"Are you okey?"
No. She's not. But she's the best liar. "I'm fine. I'm okey."
Dan kini ia duduk di salah satu bus tujuan luar kota tanpa tahu akan singgah di mana. Sebab kepercayaan yang ia bangun baru saja diruntuhkan oleh orang terdekatnya. Oleh seseorang yang ia percaya begitu lama.
Telinganya ditutup oleh earphone. Suara Troye Sivan terdengar. "If I'm gonna die, let's die somewhere pretty." Gumamnya mengikuti suara Troye.
Lisa kecewa. Juga hancur dan semuanya bercampur. Ia hanya ingin sendiri. Maka ia berhenti di sungai Han, duduk di sana berjam-jam. Hanya ditemani suara Troye Sivan.
Hingga ponselnya memutar lagu lain. Pertanda ada sebuah panggilan masuk. Tanpa melihatnya, ia mengangkat, secara tak sengaja terangkat sebenarnya.
"Kamu di mana?" Itu suara Ibunya dan Lisa menarik napas sebelum menjawab.
"Lagi nyari angin. Jogging sebentar." Tak sepenuhnya bohong.
Helaan napas terdengar di ujung sana. "Jangan bohong. Cerita ke Mama."
Lisa mendongak. Langit Seoul hanya diisi oleh awan. "Nanti ya, Ma. Hari ini Lisa mau sendiri."
Tak ada jawaban untuk beberapa saat. "Kamu gak sendiri."
"Iya, Lisa tahu."
"Kamu bisa pulang kapanpun."
Sebutir air mata menitik. "Hm."
"Kamu punya keluarga yang akan menerimamu kapanpun. Lisa gak sendiri."
"Iya." Dan Lisa bisa merasakan suaranya bergetar. "Aku mau pulang deh. Kangen Leo."
Alasan untuk mengakhiri panggilan. "Hati-hati."
"Mama juga."
"Hm."
Panggilan terputus. Panggilan singkat yang membuatnya memeluk lutut erat. Panggilan singkat selalu membuat pertahanannya rubuh. Lisa menghapus air matanya, berdiri, kemudian berteriak. "Aaaaa! You can do it!"
Dan air matanya kembali ia tahan. Tak masalah. Tak apa. Ini mimpinya. Ini jalan yang ia pilih. Dan apapun yang terjadi, Lisa masih memiliki tempat untuk pulang.
Lisa tak sendirian dan ia memiliki tempat untuk pulang. Tempat terhangat yang akan selalu menyambutnya.
Tulisan terakhir yang sebelumnya gak bisa aku selesaikan
-amel