"Saat kau bermimpi dan mimpi itu terasa nyata, bangunlah! Dan terima kenyataan."
※※※
Langit Yogyakarta, tahun 2017.
Aroma khas menusuk indra penciuman, membuat perut berdendang nyaring. Shakila tengah mengaduk-aduk makanan dalam kuali dengan tungku perapian modern. Tidak seperti di pesantren yang menggunakan kayu bakar.
Setelah itu Shakila menyajikannya pada sebuah piring dan menata di meja makan. Ada dendeng, rendang, asam padeh, gulai paku, gulai tauco, dll. Semuanya masakan khas Sumatra Barat. Suasana meja makan seolah-olah berada di rumah makan Padang.
Shakila belum bisa memasak makanan yang biasanya di daerah sini, itulah kenapa ia membuat semua masakan daerahnya.
"Mas, makan dulu!" ucap Shakila melihat Hanif yang turun dari tangga dengan baju kemejanya. Ia terlihat sangat menawan, dengan kulit putih, rahang tegas, dan alis tebalnya.
"Iya," balasnya seraya duduk di meja makan. Shakila menyendokkan nasi putih ke dalam piring Hanif dan memasukkan berbagai macam lauk.
"Berasa di rumah makan Padang ya," ungkap Hanif.
"Iya, Mas. Aku belum terlalu pandai memasak makanan sini."
"Iya, nggak papa kok. Saya suka, jadi nggak perlu ke rumah makan lagi," ucap Hanif memperhatikan gerakan Shakila yang tengah menuangkan air bening ke dalam gelas.
"Oh iya, mama ke mana?" tanya Hanif kemudian.
"Kata mama, beliau ada kepentingan di luar. Aku juga tak menanyakan detailnya." Shakila pun mengisi piringnya dengan nasi dan asam padeh serta gulai tauco.
Setelahnya hening, mereka sibuk menikmati makanan yang ada di piring masing-masing.
"Sha, entar malam kita ke luar. Biar kamu bisa merasakan kuliner di sini," ucap Hanif setelah makanannya habis.
"Mas yakin mau ngajak aku?"
"Kenapa enggak?" Hanif bingung dengan sikap Shakila.
"Apa Mas nggak malu dengan aku? Aku bukan perempuan karier, Mas. Tak pandai berdandan dan aku hanya seorang ibu rumah tangga," ucap Shakila tak percaya diri. Mengingat suaminya adalah seorang dokter. Sedangkan dirinya?
Hanif hanya terkekeh, membuat Shakila memanyunkan bibirnya. "Mas kenapa?" tanyanya.
"Kamu lucu!" ucap Hanif.
"Dan sekarang Mas malah ngetawain aku." Shakila menghela napas.
"Pokoknya aku nggak mau tau, ntar malam kita pergi," ucap Hanif final.
"Sini!" lanjutnya dan menyuruh Shakila mendekat.
Shakila pun melangkah ke hadapannya. Hanif memangkas jarak di antara mereka, membuat Shakila menahan napas karena jarak yang begitu dekat. Jatungnya bekerja dua kali lebih cepat, selalu begitu saat ia berdekatan dengan Hanif.
Hanif menunduk, menyejajarkan wajahnya dengan Shakila. Membuat perempuan itu menutup mata.
"Kamu kenapa, Sha?" tanya Hanif. Shakila pun mengintip dan membuka mata. Dugaannya salah, kenapa di menjadi kegeeran begini? Ia pun menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
"Salim," lanjut Hanif mengangkat tangannya di depan Shakila yang disambut oleh perempuan itu. Hanif pergi tanpa berkata-kata, membuat Shakila sangat kesal. Lalu meremas tangannya.
"Oh iya, ada yang ketinggalan." Pria itu berbalik lalu mengecup kening Shakila sekilas. Membuat perempuan itu salah tingkah, kekesalannya berubah menjadi kebahagiaan. Hanif selalu saja membuatnya begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seseduh Kenangan Tentangmu | Terbit✅
General FictionGempa memorak-porandakan kota Padang, membuat Shakila kehilangan harta benda dan orangtuanya. Gadis itu kabur dari tenda pengungsian dan tinggal di pesantren. Suka duka ia rasakan semenjak berkenalan dengan Humaira, anak pemilik pondok yang justru m...