Seokjin mendeklarasikan sendiri jika aku adalah kekasihnya mulai saat ini. Aku tidak tahu harus senang atau tidak, aku sendiri masih mencintai Jungkook walaupun terselip rasa benci. Karena, dari dulu aku selalu melakukan hal itu, membencinya sekaligus mencintainya. Hell, apakah ini karma? Gara-gara aku menyembunyikan fakta bahwa aku pernah berciuman dengan Seokjin dan ia pernah membuatku cum dengan benda sialannya itu jadi Jungkook juga akan menyembunyikan hal yang sama padaku kalau saja si jalang itu tutup mulut. Namun, tetap saja itu sih konteks yang berbeda, aku tidak menginginkan hal itu terjadi namun Jungkook melakukannya karena mereka berdua menikmatinya.
Sungguh, aku masih kesal membayangkannya. Selama ini, aku berpikir Jungkook menahannya untukku dan dia akan menahannya juga untuk orang lain. Shit, pria memang tidak bisa dipercaya hanya dari mulutnya saja.
Aku terlalu menganggap semua bisa berjalan dengan mudah seperti keinginanku. Kenyataannya seiring berjalannya waktu, keegoisanku membuatku kehilangan dua orang yang kusayangi. Mungkin Ayah pergi karena ia tak ingin mempedulikanku lagi, pun Jungkook ia mengkhianatiku karena aku tidak pernah memahaminya, selalu bertingkah seenaknya karena aku jauh lebih dominan daripadanya.
Cih, sangat dramatis sekali.
“Yuna, ada yang ingin bertemu denganmu di luar.” Salah satu teman sekelas yang kukenal, murid blasteran, Maria tiba-tiba mengajakku bicara hingga membuyarkan lamunanku. Juga seseorang yang menurutku baik karena tak pernah bermuka dua di hadapanku.
Aku melirik ke luar kelas, terlihat punggung kokoh yang sangat jelas aku tahu siapa pemiliknya. Sebenarnya aku memang belum siap bertemu dengannya, namun di sekolah pun aku tak bisa menghindarinya terus karena itu bisa menarik perhatian.
Aku mengangguk, lalu berucap terima kasih pada Maria. Menemuinya takkan membuat hatiku goyah, bukan?
“Ada apa, Jungkook?” Aku berdiri tepat di belakang punggung Jungkook, hingga badan itu berputar, menghadapku. Matanya berbinar-binar, tersirat kerinduan. Oh shit, aku tak bisa menyembunyikan bahwa aku suka sekali mata rusanya yang tiap kali menatapku seolah memuja diriku.
Dia meraih kedua tanganku tiba-tiba, menggenggamnya dengan erat. “Aku berjanji. Aku berjanji tidak akan menghianatimu. Aku akan kembali membuatmu jadi milikku lagi. Aku sangat mencintaimu, Yuna.”
Aku menggeleng. Berusaha tenang dan tak melihat ketulusan yang terpancar dari sorot matanya itu. “Tolong, ingat juga kepercayaanku tidak akan kembali utuh saat denganmu, Jungkook. Aku sudah memutuskan.”
Aku termangu melihat Jungkook berusaha menggigit bibir bawahnya dengan keras, hingga sedikit demi sedikit darah keluar dari sana.
“Apa yang kau lakukan?!”
Ia tertawa kecil. “Ini bukti. Bukti bahwa aku hanya mencintaimu. Jadi, tolong percaya padaku.”
Aku menghempaskan kedua tangannya, lalu dengan panik mencari sehelai tisu di saku jaketku. Aku menatapnya dengan miris. “Ambil ini. Aku akan percaya padamu, tapi kita takkan lebih dari teman. Aku permisi.”
Setelah memberikan tisu, aku segera pergi dari sana dan kembali ke kelas. Aku tidak ingin melihatnya. Kekecauan yang dibuatnya sama seperti kegilaanku. Aku juga tidak ingin berpisah, tapi itu harus. Bagaimanapun dia sudah mengecewakanku.
---oOo---
“Sekolah yang menyenangkan?” Turun dari mobil tanpa mendengar kicauan burung yang datang dari mulut Seokjin. Entah karena ia menganggap dirinya sebagai kekasihku, dia juga mengantar jemput diriku ke sekolah. Ini lebih menyebalkan.
Pinggangku tiba-tiba ditarik oleh tangannya setelah meletakkan sepatu, lalu bibirku diadiahi sebuah kecupan. Oh, shit.
“Kekasihmu bertanya padamu, Yuna. Kau harus jawab.”
Aku mendorong dada bidangnya. “Okay, okay. Tadi aku sedang tidak mood. Jadi, kau tahu jawabannya bukan. Sekolah sama sekali tidak menyenangkan.”
“Apa mantan pacarmu mengganggumu?”
Aku yang berjalan mengdahuluinya seketika terhenti karena ucapannya. Sungguh, apakah aku badmood karena Jungkook? Bukan, lebih tepatnya aku masih kecewa dengan Jungkook hingga kita berpisah hingga aku menjadi kekasih pria satu ini.
“Atau kau menyesali sesuatu?”
“Seokjin-ssi, kita akan berbincang saat makan malam saja. Aku lelah. Maaf, aku permisi.”
Aku memang harus menenangkan pikiranku. Semuanya terlalu tiba-tiba.
---oOo---
Seokjin meneliti kata per kata yang tertera di layar laptopnya.
Cara membuat kekasih merasa nyaman
Itu yang ia ketik di pencarian naver tapi semuanya terlihat bagus hingga Seokjin bingung harus memulai dari yang mana. Seokjin tak pernah memperlakukan seseorang begitu istimewa, mungkin jika ada Seokjin tak perlu susah payah melakukan hal seperti ini karena apapun yang ia lakukan semua wanita selalu tunduk padanya.
Shin Yuna. Anak ini sudah dewasa dari yang seharusnya. Pola pikirnya yang terkadang sulit ditebak, tak seperti anak remaja pada umumnya. Itu yang menyusahkan Seokjin yang sedikitnya tak tahu apa-apa tentang Yuna meskipun sudah dekat sedari ia bekerja sama dengan Ayahnya.
“Berikan waktu saat dia sedang marah, jika sudah merasa baikan ia akan menghampirimu duluan. Ah, begitu ya. Perempuan memang selalu rumit.” Seokjin menepuk keningnya. Pun ia melirik ke lantai atas, lalu menghela napas. Ada banyak pikiran yang bercabang di dalam kepalanya saat ini.
Ia mengambil ponsel yang berada di saku jasnya, kemudian ia tempelkan di telinga setelah menekan beberapa digit nomor.
“Apakah dokumen-dokumen Yuna yang kuminta sudah selesai dikerjakan?”
Seokjin memainkan pulpen dengan jemarinya sembari menampilkan wajah serius.
“Kau harus menyimpannya dengan baik. Masalah ini kita tidak tahu sampai kapan dia harus mengetahuinya. Aku ingin kau sembunyikan apapun yang berhubungan dengan Ayah Yuna.”
“Aku akan ke sana setelah Yuna tidur.”
Seokjin mematikan teleponnya. Pada saat itu juga, Yuna turun tangga dengan mimik muka yang serius. Seokjin yang melihat kedatangannya sedikit terkejut, namun kembali tenang.
“Temani aku.”
Seokjin menatap Yuna. Hatinya tak bisa tak mengetahui bahwa Yuna sedang gelisah. Ia sangat tahu.
“Makan malam di luar. Lalu pergi kemana pun itu.”
Seokjin mencoba bertanya dengan jahil. “Kau sudah tidak lelah? Makan malam sebentar lagi terhidang di meja. Aku memesan koki khusus untukmu.”
“Baiklah. Setelah makan, aku ingin kau menemaniku pergi.”
“Kemana? Harus ada tujuan kemana kita akan pergi.”
Yuna merasa kesal. “Terserah. Bioskop, teater musikal, ataupun ke tempat yang jauh sekalipun. Terserah. Asal kau menemaniku.”
“Oke, bioskop. Aku ada waktu.”
“Kau harus ada waktu. Memangnya mau kemana?”
Seokjin tersenyum kecil. “Urusan yang tidak bisa aku tinggal.”
“Oke, oke. Aku tidak akan bertanya kemana.” Yuna berteriak dengan sebal. Seokjin kadang gemas mengetahui Yuna yang merengek tapi tidak ingin terlihat merengek. Sayangnya, Seokjin memang harus menutupi kenyataan bahwa ia tahu apa yang membuat Yuna gelisah. Ia memang tahu segalanya.
“Kalau kau ingin kencan yang lama, besok aku ada waktu, Sugar.”
Yuna menggeleng. “Aku tidak ada waktu.”
“Benarkah? Kau mencoba bohong?”
Yuna melirik dengan kesal. “Aku tidak pernah bohong, ya.”
“Benar?”
Seokjin terkejut Yuna malah menarik kerahnya lalu menciumnya dengan sadis. Mereka berciuman sampai kehabisan napas. Dengan mulut yang terbuka, dan wajah yang memerah, Yuna mencoba mencium lagi namun sudah didahului Seokjin dan membawa Yuna dalam pangkuannya.
“Aku akan membuatmu marah setiap hari jika reaksimu seperti ini.”[]
Ig. Its.yourscrittlare
Mei 16, 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Rule Breaker
Fanfiction[Croire Cluster Project] Too bad at the romance between the two of them is against of rules. Ranked at; #14 in suspense 22/08/2019 #9 in suspense 13/04/2020 Started at 06/30/2019 End at - Copyright ©2019 By Scrittlare