10.

200 18 2
                                    

Setelah pulang dari sekolah, Alexa terbaring di tempat tidurnya. Matanya kini menatap langit-langit kamar, menangkap senyum seseorang yang sangat berarti bagi hidupnya.

Alexa tersenyum melihat wajah Dania di dalam pandangan nya, senyum tulus Dania masih terekam jelas dalam memori Alexa.

Tapi, senyum itu berubah menjadi suara jeritan, tangisan, kesakitan. Kesakitan bagi siapa saja yang menyaksikan nya, menyaksikan sebuah tubuh tergantung dalam kamar tidur, menjuntai tali yang di ikat pada leher.

Alexa menjerit kencang, menangis, meraung, meminta tolong pada siapa pun. Namun, tuhan berkata lain, saat orang-orang berdatangan untuk menolong, nyawa Dania sudah tidak tertolong.

Alexa menangis, menyalahkan takdir, menyalahkan semesta, menyalahkan Tuhan. Kenapa? Kenapa harus adiknya? Tuhan, aku benci ini.

Tiba-tiba Alexa terbangun dari tidur nya dengan keringat yang bercucuran di sekujur tubuh. Alexa tau ini hanya mimpi, tapi kenapa mimpi itu terulang kembali untuk kedua kalinya? Alexa benci mimpi ini.

Kini, dia hanya terduduk diam dengan tatapan kosong, entah apa yang sedang berkecamuk di dalam kepalanya. Beban ini cukup berat bagi Alexa, tidak terasa air mata mulai keluar dari kedua sudut matanya.

Dia mengusap wajah nya dengan kasar, dengan terus menyesali takdir yang sudah terjadi pada hidupnya.

"Maafin gue, Dan" ucap Alexa lirih.

"Gue jadi kakak yang gak berguna"

"Gak seharusnya gue pergi waktu itu" teriaknya semakin menjadi.

"Apa gue harus ikut mati juga, Dan?" Lanjut nya, lalu melihat ke arah cermin besar yang berada di kamarnya.

Ketika Alexa melangkah mendekati cermin tersebut, Alexa memandangi diri nya lewat cermin. Ada kesakitan di kedua mata Alexa, kesakitan yang tidak bisa di obati oleh apapun.

Tangan Alexa melayang tepat pada sebuah cermin besar itu, darah mengalir dari sela-sela jari-jari Alexa.

Alexa merintih kesakitan, dan menangis sejadi-jadinya.

Lalu terdengar seseorang yang memanggil namanya, dengan mata yang sembab Alexa menengok ke arah seorang tersebut.

Wajah panik Haris sudah terpampang jelas disana, Haris segera menggotong tubuh adik nya ke atas kasur dan memanggil Bi Irah untuk membawakan kotak P3K untuk mengobati luka Alexa.

Haris sangat panik begitupun dengan Bi Irah yang melihat darah mengalir dari sela-sela jari Alexa.

"Astagfirullah, Non, kenapa atuh bisa jadi begini" ucap Bi Irah yang ikut mengeluarkan air mata.

Alexa tidak menjawab nya, kini Alexa hanya memandangi wajah Haris yang sangat khawatir padanya.

"Lagi-lagi gue bikin lo kecewa, Ris" batin Alexa.

"Bi, sekarang suruh pak Anas buat siapin mobil, kita ke rumah sakit sekarang" ucap Haris tegas.

"Baik, Den" sahut Bi Irah lalu bergegas memberi tau pak Anas.

Setelah dalam perjalanan menuju rumah sakit, tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Haris. Haris hanya terus mendekap tubuh sang adik dalam pelukannya.

Air mata Alexa pun kembali mengalir deras dari ke dua sudut matanya, dia tau ini kesalahan yang sangat fatal. Ini akan membahayakan dirinya sendiri.

Setelah sampai di rumah sakit, Haris segera meminta bantuan pada suster yang sedang berlalu lalang di sana. Alexa pun kini sudah berada di dalam UGD untuk mendapatkan penanganan oleh dokter.

ALEXATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang