14. Solution (II)

36 8 0
                                    

Kerlap-kerlip lampu ibukota di malam hari menjadi pemandangan yang cukup menarik bagi pria tinggi yang saat ini tengah berdiri di balkon kamar apartemennya. Menikmati semilir angin yang menerpa tubuhnya, dingin? Memang. Tapi dengan itu ia bisa merasakan sebuah ketenangan. Seakan ia bisa sedikitnya kehilangan beban yang tengah di pikulnya.

Bagaimana tidak? Banyak hal yang tengah ada di pikiran pria tinggi itu sekarang ini. Beberapa menit lalu ia telah mengobrol dengan sang Ayah melalui sambungan telepon. Apalagi yang ia dan Ayahnya bahas jika bukan perihal jodoh. Sang Ayah yang hampir tidak sabar ingin melihat anak sulungnya membangun rumah tangga dan si anak yang merasa belum cukup siap untuk menyanggupi permintaan dari Ayahnya.

"Halo... Assalamu'alaikum, Man?" Suara pria paruh baya terdengar dari seberang sana.

"Wa'alaikumussalam Abi.."

"Apa kabar kamu, Man? Apa sekolah sedang sangat sibuk sekarang? Sampai kamu jarang mengabari rumah. Tak tahu apa Abi juga Ummi kamu rindu."

"Alhamdulillah Rahman sehat Bi, Sekolah cukup sibuk karena selain mengajar, Rahman juga memberi kursus kelas tambahan untuk anak kelas 12. Maaf Rahman jarang menelpon Abi, Rahman juga sangat merindukan kalian. Abi dan Ummi sehatkan?"

"Alhamdulillah kami sehat. Hanya saja Abi dan Ummi sangat ingin cepat-cepat mengadakan hajat nikahan. Abi dan Ummi kesepian Man, Kamu jauh di perantauan, Arsyila apalagi di Kairo sana, Hisyam pun tengah sibuk belajar di pesantren. Jujur Abi sudah ingin menggendong cucu, Man."

"Abi... Kan di pesantren banyak sekali santri dan santriwati? Bukankah Abi juga Ummi biasa menganggap setiap santri seperti anak kalian sendiri. Abi dan Ummi tidak seharusnya merasa kesepian."

"Tetap saja berbeda, Man. Kami ingin mengendong cucu kandung kami sendiri. Kamu mau kapan pulang sambil bawa calon, Man? Usia kamu sudah pas untuk menikah, kamu juga sudah cukup mapan. Tidak baik loh menunda-nunda hal yang baik."

"Rahman minta do'anya dari Abi dan Ummi, In Syaa Allah jika sudah waktunya pasti Rahman akan menikah, Bi."

"Selalu seperti itu jawabanmu, Nak. Oh iya dua minggu-an lagi bisa di usahakan pulang tidak, Man? Kalau kamu lupa dua minggu lagi adalah hari milad pesantren. Kamu pulang ya, Man."

"In Syaa Allah akan Rahman usahakan, Bi."

Kurang lebih begitulah percakapan antara anak dan Ayah itu. Itu juga yang menjadi alasan si pria yang lebih muda jarang menghubungi orangtuanya khususnya Abinya. Bukan berarti seorang Zayn Afzalurahman tidak merindukan orangtuanya, apalagi sudah beberapa bulan belakangan ini Zayn tak pulang kampung untuk menemui orangtuanya. Namun hal seperti itu selalu terjadi setiap kali Zayn dan Abinya bertelponan. Abinya selalu saja merengek supaya Zayn segera menikah dan memberinya cucu seakan menikah itu semudah membalikkan telapak tangan.

Zayn sendiri ia merasa harus sangat selektif dalam memilih cikal bakal pasangannya nanti, menikah bukanlah hal main-main. Banyak sekali kasus perceraian yang di sebabkan karena tidak lagi adanya kecocokan, padahal jika dari awal mereka yang menikah itu benar-benar memiliki visi dan misi yang sama yaitu beribadah, kasus perceraian dengan alasan serupa tak akan banyak terjadi. Bukankah menikah adalah ibadah yang sangat panjang? Jika kita sekali salah memilih partner, kita akan hidup lama bersama orang yang salah. Memang jodoh ada di tangan Tuhan, tapi tetap kita harus tetap berusaha mencari yang terbaik dan menjadikan diri terus lebih baik.


*****


Ayesha Pov

Malam ini aku mendapat kabar bahwa sepulangku dari rumah Shela, Shela langsung membicarakan semua masalah yang di alaminya pada orangtuanya. Jangan tanya reaksi orangtua Shela, sudah di pastikan mereka kecewa, marah, sakit hati juga merasa gagal sebagai orangtua.  Tapi mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur, mereka harus bisa menerima dengan ikhlas semua yang telah terjadi. Dan mengambil hikmah darinya.

Bahkan ternyata malam ini juga Riko di temani orangtuanya langsung datang ke rumah Shela untuk membicarakan perihal tanggungjawab. Betul kata Kak Akbar hari itu, bahwa Ayah Riko yang berprofesi sebagai Tentara tak akan membiarkan anaknya lari dari tanggungjawab hanya demi ingin terus mengejar masa depannya. Sesaat setelah Ayah Riko tahu apa yang sudah Riko lakukan dan bagaimana kondisi Shela sekarang, Ayah Riko tanpa berpikir panjang langsung meminta alamat rumah Shela dan berencana langsung menemui Shela juga orangtuanya.

Dan kesepakatanpun terjadi. Pertama, Shela yang memutuskan untuk berhenti bersekolah umum dan akan mengikuti program homeschooling, karena bagaimanapun juga Shela tak ingin sampai benar-benar putus sekolah. Yang kedua, Riko masih bisa tetap bersekolah umum tapi ia harus bisa merahasiakan statusnya. Dan yang terakhir mereka, Shela dan Riko akan menikah dalam waktu dekat, hanya akad nikah yang di hadiri keluarga kecil dari kedua belah pihak.

Setiap orangtua pasti ingin memberikan semua yang terbaik untuk anak-anaknya, entah itu dari segi perhatian, kasih sayang, pendidikan bahkan sampai pada bisa di katakan tugas terakhir setiap orangtua yaitu menikahkan anaknya. Tak sedikit orangtua yang rela mengeluarkan biaya besar untuk membuat resepsi pernikahan yang mewah lagi megah untuk anaknya. Namun berbeda lagi dengan kasus yang Shela dan Riko alami saat ini atau mungkin kasus lain yang serupa, mereka yang menikah di sebabkan MBA (Married By Accident) mereka harus cukup puas dengan menikah sederhana dan hanya di hadiri keluarga terdekat. Kembali lagi inilah resiko yang harus mereka terima.



Jangan lupa vote dan komen-nya...😊
Soalnya apresiasi dari kalian sekecil apapun itu jadi moodbooster buat aku terus nulis...
Terimakasih...❤

AYESHA By. @evafzh99 HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang