Felix membuka matanya perlahan, dadanya bergemuruh kencang.
Ia bimbang, haruskah ia menuruti perkataan Changbin? Waktu itu, ketika Felix berusaha mencari signal di atas pohon, nyatanya ia sama sekali tidak menghubungi teman-temannya yang lain.
Tapi, nyatanya Changbinlah yang menghubungi kala itu dan menyuruhnya untuk membuat Minho terluka.
Ia merutuki dirinya sendiri, faktanya ia sudah mulai terbiasa bersama Minho.
Hatinya mulai melunak terluluhkan oleh waktu kebersamaannya dengan Minho.
Tapi, jika ia tidak melakukannya, sang ibu dan adiknya akan celaka di tangan Changbin.
Ia tahu siapa itu Changbin, ia tahu seperti apa itu keluarga Seo. Changbin tidak pernah bermain-main dengan kata-katanya.
Disisi lain ia membenci Minho, sangat benci ... tapi, ia lebih membenci dirinya sendiri yang malah menyayangi Minho seperti kakaknya sendiri.
Tidak! Bagaimanapun juga ini tidak boleh terjadi, ia harus melakukan apa yang Changbin perintahkan padanya. Ia harus menjaga Ibu dan adiknya, meskipun... ibu dan adiknya tidak mengenali Felix sama sekali.
Persetan dengan kebaikan Minho yang membuatnya luluh, benci tetaplah benci. Ia harus meluapkan kebenciannya pada Minho.
Ya, rasa bencinya kini sudah mulai naik kepermukaan.
Kilatan amarah muncul begitu ketara di mata Felix.
Felix mulai beranjak dari dalam tenda, ia menggenggam erat belati yang ia bawa, ia pun membulatkan tekatnya berbarengan dengan itu.
Dia melangkah dengan perlahan, ditatapnya punggung kokoh Minho itu.
Kemudian ia mulai berjalan mendekat, Minho sama sekali tak terusik dari lamunannya.
Bahkan ia sampai tak sadar ketika Felix berada di belakangnya.
Dan tanpa sepengetahuan Minho, Felix mendekat dan sebuah seringaian terpatri di wajahnya.
Pisau yang ia genggam sudah siap untuk menghunus tepat di punggung Minho.
Tangannya terangkat mengambil ancang-ancang, ia akan berhasil menghunus kepala itu kalau saja kilatan-kilatan memorynya bersama Minho tiba-tiba tidak muncul dan membuatnya ragu.
Segores keraguan kembali timbul, tangannya menggantung di udara.
Felix mencoba memantapkan hatinya kembali. Danㅡ
"FELIX! MINHO!"
Pluk!
Belati yang Felix genggam terjatuh berbarengan dengan suara teriakan itu.
Bukan hanya Felix saja yang terkejut, Minho juga tampak terkejut melihat kedatangan teman-temannya, ketika Minho memamerkan seulas senyum lega pada rekannyaㅡFelix buru-buru menyembunyikan ekspresinya.
Tangan gemetar itu memungut pisau belati yang tergeletak itu dengan tergesa.
"KALIAN!?" Minho menghembuskan nafasnya.
"Minho! Akhirnya, kita bisa nemuin elo." Bangchan.
Minho mengangguk menanggapi, ia menatap satu persatu temannya dengan tatapan haru.
"Syukurlah lo berdua masih selamat," ungkap Jisung lega.
Senyuman Minho memudar ketika ia menyadari sesuatu.
Ada yang kurang.
"Woojin mana?!" Tanya Minho panik.
Jangan bilang kalauㅡ

KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Nyasar || StrayKids [End]
HorrorMereka mencari hanya untuk ujung yang tidak pasti