Duduk diam membisu, tanganku mengepal gugup dan bercampur keringat dingin. Sialan sebenarnya, Jungkook benar-benar membuatku tersiksa. Ia benar-benar menyudahi semuanya. Dan buru-buru sekali membukakan pintu, menemui pria yang katanya adalah selingkuhanku. Pun inilah konversasi dan pertemuan kali pertama Jungkook dengan Seokjin, yang kukatakan dia adalah teman Ayahku. Aku tak sepenuhnya berbohong, kan? Tentang Seokjin, walau satu ciuman curian lolos dari bibirku. Ini yang membuatku dirundung rasa dongkol. Aku tahu ini hanya gertakan Seokjin untuk mengancamku dari sisi lain.
Hello, Seokjin? Kita belum benar-benar akrab, tapi kau terlihat sangat posesif.
“Saya adalah Kim Seokjin, pewaris sekaligus CEO dari J Company Group, teman Ayah Yuna,” ujar Seokjin formal mengawali lalu mengulurkan tangan ke arah Jungkook ketika sejemang dilanda keheningan. Kami berada di ruang tamu, dan Jungkook masih memberi tatapan intimidasi ke Seokjin sedari tadi. Walau begitu, Jungkook tetap menjabat tangan Seokjin.
“Jeon Jungkook, kekasih Yuna.”
Aku bisa menangkap mengapa Jungkook menekan kata terakhir itu agar Seokjin melihat bahwa Jungkook terganggu dengan apa yang dilakukan pria itu untuk memancing Jungkook menyudahi apa yang kita lakukan tadi. Dan lagi-lagi aku merasa kesal karena pria itu bersikap tenang dan seolah tahu apa yang Jungkook maksud.
Aku harus menyudahi semua ini karena aku hanya ingin pergi dengan senang tanpa beban pikiran.
“Oppa, aku akan pergi,” ujarku dan itu langsung memutus atensi mereka menjadi semua memandang ke arahku. Aku menekan kalimat “dan” sedikit lama, lalu memandang sepasang manik jelaga milik Seokjin lurus.
“Aku ingin tidak ada seorang pun yang mengikuti ataupun mengganggu ku selama kami pergi. Ini mutlak, karena aku tidak suka dikekang. About rules, aku tidak akan pulang larut malam. Itu janjiku padamu, oppa.”
Alih-alih Jungkook langsung menggeleng, dan menyeringai tajam. “Tidak, Yuna. Aku harus berbicara empat mata dengan teman Ayahmu ini. Jauh dilubuk hatiku aku mengira bahwa dia adalah pria yang sudah tua bangkotan yang akan melindungimu tapi aku melihat ini sebaliknya.”
Ini bisa rumit.
Seokjin tersenyum tipis, mengepalkan kedua tangan sembari mencondongkan badan; tampak berbisik, “Katakan saja, bocah. Kau iri karena Yuna akan tinggal bersamaku beberapa minggu kedepan.”
Rahang Jungkook terlihat mengeras. Tidak, aku tidak menginginkan adanya pertengkaran disini. Mengapa harus serumit ini sih? Mereka benar-benar memperebutkanku? Hell, aku bukan sedang percaya diri, namun atmosfir di sekitar ku mendadak panas seperti ini.
“Apa kalian tidak tahu tingkah kalian seperti anak kecil?!” geramku kesal. Tanganku meraih tangan Jungkook, menariknya untuk berdiri. Ia akan memprotes, namun aku balas dengan pelototan tajam, mau tak mau ia mengikuti untuk berdiri.
“Aku pergi.”
Pun Seokjin memandangku dengan tatapan sulit tak terbaca. Aku tidak peduli, sekalipun ia akan menghentikanku. Aku benar-benar akan melanggar peraturannya. Aku langsung menarik tangan Jungkook dengan kasar. Jungkook bukan seperti Seokjin yang sudah melewati adolesens nya, maka dari itu aku segera menariknya pergi. Seharusnya Seokjin mengerti hal ini. Tiba-tiba Jungkook memegang leherku, memojokkanku ke dinding.
“Kau tinggal saja di rumahku, baby. Please.”
Merotasikan bola mata dengan sebal, aku mengusap pipinya dengan lumayan lembut. “Tidak bisa. Aku tidak ingin memperumit masalah.”
Pegangannya pada leher ku mengetat, Jungkook mencium bibirku dengan paksa. Aku merasakan sesak dan tercekat secara bersamaan. Aku memukul dadanya dengan brutal, mengira ia ingin membunuhku dengan kenikmatan seperti ini. Akhirnya Jungkook melepaskan, setelah aku menggigit bibirnya dan meninggalkan jejak darah. Aku terengah, memandang sinis kemudian menamparnya impulsif.
“Kau sangat gila Jungkook. Ingin membunuhku huh?”
Jungkook sama terengahnya, ia mengecup telingaku walaupun ia meringis, merasakan perih di bibir dan tamparanku barusan. Maaf Jeon, kau harus ku sadar kan untuk tidak terlalu over protektif padaku. Kita hanya sepasang kekasih.
“Kau yang membuatku gila karena akan tinggal lama bersama pria sepertinya,” bisiknya parau. Menghela napas untuk kesekian kali, aku kemudian memeluknya. Aku tidak bisa mencegah Seokjin untuk tinggal bersamaku, itu sudah menjadi tanggungjawab-nya yang diberikan ayah padanya. Aku harus memberi pengertian pada Jungkook. Walaupun aku juga tidak tahu apa yang terjadi ke depannya ketika tinggal bersama Seokjin. Karena, aku sudah berpikir bahwa ketika aku pembangkang seperti ini ia akan melakukan sesuatu yang lain.
“Jeon, kau tahu aku hanya tinggal bersamanya, bukan yang macam-macam,” kelakarku. Berujar dusta sedikit mungkin membantu Jungkook untuk tidak terlalu khawatir. Itu kebohongan dan sudah berapa kali aku membohonginya hanya karena Seokjin?
Jungkook melepaskan pelukan, sepasang maniknya menatapku intens. Seperti mencari apakah aku membohonginya disana. Dia menangkup wajahku dan menciumku kembali. “Ini bukti janjimu.”
Setelahnya membawaku untuk naik ke motor besarnya. Kulihat perasaannya sudah membaik ketika ia memberikan helm seraya tersenyum. Aku hanya menyeringai kecil dan menghadiahi kecupan di hidung bangirnya sebelum memakai helm. Maaf untuk kedua kalinya, Jungkook. Ini pun aku tidak janji.
***
Aku sudah tiba dirumah seperti yang aku katakan, aku tidak akan pulang larut malam. Karena setelah menonton, Jungkook hanya mengajakku kuliner malam lalu pulang. Sebenarnya ia ingin mampir, tapi ia berkata jika ia melihat wajah Seokjin ia ingin menghajarnya. Ia hanya berpesan agar menjaga jarak antara aku dengan Seokjin. Aku hanya tersenyum sinis dan mengatakan ia terlalu berlebihan. Karena sebenarnya tanpa ia berpesan aku sudah menjaga jarak tapi Seokjin yang dominan itu yang membuatku harus mendekat padanya.
Merasakan keheningan setelah tiba di rumah. Aku pun menuruni tangga setelah mandi menuju dapur. Aku tidak melihat eksistensi Seokjin sedari tadi, karena aku melihat mobilnya sudah terparkir di garasi. Kemudian menyiapkan bahan untuk menyeduh ramyeon, kuberitahu kalau aku masih lapar walaupun tadi sudah mencoba aneka macam jajanan ketika kuliner malam dengan Jungkook. Aku tersentak ketika merasa seseorang merapat pada tubuhku dengan pantry.
“Ingin memasak?” bisiknya retoris. Dengan tenang aku menjawabnya dengan anggukan. Walau berdebar aku harus mengatasi ini karena aku harus antisipasi menghadapi Seokjin. Dan ingatkan aku untuk tidak memakai piyama dress mulai besok. Aku merasakan kulitku terbakar karena hembusan napas Seokjin yang menerpa bahu telanjang ku yang hanya bertali tipis. Ia mencium bahuku dengan tenang, aku dengan sedikit gemetar menuang bumbu ke dalam mangkuk. Aku tidak tahu mengapa ia tahu aku berada disini, tapi mengingat bahwa aku tidak menemukan ia dimanapun, sepertinya ia memang berada tak jauh dari dapur.
Aku memegang erat meja pantry, apakah ia sedang melancarkan aksi menghukumku? Aku tersentak. Merasakan diriku yang bergetar, rasanya aku ingin menangis. Aku merasakan antara sakit dan nikmat merambat tubuhku.
“O-oppa.”
Seokjin hanya mengecup puncak kepalaku. Meninggalkanku di dapur menuju meja makan setelah mengucapkan sesuatu padaku. “Baca dengan benar rules yang kubuat, Yuna. Itu hanya hukuman kecil.”
Aku menjerit dan terengah, merasakan benda bergetar yang terus menyentak labia-ku disana. Aku tak mengerti kapan ia menyelipkan disana, tapi aku harus tahu bahwa aku harusnya tidak main-main dengan Seokjin. Aku berpegangan pantry, karena ingin terjatuh lemas. Seokjin memandang ku dengan tenang sembari memperlihat remote control-nya padaku. Sialan.[]

KAMU SEDANG MEMBACA
Rule Breaker
Fanfiction[Croire Cluster Project] Too bad at the romance between the two of them is against of rules. Ranked at; #14 in suspense 22/08/2019 #9 in suspense 13/04/2020 Started at 06/30/2019 End at - Copyright ©2019 By Scrittlare