Voment juseyo ♡
"Kok bisa, sih?!"
Sulit dipercaya, baru saja kemarin Bangchan kehilangan dua anggotanya. Dan sekarang apalagi?! Woojin hilang?
Bagaimana mungkin?!
Hyunjin memijat kedua pelipisnya, tanda ia juga sama sekali tidak mengerti.
"Semalem, dia minta gue anterin pipis. Tapi gue gak turutin karena gue capek banget, dan pas bangun, dia udah gak ada di tenda!" Hyunjin mengerang frustasi.
"Dia gak ada di mana-mana, guys." Jisung bersuara.
Pria tupai itu telah mengelilingi beberapa tempat terdekat untuk mencari keberadaan Woojin, namun hasilnya nihil.
Seungmin berinisiatif untuk mengepak barang-barangnya, ia sudah tak habis pikir dengan apa yang menimpanya.
Ia berpikir sejenak, apa yang telah mereka perbuat sebelumnya sehingga terjadi hal tidak inginkan seperti ini?
Apakah mereka melakukan pantangan-pantangan yang mungkin tidak mereka sadari?
"Kita harus cepet balik, dan minta bantuan. Semoga aja, Minho & Felix gak bergerak terlalu jauh, dan buat Woojin ... semoga dia baik-baik aja." Intrupsi Changbin yang tampak kepayahan.
Bangchan menghela nafas, bolehkah ia menangis saja?
***
"Udah? Ada Signal?" tanya Minho pada Felix yang baru saja turun dari atas pohon.
"Udah," jawab Felix sambil melompat dari atas sana.
"Gue udah coba ngabarin salah satu diantara mereka tapi gak ada yang nyambung," lanjut Felix lagi sambil memasang ekspresi muram.
Minho hanya mengangguk paham, tadi Felix berusaha mencari signal untuk menghubungi yang lain, tapi mau bagaimana lagi? Ini hutan belantara! Mana mungkin terdapat signal yang kuat.
'Bohong... dia bohong!'
Sebuah suara tiba-tiba memasuki gendang telinga Minho, ia tertegun sesaat.
Namun, tak lama kemudian suara berat Felix mengalihkan atensinya.
"Gimana? kita harus secepetnya nemuin yang lain dan pulang," ujar Felix.
"Jadi, kita bakal jalan aja?" tanya Minho, tersirat rasa ragu dari mimik wajah Minho.
Sedangkan Felix mengangguk mengiyakan, ia tak mau berlama-lama ada di hutan ini.
"Iya, kita coba cari jalan keluar."
"Oke, lo yang mimpin. Gue bakal ninggalin tanda di belakang lo."
Dan, dengan dibekali persediaan makan yang menipis, mereka pun memulai perjalanan mereka.
Mereka berjalan dengan pasti, diiringi harapan-harapan disetiap langkahnya agar mereka mampu keluar dari sana.
Tak lupa, hati kecil keduanya turut berdoa pada sang ilahi untuk keselamatan mereka. Bayang-bayang suasana rumah dan adiknya menggerayangi pikiran Minho.
Minho teringat isak tangis sang adik ketika dirinya hendak berangkat.
Jisu. Adiknya. Gadis mungil itu menangis sesegukan, dan entah apa yang membuat gadis itu tampak sangat pilu ketika kakaknya berpamitan.
Gadis itu sempat berkata kalau Minho harus pulang dengan selamat, dan Minho? Tentu saja ia harus menepati janjinya pada sang adik, bukan?
Namun, sangat disayangkan. Nampaknya keberuntungan sedang tak berada di tangan mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Nyasar || StrayKids [End]
HororMereka mencari hanya untuk ujung yang tidak pasti