3

582 104 4
                                    

Senin, Agustus 2015

Berita terbaik di tengah-tengah ke-chaotic-an di hari Senin adalah, aku tahu Mas itu kelas berapa. Ini bisa aku tahu karena kemarin Jumat, waktu selesai olahraga, aku pergi ke kantin. Iya seperti pada umumnya, beli minum dan makanan lain buat mengisi energi yang baru hilang.

Di situ, salah satu temanku sedang ngobrol dengan kakak kelas yang baju olahraganya sama dengan baju olahraga si Mas itu. Setelah dia selesai ngobrol dengan kakak kelas itu, aku mendekat ke arahnya yang lagi antri makan di kantin Pak Brengos.

"Ji, itu tadi yang ngobrol sama lo kelas berapa? Dua belas?" tanyaku pada Aji.

"Hooh, dua belas. Dia sekelas sama ketos yang waktu kita MOS dulu itu."

"Dua belas ipa delapan? Mas Fazrin 'kan?" tanyaku sambil mengunyah snack keju bundar.

"Iya. Ketos mah siapa lagi?" jawab Aji sambil tangannya menelusup ke dalam snack milikku. Udah biasa sih kalau begini, izin minta jajan itu bukan gaya teman-teman kelasku.

"Jam ini kelas dua belas yang olahraga cuma kelasnya kakak kelas itu doang, Ji?"

"Mana gue tau, gue masih kelas sepuluh."

Aji memang cukup nyebelin, sih. Tapi dia relasinya banyak, karena pindahan IPA dan dia anak OSIS. Jadi otomatis dia kenal anak IPA, juga kenal anak IPS. Makanya enggak heran kalau kenalan dia banyak, apalagi sama beberapa kakak kelas.

"Kenapa lo tanya-tanya? Naksir Mas Fazrin ya lo?" ujar Aji yang tebakannya nggak banget.

"Enggak lah? Gue cuma tanya doang, nggak boleh?" jawabku sambil mengunyah snack yang ada di mulutku.

Aji malah senyum-senyum kaya orang gila, senyum yang ngeledekin aku banget.

"Lo stress?"

"Banget. Stress is way of life."

Nggak lama kemudian, Istri Pak Brengos muncul dari antah berantah sambil membawa nasi kuning dengan ayam bumbu kecap pesanan Aji.

"Aji ngutang, Bu?" tanyaku bercanda.

"Langganan utang dia, Nduk*. Utang teroos nggak bayar," timpal Istri Pak Brengos sambil tertawa.

"Loh? Nggak bayar? Oo... ya udah nggak bayar beneran," jawab Aji sambil berlagak memasukkan kembali dompetnya.

"STRESS LO, AJI. YANG SOPAN!"

Udah deh, abis dapet info, aku langsung menggunakan passionku yaitu stalking.

Hal yang pertama aku lakuin adalah buka akun instagram tiap kelas dua belas yang ada. Menggulir postingan yang ada di beranda tiap akun, mengandalkan kejelian mata untuk melihat kakak-kakak yang ada di foto bersama sekelas. Ngecek taggingnya, stalk tiap akun yang sekiranya berindikasi tanda-tanda kehadiran si Mas. Tapi hasilnya nihil.

Ya sebagaimana akun instagram kelas, isinya nggak jauh-jauh dari foto aib sama foto bareng.

Ini si Mas bukan, sih?

Ada sebuah foto yang dilihat dari waktu mengunggahnya, kayanya ini pas Mas Ino masih kelas sepuluh. Nggak jauh beda sih sama yang sekarang. Tapi wajahnya kakak kelas dua belas kaya pada sama semua di mataku.

"Menurut lo, ini Mas yang itu bukan, Yes?" tanyaku pada Yesika yang ada di sebelahku. Dia lagi nyalin tugas yang belum dia kumpulin tadi karena baru balik dari panggilan sekretaris di ruang BK.

Yesika mengalihkan fokusnya kepada ponselku. Ia mengambil alih ponsel dari tanganku dan menatap layarnya jeli, "Kayanya iya? Agak mirip tapi juga kaya enggak mirip,"

Aku mengernyitkan dahiku, makin bingung.

Omong-omong, kegiatan stalking-ku ini aku lakukan di sekolah, curi-curi waktu pelajaran kimia. Aku nggak paham sama kimia, males ngedengerin juga. Mata pelajaran wajib aja aku males banget, apalagi lintas minat.

Duh, iya maaf, aku bukan anak rajin.

*

(*) Nduk : panggilan orang tua kepada anak perempuan dalam Bahasa Jawa.

: /  aji

: /  aji

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AMOR ANDESTIN [LeeKnow x Lia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang