"Sumpah, gue gak paham sama isi kepala lo." ujar Heejin sembari melipat kedua tangannya di dada dan menatap Jeno tak percaya.
Setelah teman Lino yang bernama Chan itu pulang, Heejin tidak habis pikir dengan ide Jeno untuk mencari tau di mana Lino berada.
"Gue tau lo terpukul sama kematian Nancy. Dan lo gak percaya dia bunuh diri. Tapi kenapa lo yakin banget Kak Lino tau sesuatu?" tanya Heejin.
"Pesan yang dia kirim mencurigakan." jawab Jeno.
"Bisa aja kan dia lagi mabuk? Terus dia pergi ntah kemana? Gak ada yang tau, Jen." balas Heejin.
"Gue tetep punya feeling, Lino pasti tau sesuatu." kata Jeno.
"Lo kenapa sih selalu percaya sama feeling lo? Kalo feeling lo salah gimana?" kata Heejin.
"Kalo feeling gue bener gimana?" balas Jeno sembari menatap Heejin tepat di kedua bola matanya. Membuat Heejin cepat-cepat mengalihkan pandangannya.
Heejin menghela napasnya. "Gak lo, gak adik lo, kenapa sih feeling-feelingan terus?"
Kedua alis Jeno tertekuk, ekspresi bingung terpancar dari wajahnya. "Adek gue? Jiheon?" tanya Jeno.
"Iya." jawab Heejin.
"Jiheon bilang apa ke lo? Dia bilang sesuatu?" tanya Jeno lagi, dengan nada menggebu-gebu.
"Jiheon minta gue untuk jangan pulang ke apartemen kemarin malam. Tapi gue emang beberapa hari ini nginep di rumah temen gue sih." jawab Heejin.
"Sebelumnya Jiheon ada nyentuh lo?" tanya Jeno.
"Ada, gue salaman sama dia sih waktu kenalan." jawab Heejin.
Jeno menghela napasnya lalu mengusap wajahnya. "Tadi malam pasti terjadi sesuatu."
Heejin langsung menoleh ke arah Jeno. Rasa penasaran itu tiba-tiba muncul lagi. "Jiheon memangnya kenapa?" tanya Heejin.
"Gak kenapa-kenapa." jawab Jeno singkat.
Heejin jadi kesal karena Jeno. Jeno selalu saja menyatakan satu hal yang membuat Heejin bingung sekaligus curiga, tapi Jeno tak pernah menyertakan alasannya. Sungguh, Heejin tak bisa membaca pikiran pria itu.
"Gue kayaknya gak bisa deh percaya sama lo." kata Heejin.
"Gue gak minta untuk dipercaya." balas Jeno.
"Iya. Gue juga ngapain pusing ya sama prasangka buruk lo ke orang-orang?" balas Heejin sembari berdiri dari duduknya. "Gue balik," pamit Heejin.
"Dunia ini gak sebaik yang lo kira. Banyak manusia menyerupai Dajjal di luar sana." ucap Jeno sebelum Heejin keluar dari unit apartemennya.
Heejin tidak memperdulikan ucapan Jeno. Heejin keluar dari unit apartemen Jeno, dan berpapasan dengan seorang pria. Heejin membeku. Begitu pula dengan pria itu.
"Hwall..." ucap Heejin.
Hwall terdiam sembari menatap Heejin datar dengan kedua mata sipitnya. Hwall masih mencerna apa yang ia lihat barusan. Heejin keluar dari unit apartemen orang lain.
"Hwall... kamuㅡ"
"Ternyata gini ya kerjaan kamu waktu lagi gaada aku. Ternyata ini alasan kamu gak cerita?" balas Hwall.
Heejin menghela napasnya. "Hwall, aku cuma bertamu. Gak lebih."
"Terus aku harus percaya?" balas Hwall. "Kamu berubah, Heejin." kata Hwall.
"Jangan kebiasaan cepat nyimpulin sesuatu. Aku sama Jeno gak ada hubungan apa-apa." balas Heejin.
"Kita putus." balas Hwall.
Hwall berjalan meninggalkan Heejin, Heejin spontan mengejar Hwall dan mencegah telapak tangannya. Namun Hwall langsung menepis tangan Heejin. Hingga membuat Heejin terjatuh.
Hwall langsung masuk ke dalam lift dan meninggalkan Heejin yang terjatuh sendirian. Heejin tidak mampu membendung air matanya.
Ia sudah berpacaran dengan Hwall selama dua tahun. Dan berakhir begitu saja seperti ini.
"Bangun."
Heejin menoleh ke asal suara dan melihat Jeno berdiri di sampingnya. Heejin tidak mengubris ucapan Jeno dan terus menangis.
"Gue bilang bangun." ucap Jeno lagi.
"Lo gak ngerti, Jeno!" balas Heejin ketus.
Jeno menghela napasnya berat dan berjongkok di samping Heejin. "Lo gak butuh orang kayak gitu di hidup lo."
Heejin menggelengkan kepalanya. "Gue udah dua tahun pacaran sama dia, Jen. Gue gak terima diputusin karena hal gini aja."
"Kalo dia sayang sama lo, dia pasti denger penjelasan lo. Dia gak mungkin menyimpulkan sesuatu secepat itu. Gitu aja sih." balas Jeno.
"Dunia ini gak sebaik yang lo kira, Heejin." ucap Jeno lagi. Lagi-lagi, Jeno berkata seperti itu.
Jeno langsung beralih memeluk Heejin dan mengusap punggung gadis itu pelan. Surprisingly, Heejin merasa nyaman. Seperti tidak ingin melepaskannya. Padahal, yang memeluknya adalah Jeno. Tetangga apartemennya yang paling ia curigai pada awalnya.
Tapi prasangka Heejin salah. Pria itu memang berwajah dingin, tapi tidak dengan hatinya.
Dari kejauhan seorang gadis menatap mereka berdua dengan tatapan tidak suka. Tidak lain dan tidak bukan adalah Hwang Yeji.
KAMU SEDANG MEMBACA
somewhere only we know ✓
Fiksi Penggemarjeon heejin featuring her weird-ass yet creepy neighbors