Bab 6: Hilang💦

225 22 0
                                    

"Aku pernah berpikir tentang keburukan. Hingga aku pun menyadari keburukan tak selamanya buruk, kadang kala prasangkalah yang membuatnya tampak tak terpuji."

※※※

Langit Bukittinggi, tahun 2011.

"Ummi, ayolah! Mai mohon kali ini aja. Kami mau pergi ke Bukittinggi. Nanti Mai bakal nginap di rumah Tek Ati." Humaira menggoyang-goyangkan lengan Siti, Umminya!

"Nggak Mai, kalian perempuan! Ummi takut sesuatu buruk terjadi," ucap Umminya bersikukuh.

"Insyaallah, Mi. Kami bisa jaga diri kok." Humaira memelas. Sedangkan Shakila hanya bungkam, membiarkan gadis tomboi itu berusaha meyakinkan Umminya jikalau mereka akan baik-baik saja.

"Lagian sama Abi nggak papa, kan Mi!" Gadis tomboi itu menoleh pada Shakila. "Sha! Bantuin dong!"

Shakila hanya mangut-mangut. "I-iya, Mi. Nanti kalau ada apa-apa kami akan segera hubungi Ummi, kan di sana juga ada Tek Ati." Humaira mengangguk membenarkan.

Umminya tampak bimbang dan pada akhirnya mengiyakan. "Yasudah, kalian boleh pergi. Namun, hati-hati. Kalo ada apa-apa segera hubungi Ummi. Nanti Ummi akan telepon si Ati."

"Yey ... makasih Ummi." Humaira memeluk Siti sangat erat.

"Mai! Ummi sesek," ungkap Ummi dalam dekapan Humaira.

"Hehe ... maaf Ummiku sayang." Humaira cengengesan dan segera mengurai pelukannya.

"Sha! Ummi percaya sama kamu. Kalian baik-baik ya." Siti memegang bahu Shakila.

"Insyaallah, Mi," balas Shakila.

Shakila, Humaira, dan Caca. Mereka duduk anteng di dalam bus. Melihat ke luar jendela, kiri dan kanan yang terlihat adalah hijaunya alam. Pesawahan, sungai, dan rimba terbentang luas. Mata mereka berbinar melihat pemandangan itu. Sudah lama tak cuci mata, akhirnya bisa travelling setelah cukup lama berdiam di pesantren.

"Kak, itu liat. Ada air terjun." Caca menunjuk-nunjuk air yang terjatuh dari puncak tinggi. Sangat deras dan jernih.

"Iya Cha. Cantik, kan?" Shakila meminta persetujuan.

"Iya kak." Caca pun mengangguk senang.

Humaira menyahut, "Caca berani nggak melompat dari atas? Seru loh Cha, bisa berenang." Shakila melotot karena ucapan Humaira yang tidak masuk akal, yang dibalas senyum tiga jari oleh gadis itu.

Mereka telah sampai di Bukittinggi usai perjalanan panjang. Merebahkan diri di kasur kapuk milik Tek Ati, baru beberapa menit Humaira pun sudah masuk ke alam mimpinya. Membuat Shakila menghela napas panjang.

"Sha, tidak makan dulu? Etek sudah menyiapkan lauk." Suara Tek Ati terdengar di ambang pintu.

"Tidak, Tek. Kami tadi sudah makan di perjalanan. Besok aja ya, Tek." Shakila berhenti sejenak dari kegiatannya yang merapikan pakaian-pakaian dalam tas besar.

"Nanti kalau lapar tinggal ambil di dapur aja ya," ucap perempuan dengan usia yang ditaksir berkepala tiga itu.

"Iya, Etek nggak usah repot-repot."

"Enggak kok," sahut Tek Ati. Ia mengarahkan pandangannya pada sosok yang tengah tidur di atas dipan. Lalu menggeleng.

"Humaira! Tidakkah mau berkemas?" tanya Tek Ati yang dibalas racauan tak jelas oleh gadis tomboi itu.

"Kau selalu saja begitu, nanti aku bilangin ke Ummimu." Humaira langsung berdiri dari kasur dan mengumpulkan separuh nyawanya.

"Jangan dong, Tek. Aku kan mau jalan-jalan." Humaira cemberut dengan mata sayu.

Seseduh Kenangan Tentangmu | Terbit✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang