RB07 - Twist fact

1.4K 191 15
                                    

Sejak aku dilahirkan, ketika melihat indahnya dunia untuk pertama kalinya, tak pernah aku melihat wajah sosok ibu dalam sepasang netraku. Bahkan sampai sekarang, hanya ayah-lah yang setia berada di sampingku, membimbingku, bahkan sifat tegasnya menurun padaku karena tak ada sosok ibu dalam hidupku. Aku tak pernah menanyakan dimana ibuku, masih hidup atau tidak, seperti apa ia, dan bagaimana keadaannya sekarang karena meninggalkan aku dan ayah sendiri.

Aku selalu tak acuh dengan apa yang terjadi di sekitarku. Ya, bahkan untuk bersosialisasi saja aku tidak ingin. Karena aku tak ingin apa yang kumiliki nanti, mereka akan pergi. Seperti halnya ibuku.

Taehyung dan Jungkook, punya sifat yang berbeda. Namun mereka sama-sama bisa meluluhkan hatiku untuk masuk ke dalam kehidupanku. Memberi duniaku sedikit warna karena pernah membuatku merasa bahagia.

Sekarang, mungkin dewi fortuna telah menyelamatkanku dari kemungkinan untuk aku dan Jungkook melakukan itu seperti biasa. Mungkin juga tidak. Karena dering ponselku yang berdering di atas nakas mengalihkan atensi diriku dan juga Jungkook. Mengirimku pada perasaan mendung tanpa kuketahui sebabnya. Aku mendorong bahu Jungkook, cepat-cepat mengambil ponselku dan mengangkat telepon dari Lee Minho, tangan kanan ayahku; yang kulihat ketika ku menatap layar ponselku. Seluruh syarafku seperti terhenti, mencoba mencerna kata demi kata ucapan Minho ahjussi yang tanpa basa basi mengatakan sesuatu kepadaku. Bayangan sosoknya muncul dalam pikiranku, membuatku terduduk lemas dan termangu beberapa detik hingga menimbulkan rasa cemas pada lelakiku yang kini tengah berada di sampingku.

"Ada apa, Yuna? Apa yang terjadi?"

Bulir air mataku tumpah, aku menutup mulutku karena syok. Diriku mengabaikan pertanyaan Jungkook seakan diriku tuli. Rasanya sesak, karena tak pernah sekalipun aku menangis seperti ini. Lantas, telepon dimatikan sepihak, aku tahu. Di sana pasti menjadi sangat sibuk.

"A-andwae. Itu tidak mungkin. Itu tidak mungkin kan, Jeon?"

Aku menarik-narik kerah Jungkook, raut wajahnya terlihat bingung. Ia langsung mengangkat wajahku, ketika aku terisak di bahunya tanpa memberi alasan mengapa aku menangis. Ia mengusap air mataku, menenangkanku, kendati aku tahu aku sendiri tidak akan baik-baik saja. Aku terus membungkam mulutku, tidak mengatakan apapun pada Jungkook. Sampai Seokjin membuka pintu kamarku, aku langsung berlari padanya. Menangis sesenggukan dalam pelukannya. Tak peduli bagaimana keadaan di sekitarku. Yang kurasakan Seokjin membalas pelukanku, mengelus rambutku dengan lembut.

"Tidak mungkin. K-katakan padaku, oppa, bahwa itu ... t-tidak benar."

"Aku juga sedang memastikan hal itu. Tapi, itu sepertinya memang benar, Yuna."

Rasanya semestaku ikut terhenti. Tak tahu harus bagaimana untuk berpijak lagi. Sementara benak masih merekam dengan nyata suara Minho ahjussi.

Yuna, maaf aku harus memberi kabar duka lewat telepon seperti ini. Bersyukur bahwa kau bersama Seokjin. Kau harus tenang di sana, ya. Di sini, Ayahmu meninggal ketika di bawa ke rumah sakit. Ia mengalami kecelakaan beruntun.

"Appa...."

***


"Aku mendengar dari orang tuaku bahwa ayahmu meninggal dunia, Yuna. Aku turut berduka."

Taehyung memelukku ketika menghampiriku duduk di depan peti almarhum ayahku setelah membakar dupa di meja. Wajah pucat pasi, dan pipiku yang masih lembab karena menangis membuatku seperti mayat hidup. Aku mengangguk pelan membalasnya. Tak ada lagi diriku yang bertemunya dengan panggilan mencaci maki, hanya isakan kecil yang kukeluarkan ketika Taehyung mengusap punggungku.

Aku tak pernah membayangkan begitu cepat akan datangnya hari ini. Hari dimana aku kehilangan satu-satunya orang yang sangat kucintai melebihi diriku sendiri dalam hidupku. Bahkan ketika ia meninggal ia tak ada di sisiku.

Setelah Taehyung meninggalkanku, disusul Jungkook dengan raut wajah terlihat tak biasa, ia memandang foto ayahku dengan lama ketika sedang membakar dupa. Kemudian membungkuk dan menghampiriku. Aku lupa bahwasannya sebelum aku mendengar kabar bahwa ayahku meninggal, aku bersamanya. Aku mengabaikannya dan malah menangis di pelukan Seokjin. Tapi, ia sekarang memelukku, mencium keningku, dan masih menenangkanku. Tak menunjukkan kemarahannya karena mungkin ia tahu situasi apa yang kuhadapi saat ini.

Aku membalas pelukannya. Membayangkan betapa akan kesepiannya aku tanpa sosok ayahku, kendati aku punya Seokjin, sebagai penanggungjawab-ku sekarang, Jungkook kekasihku, dan Taehyung sahabatku; tetap saja aku merasa kehilangan.

"Jeon, maafkan aku."

"Sst. Tidak apa-apa. Kau sedang berduka, Sweety. Tidak masalah, yang penting kau harus tegar, ya."

Seokjin tengah memandangku, ia berisyarat untuk Jungkook segera melepaskan pelukan dan mengganti tamu yang lain. Aku kemudian mengangguk, lalu melepaskan pelukannya, tersenyum tipis padanya untuk ia segera pergi dan menjamu makanan yang sudah disediakan.

Jungkook mengusap kedua bahuku sebelum pergi. Aku melihatnya bertatapan dengan Seokjin beberapa detik sebelum melenggang pergi.

***

Di luar rumah duka almarhum Shin Jae, beberapa wartawan telah berdiri, menunggu atensi-atensi publik yang tengah ramai memperbincangkan tentang kecelakaan beruntun ini bukan kecelakaan biasa. Ada yang menyebutkan bahwa ini adalah kecelakaan yang direncanakan. Terlepas dari itu, Shin Jae merupakan pengusaha terkenal di Korea yang bebas tanpa main tangan kotor. Dimana ia dijuluki musuh para mafia karena kecerdikannya meringkus mereka yang terlibat perdagangan ilegal.

Sang reporter dan kameramen menghampiri seorang pria tinggi berkacamata yang tengah keluar dari rumah duka. Mereka siap mewawancarai narasumber pertama tersebut.

"Apakah Anda kenal dekat dengan saudara Tuan Shin Jae?"

Pria itu menggeleng. "Tidak begitu dekat. Rekan kerja yang sudah lama tak bertemu."

Reporter itu mengangguk. "Apakah Anda tahu bahwa rumor yang beredar bahwa kecelakaan ini bukan kecelakaan biasa? Melainkan terencana? Seperti ada yang mencoba membunuh Saudara Tuan Shin Jae? Bagaimana pendapatmu tentang itu?"

Pria itu berpikir sejenak. "Menurut saya jika itu adalah rumor, Anda bisa mempercayainya atau tidak. Dan Anda bisa menilai dari sudut pandang yang mana saja. Jangan setengah-setengah. Jika Anda percaya, maka buktikanlah. Jika Anda tidak percaya, carilah buktinya. Anda harus menggunakan sedikit insting Anda agar Anda tahu mana yang benar."

Reporter itu terkagum-kagum kecerdasan narasumber yang mempunyai senyum lesung pipitnya itu. Pria dewasa dan mapan terlihat sekali dari perawakan dan pakaian mahalnya.

"Karena Anda pernah menjalin kerja sama dengannya, apakah kalian pernah bertemu lagi akhir-akhir ini?"

"Tidak. Karena dia sudah menjalin kerja sama dengan orang lain. Kita belum pernah bertemu lagi."

Reporter itu membungkuk hormat untuk berterimakasih. "Anda akan masuk berita terkini kami bersama narasumber lainnya. Karena Anda mengenal Saudara Tuan Shin Jae bolehkah kami mengetahui siapa Anda?"

Pria itu membalasnya dengan penghormatan yang sama. "Saya adalah Jeon Namjoon. Pengusaha bir Kloud."[]

Ig. Its.yourscrittlare
Mei 29, 2020

Rule BreakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang