tunggu kehadirannya.

Gun menatap wajah Mark yang tertidur dalam gendongannya. Sesekali ia tersenyum saat mendapati Mark menghisap ibu jari tangannya sendiri sambil tidur lelap. Pemandangan itu adalah dunia Gun saat ini, ia tak bisa terlepas dari Mark.

"Mark, maaf karena aku tak memiliki rahim untuk melahirkan anakmu kelak." Gumam Gun saat membelai wajah Mark. Bukan berarti ia tak perna mengira bahwa Mark adalah omega, dia pernah. Tapi tanda-tanda yang diperlihatkan Mark adalah milik alpha, tanda lahir berbentuk serigala mirip milik Mean yang berada di dada Mark, juga aura dominan yang menguar meski dia masih bayi. Semakin hari Gun semakin yakin bila Mark adalah calon alpha, sama seperti Perth juga ayahnya.

Gun merasakan embusan sepoi angin yang menerpa tubuhnya. Ia berdiri di tepi danau di dekat perbatasan pack sambil menimang Mark yang masih terlelap. Kesejukan yang selalu ia rindukan setiap kali ia rindukan setelah kedua orang tuanya tiada. Gun masih ingat saat Mean pertama kali membawanya masuk ke Moonstone Pack, saat itu ia baru saja kehilangan ayah dan ibunya. Sejak saat itu Gun hidup sebagai yatim piatu yang diasuh oleh Mean.

***

Plan mondar-mandir di depan Mean yang sedang sibuk membaca tumpukan laporan di meja kerjanya, sesekali Plan akan menggigit kuku untuk melampiaskan rasa cemas yang semakin menguasainya. Alisnya mengernyit, memikirkan segala macam solusi yang mungkin bisa ia lakukan untuk Mark dan Gun.

"Plan, berhentilah mondar-mandir seperti itu. Kau mengganggu konsentrasiku, Sayang." Mean berkomentar tanpa mengalihkan pandangannya dari lembaran-lembaran penuh tulisan yang Plan tak tahu tentang apa itu.

"Ih, P'Mean kenapa masih bisa setenang itu sih? Ini terkait kebahagiaan anak kita, Phi." Plan bersungut melihat Mean sama sekali tak terlihat mengkhawatirkan masa depan putra mereka.

"Aku bukannya tak peduli dengan masa depan mereka, Plan ... tapi bukankah kita harus tenang terlebih dulu agar bisa dapat solusi yang bagus?" Mean meletakan lembar laporan di tangannya sebelum bangkit dan menghampiri Plan yang masih gelisah.

"Phi, apakah tak ada jalan keluar? Maksudku, Phi sudah hidup ribuan tahun ... pasti ada satu atau du kasus serupa dan—" Plan mengguncang lengan Mean dan mencengkeramnya lebih erat, sorot matanya tampak memohon jawaban yang menyenangkan, tapi dia harus menelan rasa kecewa.

"Sayang sekali kejadian seperti ini belum pernah aku temui, Plan. Entah kalau di ujung belahan dunia yang lain. Aku menghabiskan waktu yang panjang itu hanya untuk menemukanmu, belahan jiwaku." Mean membelai pipi Plan yang menatapnya. Tidak ada dari mereka yang berniat mengalihkan pandangannya, keduanya tenggelam dalam kebisuan, terisolasi dari kegaduhan dunia luar.

Mean dan Plan membisu beberapa saat, terpana oleh pesona tatapan yang bergairah hingga seseorang membangunkan mereka dari kubangan hasrat yang sedikit lagi berhasil menenggelamkan pasangan itu.

"A-Alpha ... gawat. Ini gawat." Omega bertubuh kecil tergopoh memasuki ruangan kerja Mean setelah membuat keributan dengan menggedor pintu.

"Apa yang membuatmu begitu terburu-buru Sun?" Mean melihat omega yang tampak berantakan itu masih berusaha mengatur napasnya sebelum bicara

"I-itu ... anu, Tuan Muda Perth demam tinggi dan tak mau berhenti menangis." Omega dengan sanggul yang hampir lepas itu adalah pengasuh yang Mean pilih untuk bertanggung jawab atas semua kebutuhan putra-putranya.

"Apa? Bagaimana bisa seperti itu?" Plan terkejut mendengar putranya terserang demam, tapi dia tak seterkejut Mean.

"Jangan bercanda, aku belum pernah tahu kalau werewolf bisa terserang demam. Apa ada yang meracuni anakku?" Tentu saja Mean berpikir seperti itu karena aneh bila werewolf yang dikenal memiliki daya tahan tubuh tinggi tiba-tiba demam.

"A-ampun, Alpha. Kami sangat memperhatikan apa pun yang dimakan atau dikenakan tuan muda. Sa-saya ragu kalau hal tersebut disebabkan karena keracunan." Sun tak berani mengangkat kepalanya walau hanya sekedar menatap alpha dan luna-nya. Ia tahu pasti bagaimana temperamen Mean yang tak mungkin bisa diatasi. Sun meringkuk ketakutan, tubuhnya tertunduk rendah dan gemetar.

"Phi, itu tak penting sekarang. Ayo lihat keadaan Perth dulu." Plan menyeret Mean menuju kamar si kembar dan mendapati putra bungsunya menangis hingga suara parau Perth seakan menyayat hati Plan. tak ada ibu yang akan tega melihat kondisi anaknya meraung kesakitan.tak akan ada.

"Sayang, kamu kenapa? Cup cup, jangan menangis ... ibu di sini." Plan mengangkat tubuh mungil Perth. Ia merengkuh bayi mungil itu sambil sesekali menepuk pantatnya untuk menenangkan.

"Cepat panggil dokter ... ah, tidak, tidak. Panggil Lay juga!" Mean berseru memerintahkan untuk memanggil Phana dan Lay untuk datang segera. Kekhawatiran Mean tak dapat lagi ia sembunyikan saat Gun berlari menerobos kamar.

"To-tolong, Mark ... tuan muda tiba-tiba kejang dan demam tinggi!" Suara Gun bergetar, mengabaikan tubuhnya yang basah oleh keringat. Mark di gendongannya bergelung dalam lilitan selimut, napasnya tersengal dan matanya tertutup rapat. Kulit bayinya semakin merah karena suhu badannya yang semakin naik.

"Ada apa sebenarnya ini? Kenapa anak-anakku tiba-tiba seperti ini? Ya Dewa, biarkan anak-anakku bertahan." Plan tak bisa melakukan apa pun selain mencoba menenangkan Perth yang masih terus menangis, pandangannya kabur oleh air mata yang tak kuasa ia tahan mendengar napas Mark tersendat tiap kali berusaha mengais udara.

"Aku bersumpah akan menghancurkan tiap dewa di dunia ini bila sampai terjadi sesuatu yang buruk pada kedua anakku." Mean mengutuk dalam hatinya. Kemarahan meliputi hati dan pikirannya. Dia telah bersabar menanggung karma untuk tak menemukan mate yang sangat ia butuhkan. Ia mencoba mengikhlaskan adiknya yang mati karena ditumpas oleh dewa. Ia mencoba tenang menerima karma menyentuh putranya. Tapi ia tak sekali pun akan bersabar bila di antara anaknya mati, bahkan di saat mereka baru saja bisa membuka matanya. Anak-anaknya masih belum melihat indahnya dunia, jalan mereka harusnya masih panjang.

Mean akan melakukan apa pun demi keselamatan mereka.

tbc


SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang