RB10 - Dinner

1.4K 173 11
                                    

Seokjin sudah kembali. Namun, aku tak tahu jika terakhir kali aku melihatnya kini berubah drastis dengan yang kulihat sekarang. Raut wajah yang lelah, dan tubuhnya menjadi lebih kurus. Apakah ia jarang makan ketika berada di luar kota? Kurasa bagaimanapun keadaannya, ia akan tetap makan. Kendati banyak pekerjaan yang menyita waktunya. Seokjin itu punya porsi makan yang banyak jika kalian ingin tahu.

Aku membuatkan secangkir kopi untuknya, meskipun dia tak menyuruhku. Ya, sebagai rasa terima kasih karena ia sudah jadi penanggungjawab-ku sementara. Aku memberikannya saat ia berada di ruang kerja. Ia terlalu memforsir diri, kukira perusahaan ayah masih bisa ditangani oleh Co-CEO Lee Minho, tangan kanan ayahku.

“Tidurlah, Sugar.”

Setelah meminum buatanku, ia mengusak rambutku dengan lembut. Baru kali ini, suasana diantara kita tidak ada kesan sensual. Sepi, dan menenangkan. Ngomong-ngomong, di depan meja kerjanya sekarang, sudah ada kursi yang disediakan. Jadi, aku tak perlu seperti waktu itu untuk duduk di atas pangkuannya.

Aku menggeleng. Lalu menopang dagu, memiringkan kepala menatapnya. Benakku kadang ingin bertanya, mengapa ia membuat peraturan seperti itu. Apa yang mendasarinya? Bukankah peraturan hanya dibuat untuk umum? Misal, seperti di sekolah maupun di perusahaan? Tidak untuk seseorang, apalagi untuk aku yang tidak ada hubungannya dengannya.

“Bisakah kita berbicara?”

“Apa yang kau maksud, Yuna? Daritadi kita sudah berbicara.”

“Tidak dengan bicara yang mengandung hasrat.” Aku mencibir.

Seokjin terkekeh, namun terkekeh sinis. Ia menyugar rambutnya, lalu balik menatapku sembari menopang dagu. Aku tak tahu jika ia sedikit tersinggung.

“Apa yang kauharapkan dengan bicara 'normal' padaku?”

Rules. Bagaimana membuatmu hilang kendali dan jatuh hati padaku?”

Kedua manik matanya menelisik, lalu ia mencondongkan badannya sedikit ke depan. “Itu yang menjadi urusanmu, Sugar,” bisiknya rendah dan berat.

Aku mendelik tajam, tak terima dengan ucapannya. “Bagaimana bisa begitu? Dengar, Seokjin-ssi. Aku tak bisa terus-menerus di bawah aturanmu dan mengendalikanku namun aku tak bisa melakukan hal itu sebaliknya.”

Ia lalu memundurkan badannya, bersidekap dan memandangku lurus. Mengembuskan napas panjang, ia terlihat frustrasi dengan pertanyaanku. Oh, apakah serumit itu?

“Apa yang kau harapkan dariku, Yuna? Kau berharap aku mencintaimu?”

Aku tentu kaget ketika dia balik bertanya. Dengan serta merta aku gelengkan kepala dengan cepat. Tentu itu bukan maksudku. Namun, aku baru menyadari bahwa ia akan membuatku menjadi ratunya jika ia memiliki perasaan padaku. Sungguh, Seokjin itu sangat tipe ideal sekali, dan perempuan mana yang tak tergila-gila padanya? Bahkan, aku bingung di umurnya kini aku belum melihatnya membawa pasangan.

“Yuna, jika kau mengharapkan itu, timbal baliknya apa kau bisa putus dari kekasihmu itu?”

Lantas aku menggeleng. Benar. Mengapa aku bertanya hal yang tidak masuk akal? Mempertanyakan bagaimana membuatnya jatuh hati padaku sedangkan aku sendiri punya kekasih? Wah, apa kau baru menyadari setolol itu pikiranmu, Yuna.

“Oke, baiklah. Aku takkan membahasnya lagi.”

Aku lantas beranjak berdiri. Ingin segera keluar dari ruangan yang sudah berbeda aura ini.

Seokjin menyungging senyum, lebih tepatnya menyeringai. “Sungguh, Sugar. Kau egois sekali jika kau juga ingin mendapatkan hatiku.”

Aku menggeleng tidak peduli. “Tidak perlu. Aku meralatnya. Aku hanya ingin kau mengurangi sifat posesifmu padaku karena kau bukan kekasihku. Permisi.”

Rule BreakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang