"Jangan hidup dengan apa kata mereka! Sebab mereka hanya mampu berkata, terlalu banyak berbicara."
※※※
"Sebenarnya ... aku kekunci di toilet." Shakila menggigit bibir bawahnya. Ia takut jika Hanif marah.
"Saya tau ponselmu tertinggal, saya nggak akan menyalahkanmu." Shakila menghela napas lega mendengar penuturan dari Hanif.
"Aku minta maaf karena telah membuat khawatir." Shakila menunduk seraya mengusap rambut hitam legam, Habib.
"Tidak apa-apa, Sha. Ayo kita pulang."
Shakila pun meraih tas dan menyandangnya di bahu. Ia mengusap air mata Habib dan membimbing tangan bocah itu.
Hanif mengantarkan mereka pulang, setelahnya dokter itu kembali ke rumah sakit. Namun, ditolak oleh Shakila karena ia tidak mau merepotkan Hanif. Ia beralasan mau membeli mangga dulu.
Sekarang wanita dan bocah kecil itu tengah berjalan di trotoar. Mereka sedang menunggu angkutan umum yang sedari tadi tak kunjung lewat. Akhirnya mereka memutuskan refreshing sejenak.
"Umah nggak jadi beli mangga?" ucap Habib kepadanya. Alasannya tadi dianggap serius oleh Habib.
"Iya sayang. Tapi Umah nggak liat ada yang jual mangga. Kita cari di mana ya?" Shakila menatap sekitar, pada saat itu Habib berlari ke seberang jalan karena melihat mangga.
Shakila langsung berteriak, "Habib, tunggu Umah!"
Di dalam mobil berwarna hitam seorang perempuan tak berhijab mengomel kepada suruhannya "Hei, jangan tabrak anak itu bodoh. Tabrak ibunya!"
"Baiklah nyonya."
"Nah yang itu, cepat tabrak!" Ia menyuruh rekannya untuk menabrak seorang wanita berhijab yang tengah berlari menuju anaknya.
Shakila melihat mobil hitam yang melaju dengan kecepatan tinggi. Ia pun mempercepat larinya, siapa orang yang membawa mobil begitu cepat?
Sedikit lagi kuda besi itu akan menghempaskan tubuh mungil Shakila hingga seseorang dengan cepat menarik lengannya.
"Kau tidak apa-apa wanita sombong?" ucap orang itu. Shakila langsung mendorongnya saat mengetahui yang memegangnya adalah seorang pria.
"Iya tidak apa-apa, terima kasih Tuan." Shakila segera menggandeng Habib yang menatapnya dengan polos, setelah itu terdengar tabrakan. Shakila menoleh, mobil yang akan hampir menabraknya tadi oleng dan mengenai tiang listrik.
Tubuh Shakila langsung gemetaran, keringat dingin mengucuri tubuhnya. Ia sangat takut, mungkin phobianya kambuh lagi. Ia teringat saat gempa yang membumi hanguskan kotanya dulu, ingatan itu selalu berputar-putar di kepalanya.
Tampak seorang perempuan dan laki-laki keluar dengan sempoyongan. Wanita itu memakai masker berwarna hitam. Tunggu! Bukankah orang itu yang dilihatnya tadi di toilet?
Wajah sakila pucat pasi seperti habis melihat makhluk gaib.
"Kamu kenapa?" Pria tadi bertanya saat melihat ada yang tak beres dengan Shakila. Ia melihat tubuh gemetar dan kening Shakila yang begitu berkeringat.
"Aku baik-baik saja," ucap Shakila lalu menarik tangan Habib untuk melangkah beriringan dengannya.
Tubuh Shakila tak bisa dikendalikan, ia sangat lemah tak mampu melangkah. Keringat dingin mengairi sekujur tubuhnya, ia mencoba menahan tangannya yang gemetar. Akhirnya Shakila terduduk, ia menangis sesegukan.
"Umah kenapa?" Bocah laki-laki itu pun menangis begitu kencang, mengundang perhatian orang-orang yang berlalu lalang. Mendengar teriakan itu, pria tadi segera mendekat ke tempat Shakila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seseduh Kenangan Tentangmu | Terbit✅
Ficción GeneralGempa memorak-porandakan kota Padang, membuat Shakila kehilangan harta benda dan orangtuanya. Gadis itu kabur dari tenda pengungsian dan tinggal di pesantren. Suka duka ia rasakan semenjak berkenalan dengan Humaira, anak pemilik pondok yang justru m...