Berhentilah membohongi diri sendiri dengan kalimat 'jangan menilai seseorang dari penampilan'. Sebab, tak ada mata yang langsung mengenali kebaikan hati. Mau tidak mau, rupalah yang membimbing kita menuju sebuah hubungan, apa pun.
💮💮💮
Matahari yang tadinya meninggi kini mulai melandai. Terik yang menyertainya pun berkurang, membuat tenda biru tempat pesta pernikahan yang digelar sejak pagi itu akhirnya mulai didatangi lebih banyak tamu. Hari ini katering Nurul Aini memang tengah memasak untuk sebuah acara pernikahan di kampung sebelah, di daerah tempat tinggal Bu Sugeng. Mereka tidak memesan sesuai jumlah, tetapi meminta katering yang memasak di tempat. Otomatis pekerjaan dilakukan sebelum fajar dan berakhir malam, bahkan bisa hingga tengah malam.
Rahman berdiam di dekat salah satu tiang pancang tenda. Tadinya ia asyik memandang pelaminan yang dihias bunga-bunga berwarna putih dan hiasan dedaunan imitasi yang menjuntai bak tanaman anggur yang ditanam di pergola. Seiring waktu yang berlalu, ia kini mulai mengamati tamu yang mulai berdatangan. Sebagian besar seumuran dengan sang mempelai. Pastilah mereka semua teman atau rekan kerja, mengingat mereka juga datang secara berkelompok.
Sudah menjadi hal yang biasa di tempat tinggal Rahman ketika tamu pernikahan sering datang bergelombang. Seringnya berdasarkan hubungan yang ada. Tamu pagi hari lebih beragam karena biasanya orang-orang yang takut tak punya waktu untuk datang di lain waktu. Siang hari akan sepi, disusul menjelang sore teman-teman kerja si pengantin yang seringkali baru pulang dan masih memakai seragam mendominasi. Setelah itu hingga malam pesta akan menjadi paling semarak. Tetangga dan orang-orang dari lingkungan sekitar seolah memiliki pemikiran yang sama jika itulah waktunya mereka datang. Makanan yang tersaji bisa ludes dalam sekejap sehingga kerja para juru masak menjadi sangat sibuk.
Namun, jam masih menunjukkan pukul setengah empat sore ketika Rahman masih belum melakukan apa pun selain mengamati tamu yang datang dan pergi. Rasanya membosankan. Tadinya ia sempat mengajak ngobrol pemuda kurus yang bertugas menjaga sound system, tetapi obrolan yang ujung-ujungnya mengarah ke ranah lagu-lagu perdangdutan tersebut sama sekali tak cocok untuk Rahman. Tidak ada alasan khusu. Ia hanya bukan penggemar lagu dangdut, lebih tepatnya bukan penikmat musik jenis apa pun.
Panggilan singkat dari Salma yang menyelamatkan Rahman dari keharusan untuk lebih lama mendengarkan jenis-jenis goyang khas para biduanita. Akan tetapi, sepupunya itu hanya meminta bantuan untuk mengangkat salah satu panci besar berisi kuah panas. Setelah itu, Rahman pun harus mencari cara untuk menghindari percakapan lebih lanjut dengan pemuda tadi. Dan, berakhirlah ia di salah satu tiang, bersandar dengan pikiran penuh rasa jenuh. Namun, posisinya yang dekat dengan satu dari dua meja hidangan memberinya sedikit perasaan bekerja. Katakan saja ia tengah bertugas menjaga makanan.
"Beneran, Bu? Wah, seharusnya Rifa saja yang dikenalkan. Saya yakin Fathia juga nggak akan suka dijodoh-jodohkan."
Rahman yang tadinya bersikap santai seketika berjingkat. Dia memang tak mengenali suara perempuan yang baru didengarnya, tetapi dua nama yang disebutkan masih teringat jelas. Dua putri Bu Sugeng yang memberinya pengalaman cukup 'mengerikan'.
"Fathia yang lulusan dokter saja Rahman nggak mau, apalagi Rifa yang kuliahnya nggak selesai-selesai." Kali ini Rahman mengenali dengan jelas suara tersebut. Terang saja, karena sosok Bu Sugeng tampak di depan salah satu meja hidangan. Tangannya sudah memegang piring dan siap memilih makanan, tetapi mulutnya lebih bersemangat untuk lanjut bertukar cerita dengan rekannya, perempuan sebaya yang tak Rahman kenal. Kedatangan mereka benar-benar tak Rahman duga karena biasanya ibu-ibu sekitar tempat acara memilih datang di malam hari. Kehadiran mereka tampak mencolok di antara tamu-tamu lain yang kebanyakan masih berusia muda dan berpenampilan santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Pukul Empat
RomanceDalam hidup Rahman, jodoh bukanlah prioritas. Ia percaya seseorang akan hadir jika waktu dan sosoknya telah pantas. Namun, suara merdu Maudy yang kerap ia dengar melantunkan ayat suci nyatanya berhasil membuat Rahman terjerat, meski hatinya bersike...