| 32 |

1.3K 199 7
                                    

Happy reading!

🍁

Jisung menyadari kalau gue capek merangkulnya karena perbedaan tinggi yang cukup jauh. Jisung ini emang tinggi banget tubuhnya. Nggak heran sih, Abangnya aja tinggi menjulang kaya tiang. Kini Jisung yang merangkul gue. Gue sama Jisung jadi akrab banget karena sama-sama suka bermain game.

"Btw, Kak Ale tau kan kalo Kak Jae pernah pacaran sama Kak Wendy?"

Gue mengangguk. "Iya, tau. Kenapa, Ji?"

Bukannya kembali ke dapur, gue malah ikut Jisung ke kamar Kak Jae. Kenapa kamar Kak Jae? Biar nggak ketauan sama Mami.

"Semalem gua liat mereka ngobrol, Kak. Di balkon, malem-malem. Ngapain coba?" Jisung bercerita dengan semangat. Ia nggak sadar kalo gue sebenernya agak cemburu.

Gue mengibaskan tangan, "Yaelah, Ji. Mereka kan temenan doang."

Jisung mencibir, "Temenan tapi pelukan emang ada?"

"Ada, Ji. Banyak," kata gue pelan. Gue hanya perlu memikirkan hal positif, walaupun sebenarnya ada banyak kemungkinan negatif yang berkeliaran di otak gue.

"Kak Ale—maaf ya Jisung sebenernya nggak maksud. Jisung cuma pengen jujur. Abang emang suka gitu, Kak. Harus dikontrol." Jisung menepuk pundak gue pelan.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Kak Jae keluar dari kamar mandi dengan keadaan rambut basah. Udah make baju kok tenang aja. Gue langsung bertatapan dengan Jisung. Panik sih ada.

"Ji, lo kok disini dah? Dicariin Mami loh." Kak Jae jelas banget mengusir Jisung.

Kak Jae melirik gue yang ingin pergi menyusul Jisung. "Ale, lo disini aja."

"Ngomong apaan aja dia ke kamu?" tanya Kak Jae galak.

"Hah—oh, cuma cerita-cerita aja kemaren pada makan-makan." Gue cemberut. "Paraah, nggak ngajak aku."

"Sorry. Kirain kamu udah mau tidur." Kak Jae menghampiri gue kemudian duduk di sebelah gue. "Jujur aja, Jisung ngasih tau apa ke kamu?"

"Kamu ngobrol sama Kak Wendy," jawab gue pada akhirnya.

"Kamu percaya aku atau Jisung?" Kak Jae menatap gue lembut banget.

Gue menghela napas. "Kak, today is your special day and I don't want to mess it up."

"Jawab aku, Alesha." Kak Jae menatap gue serius.

Suaranya lembut, tapi kedua matanya seolah-olah ingin membunuh gue. Gue terdiam kemudian menunduk sambil memainkan jemari. Hati dan pikiran gue sedang berdebat sekarang. Hati gue menyuruh untuk memilih percaya Kak Jae, sedangkan otak gue berkata sebaliknya.

"Ale—

Ponsel gue yang berada di atas kasur berdering. Tertera nama 'Yugy' di layar. Kak Jae yang menyadari hal itu pun mengacak rambutnya kesal. Gue masih diam seperti patung. Kak Jae akhirnya menyuruh gue untuk mengangkat telepon dari Yugyeom.

"Kenapa, Gy?" tanya gue pelan.

"Sibuk nggak? Gua masuk UGD,"

"Kok bisa?" Gue panik banget.

Yugyeom ini walaupun sering balapan, dia jarang banget masuk rumah sakit. Yugyeom tuh ibarat kucing yang nyawanya ada sembilan.

"Gua dari kemaren lupa makan—

"Bodoh banget lo, Gy! Makanya makan! Lo ngapain aja sih? Paling cuma deketin si Yerin doang kan."

Kak Jae berdeham. Ia memberi kode agar segera menutup telepon.

Chasing You [Jae Day6] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang