Berpikirlah sebelum bertindak. Karena pada dasarnya, kamu paham jika penyesalan selalu datang di akhir. Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, sebelum tau kebenarannya.
~Mentari
______________________________________________Seorang laki-laki dengan tubuh tinggi, kulit putih, hidung mancung, bibir merah alami, dan mata coklat, dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya, baru saja sampai di bandara. Matanya mencari keberadaan seseorang yang katanya akan menjemputnya di bandara, sore ini. Ia membuka kaca matanya, saat orang yang ia tunggu itu tiba. Seorang gadis cantik yang melihat keberadaannya, lantas tersenyum dan sedikit berlari menghampiri dirinya.
"Abang ... Bila kangen banget, tau," ucap gadis itu sambil mendongak ke arah laki-laki yang lebih tinggi darinya, setelah sebelumnya memeluk laki-laki itu.
"Abang enggak, gimana dong?"
"Abang!"
"Becanda sayang." Tangan laki-laki itu mengelus kepala gadis berkerudung yang ada di depannya saat ini. "Pulang yuk, kangennya nanti aja, abang capek," lanjutnya sambil merangkul gadis itu. Gadis yang di rangkul tersebut lantas tersenyum. Gadis itu tak lain adalah Mentari. Laki-laki itu memanggilnya dengan panggilan Bila yang dikhususkan untuk Mentari.
Reynand Albert Orlando, anak sulung dari saudaranya mama Mentari. Laki-laki kelahiran Singapura. Berusia 18 tahun dan baru tamat tahun ini, itulah alasannya untuk kembali ke Indonesia. Ia ingin melanjutkan kuliah di Indonesia, dengan tinggal di rumah Mentari. Sebenarnya ia berpikir untuk dibelikan apartemen saja, namun orang tuanya melarangnya.
"Jadi, beneran abang bakalan nginap selama abang kuliah?" tanya Mentari ketika perjalanan pulang.
"Iya sayang. Gimana, senang gak punya abang yang serumah, untuk beberapa tahun kedepan?" ucap Reynand sambil melihat sesaat ke arah Mentari, lalu kembali fokus menyetir.
"Senang banget, Bila jadi gak kesepian kalo mama sama papa lagi ada kerjaan di luar," ucapnya dengan antusias. "Abang, waktu SMA, ada pacar gak? Kalo ada, terus gimana respon dia, pas tau kalo abang bakal ke Indonesia?"
"I don't have a girlfriend, honey."
"Seriously? Bila gak percaya, kalo orang kek abang gak punya pacar. Bukannya apa, tapi masa sih gak ada yang suka sama abang?"
"Heran, kan? Ya kali orang ganteng gini gak ada yang naksir," ucapnya dengan sedikit terkekeh.
"Idih! Kepedean," gerutu Mentari.
"Gak jarang cewek yang capek ngode abang, nyatain perasaannya langsung ke abang, tapi abang tolak. I said, if I already have a girlfriend."
"Not clear," ucap Mentari yang bingung dengan ucapan Reynand yang berbelit-belit.
"Haha ... Apanya yang gak jelas? Jelas kok. Abang bilang kalo kamu pacar abang."
"What the hell!"
"Abang gak mau pacaran bukan karena gak laku, cuma malas aja. Ya udah, abang bilang aja kalo kamu pacar abang. Kalo ada yang gak percaya, abang tunjukin chatan abang sama kamu. Soalnya kan, abang panggil kamu, sayang," jelas Reynand.
"Oh ... Jadi, abang panggil sayang, karena itu alasannya?!"
"Enggak sayang, maksudnya biar mereka percaya. Lagian, sejak dulu juga abang panggil kamu sayang, atau enggak, Bila."
"Then, they believe?"
"Of course."
Karena jarak bandara dan rumah cukup jauh, Mentari sampai ketiduran di dalam mobil. Reynand menatap Mentari sesaat, sebenarnya ia tak suka menyembunyikan sesuatu dari gadis itu, sesuai janjinya. Namun, kali ini ia belum bisa memberitahukan yang sebenarnya pada gadis itu. Ia tau jika ia sudah melanggar janjinya. Mentari sudah seperti adiknya sendiri. Karena mereka sama-sama anak tunggal, jadi kedekatan mereka layaknya saudara kandung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari [TAHAP REVISI]
Short StoryPertemuan memang merupakan awal dari sebuah cerita. Tapi perpisahan, bukan akhir dari sebuah cerita. Kau dapat mengambil pelajaran dari setiap pertemuan atau perpisahan. Cahayanya sama-sama indah, namun sulit untuk bersatu. Cahaya itu tampak pada s...