| 39 |

1.3K 185 14
                                    

Happy reading!

🍁


Bang Brian mengomeli gue dan Jisung karena tadi pagi Anna jatuh. Jisung membela gue. Padahal Anna sudah menceritakan segalanya, tapi tetap aja Bang Brian menyalahkan gue. Yaudah dengerin aja, gue juga nggak serius banget menanggapinya.

"Bang, lo sampe kapan di sini?" tanya gue saat Bang Brian sudah selesai marah-marah.

"Seminggu lagi. Kenapa? Mau pulang ya lo?!" Bang Brian memandang gue sensi.

Gue mengangguk. "Iya, enakan di rumah gue. Di sini males ketemu mantan."

"Oh, udah ketemu?" tanya Bang Brian santai.

Jisung menyahut. "Lo sengaja ya, Bang?"

"Maaf ya Alesha, sebenernya ini rencana aku." Kak Seulgi angkat bicara.

Gue tersenyum paksa. "Nggak apa-apa, Kak. Makasih udah mau repot-repot mikirin aku."

"Ale sekarang udah bahagia sama gua, Bang. Nggak usah di deketin lagi sama temen lo." Jisung memandang Bang Brian dengan serius.

Gue mendorong bahu Jisung. "Apaan sih lo?!" Pandangan gue beralih pada Bang Brian dan Kak Seulgi yang tampak merasa bersalah. "Jangan didengerin ya, Bang, Kak. Jisung lagi capek aja makanya jadi aneh."

Gue pamit pergi ke kamar sambil menarik tangan Jisung secara paksa. Jisung diem aja karena dia tau kalau dia salah. Kesepakatannya nggak kaya gini. Setelah masuk ke kamar, tidak lupa gue mengunci pintu. Bahaya kalau sampe ada yang denger. Bisa-bisa gue sama Jisung dimarahin Bang Brian.

Gue duduk di pinggir kasur dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Sementara Jisung malah berbaring di kasur gue dengan santai, seperti tidak merasa bersalah. Kita sama-sama bungkam sampai akhirnya Jisung mengubah posisinya menjadi duduk.

"Gua tau, Le. Lo masih sayang kan sama Kak Jae? Makanya gua nggak mau lo malah kepikiran terus—

"Sung, kesepakatan kita tuh nggak kaya gini ya! Kita tuh cuma saling membantu move on dari masa lalu. Kita sama-sama gagal. Lo yakin kalo kita terusin kesepakatan ini akan menjamin kita bahagia bareng-bareng?" Gue menghela napas. "Perasaan beneran nggak bisa dibohongin, Sung."

"Lima tahun kita udah kaya gini, Le." Jisung memandang gue sendu. "Apa lo nggak capek nunggu Kak Jae yang jelas-jelas udah punya istri?"

Gue terdiam. Otak gue masih berpikir keras dengan situasi saat ini. Gue sontak memandang Jisung sambil menutup mulut karena kaget. "Sung, jangan bilang lo... Lo punya rasa sama gue?!"

Jisung langsung memukul gue dengan bantal yang sedari tadi ia genggam. "Pede abis lo, Le! Chaeyeon is the best!"

Gue bernapas lega. "Yaudah kalo gitu... Kita udahan aja?"

"Ya jangan dong! Pacaran sama lo tuh kayanya enak ya, Le. Gua jadi kepengen..." Jisung tersenyum. "... Tapi sayangnya gua nggak pernah bisa melihat lo sebagai perempuan. Gila ya."

Gue menunjuk Jisung dengan emosi. "Karena otak lo isinya Chaeyeon semua! Mana pengecut banget lagi nggak mau deketin."

"Lah lo juga kali? Temen lo semuanya udah nikah, lo doang yang belom!"

Gue merengut. "Kan calonnya udah nikah duluan."

Jisung tertawa dengan cukup keras. Ia sampai memegangi perutnya yang sakit karena kebanyakan tertawa.

Kesepakatan konyol kita berawal dari nikahan Bang Brian. Gue dan Jisung sama-sama kepengen nikah, tapi nggak ada calonnya. Kita saling membantu melupakan masa lalu. Kemudian Jisung punya usul, katanya kalau sampai lima tahun tetep nggak ada yang berubah, kita nikah aja.

Chasing You [Jae Day6] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang