10

346 91 20
                                    

Jumat, September 2015

Ambyar. Itu yang aku rasain. Lihat crush boncengan sama perempuan yang asing di mataku, menciptakan ke-nyeri-an luar biasa di dadaku.

Aku belum pernah lihat perempuan itu sebelumnya, sama sekali malah. Bahkan Aji yang mengenali seisi kelas 12 IPS 1 juga bilang kalau itu bukan temen sekelasnya Mas Ino.

Gimana ya, aku juga bingung. Di satu sisi aku sadar kalau aku cuma pengagum jarak jauh, pengagum rahasia, dan istilah-istilah yang memiliki definisi konkrit 'mencintai dalam diam'. Di sisi lain, aku kok ngerasa sakit juga padahal nggak diapa-apain Mas Ino.

"Lo udah sampe nomer berapa, Li?" tanya Yesika.

Kami lagi pelajaran Sejarah Wajib. Gurunya cuma dateng kasih tugas di LKS yang harus dikerjain, dikumpulin pas jam pelajaran ini habis, terus keluar lagi beliaunya.

"Masih dikit. Nggak tau, gue bete banget," rengekku lalu meletakkan kepalaku di meja.

Sumpah, bete banget. Walaupun aku invisible terhadap Mas Ino, bahkan nggak deket sama sekali. Rasanya nano-nano banget kalau Mas Ino jadian, atau malah punya pacar.

"Lo katanya mau seneng-senengan doang ke Mas Ino, kok bete segini alaynya?" jawab Yesika lagi.

"Hum.. nggak tau," jawabku lirih.

Ada banyak alasan yang membuatku cuma mau jadi secret admirer-nya Mas Ino aja.

Pertama, aku nggak dalam forum yang sama dengan Mas Ino buat bisa kenal.

Kedua, aku sadar diri.

Aku juara satu dalam kejuaraan insecurity. Aku nggak percaya diri, karena ya aku sadar diri. Aku tau posisiku dimana, dan tau posisi Mas Ino dimana.

Err, Mas Ino itu bukan kalangan orang famous sih. Cuman apa ya, nggak susah buat suka ke dia karena tabiatnya; dan wajah gantengnya. Aku juga yakin Mas Ino banyak yang suka, kayanya.

Sedangkan aku termasuk dalam jajaran perempuan out of nowhere kalau tiba-tiba kenalan sama Mas Ino.

"Lo mau ikut ke kamar mandi nggak, Li?" celetuk Sonya yang bangkunya tepat di depanku.

Aku menggelengkan kepalaku untuk menjawab celetukan Sonya. Sonya mengacak rambutku, lalu pergi ke toilet sama Yesi dan Nakia.

Biasanya aku ikut, sengaja di toilet paling dekat sama kelas Mas Ino. Tapi sekarang aku lagi bete sama Mas Ino.

Aku salah sih, karena bereaksi terlalu over karena masalah begini aja. Alay juga, banget. Tapi kadang kalau diinget, bikin sedih banget yang nantinya merambat ke insecurities-ku.

Ke-emo-anku membuat telingaku malfungsi. Aku enggak kedengeran kalau Mahesa udah berangkat ngumpulin tugas Sejarah di ruang guru. Sedangkan aku baru aja selesai ngerjain.

Segera, aku berlari menyusul Mahesa sambil membawa kertasku.

"SAA!" teriakku saat melihat Mahesa yang untungnya masih berjalan di koridor depan laboratorium biologi.

"Lo tuh, kalo mau ngumpulin dicek dulu kek sekelas udah pada ngumpulin apa belom," protesku pada Mahesa sambil terengah-engah. Nafasku tersengal karena lari dari lantai dua gedung baru ke gedung lama. Cukup jauh.

"Udah gue cek, banyak yang belom ngumpulin karena males ngerjainnya. Ya udah gue ngumpulin yang mau ngerjain aja," jawab Mahesa tanpa rasa bersalah.

"Kurang-kurangin deh apatis lo itu," celetukku. Sumpah, Mahesa ini bikin emosi banget.

"Hah? Orang tadi gue udah tanya di depan kelas maunya pada gimana. Lo aja yang kemana tadi?"

Aduh lah, aku kok jadi marah-marah ke Mahesa.

"Ya udah iya," jawabku lalu menyerahkan kertasku kepada Mahesa, yang kemudian diterima apik olehnya.

Karena males balik ke kelas sendirian, akhirnya aku ikut Mahesa ke ruang guru.

Serius deh, Tuhan kayanya lagi nguji aku banget. Mas Ino lagi duduk sambil ngobrol sama perempuan kemarin di depan laci piala dekat ruang komputer. Mana mereka ketawa-ketiwi, kaya orang pacaran yang lagi bahagia banget.

Huhu, perih.

Mahesa dan aku harus melewati mereka kalau mau ke ruang guru. Ya udah, pasang wajah biasa aja.

"Lo nggak usah salting ya, Lia," bisik Mahesa.

"Puter balik dong, Sa. Gue bete banget, seriusan," ceracauku pada Mahesa.

Dasaran Mahesa ngeselin, dia malah jalan lurus aja. Mau nggak mau aku ikut jalan. Deg-deg an lewat depan Mas Ino dan 'perempuan'-nya.

"Assalamualaikum Esa, nanti jangan lupa ke Mushola buat latihan qiro', ya!" perempuan itu melempar obrolan pada Mahesa.

"Waalaikumsalam, oke, Mbak Fir. Duluan ya, Mbak," jawab Mahesa lalu melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti sejenak untuk menjawab salam dari perempuan itu. Jangan tanya aku ngapain, aku lihat asal ke arah lain. Deg-deg an banget tau.

Sumpah ya, aku nggak paham. Beneran kaya dibadutin banget sama semesta.

"Itu, kok kenal?" tanyaku pada Mahesa.

"Bukan, itu bukan pacarnya Mas Ino. Itu adek sepupunya," ujar Mahesa sebelum membuka pintu ruang guru.

Mahesa, kamu peka banget.

*

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AMOR ANDESTIN [LeeKnow x Lia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang