28. Cara Berteman

159 38 41
                                    

⚠️

***

Sica sangat bersemangat menjelang hari-hari terakhir Ulangan Akhir Sekolah.

Setelah dua minggu yang panjang, ia mulai berani memikirkan rencana liburan. Meskipun hanya sekadar membayang di dalam kepala, Sica merencanakan liburan ke suatu pulau indah di tengah laut dengan pemandangan matahari terbenam yang sempurna. Ia membayangkan duduk di pasir sendirian, mula-mula, lalu sosok pemuda muncul di sampingnya. Rambutnya gondrong, berantakan tertiup angin, kacamata hitamnya memantulkan cahaya oranye. Sica hampir tenggelam dalam pesona itu sebelum ia memutuskan untuk memalingkan wajah dan menepuk-nepuk rok putihnya dari pasir.

Sica sudah sampai pada adegan di mana pemuda itu tersenyum, kaku, namun bersahabat. Sesuatu yang sangat Sica kenal, tapi tidak terpikir satu nama pun untuknya. Adegan itu hanya terus berputar, lambat dan perlahan. Pemuda itu ingin berenang. Matahari hampir terbenam. Sica menolak ajakan pemuda itu berenang, Sica juga ingin memperingatkannya untuk jangan berenang saat hari mulai gelap. Tapi imajinasinya hanya mampu menggerakan bibir tanpa suara.

Pemuda itu berjalan ke laut. Ombak menampar-nampar kakinya. Kemeja santainya berkibar-kibar di tiup angin. Tapi ia tetap berjalan. Ia punya tekad yang kuat. Sica hanya disisakan siluet pemuda itu saat langit mulai gelap. Lalu Cia melempar penghapus ke meja Sica.

Bayang-bayang di kepala Sica lenyap. Tidak ada lagi angin yang berembus, pasir yang lembut, suara debur ombak, dan matahari terbenam. Semua yang ada di depan matanya adalah meja-meja, papan tulis, dinding putih, dan kertas ujian. Sica menoleh pada Cia dengan alis mengerut. Cia menggerak-gerakan bibirnya mengisyaratkan: Buka!

Tidak ada yang bisa dibuka selain kertas yang membalut penghapus, Sica mengoyaknya pelan-pelan seraya melirik guru pengawas yang ada di meja guru. Guru itu cukup diidamkan para siswa untuk jadi pengawas ujian sebab kerjaannya hanya duduk di depan. Terlebih untuk saat ini, Matematika. Barisan belakang tempat Sica duduk sudah ramai dengan gerakan-gerakan sunyi. Mereka tidak dalam kelompok pertemanan yang sama, tapi mereka saling berbagi.

Udh blm? Tulisan tangan Cia. Sica harus memastikan berkali-kali apakah yang ia baca sudah benar, sebab tulisannya sangat kecil dan huruf D menyerupai huruf O, sedangkan huruf L seperti tanda koma. Cia mungkin menulis dengan sangat cepat atau gugup atau sembunyi-sembunyi, bisa jadi ketiganya. Ketika Sica menoleh pada Cia, gadis itu membalas dengan tatapan penuh bintang-bintang, seolah seluruh harapan hidup dan matinya ada di tangan Sica.

Sica menggeleng dengan tatapan merasa bersalah lalu kembali pada kertas ujiannya. Ia sungguhan belum selesai. Kertas coret-coretnya sudah hampir penuh dan Sica harus menyelesaikan setidaknya setengah lagi dari empat puluh soal. Ia sedang menghitung rata-rata gaji karyawan PT. Sumber Berkah sebelum tiba-tiba kertas coret-coret Cia ada di mejanya. Ap aj yg blm? kata Cia versi tulisan kecil dan sulit dipahami itu. Sica menghela napas sambil menulis nomor-nomor yang belum. Sica tidak mengharap apa-apa, ia hanya ingin Cia berhenti mengganggu. Sebenarnya, jika itu Rissa, Sica tidak akan merasa terganggu.

Mata Sica disempatkan untuk melihat ke barisan depan.

Rissa terlihat serius. Sica mengkhawatirkan apakah gadis itu mampu menyelesaikan ujian terakhir ini. Sica tidak sangat pintar, ia mungkin akan berada di peringkat ke tujuh, delapan, atau bahkan sepuluh. Tapi cara Rissa, dulu, percaya akan jawaban-jawaban Sica pada soal apa pun adalah hal luar biasa. Tidak ada yang seperti Rissa dalam mempercayainya. Tidak ada yang seperti Rissa dalam menerimanya. Kehadiran Rissa persis seperti angin segar di gurun pasir, suatu anugerah sampai-sampai Sica ingin lebih banyak lagi angin segar sepertinya. Lebih banyak lagi teman. Lalu Sica sadar bahwa sosok Rissa hanya ada satu. Rissa bukan lagi angin melainkan oasis, sumber dari banyak hal yang selama ini Sica butuhkan setelah panas berkepanjangan. Semua hal yang membuat Sica berpikir kalau satu teman saja sudah cukup.

Satu Waktu Ketika RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang