"Setiap luka pasti ada penawarnya, maka carilah jika ingin sembuh dari pedihnya tersakiti. Dan berdoalah, gantungkan harapan pada Illahirabbi. Sematkan doa hingga kamu tau hanya Dia Sang Maha pembolak balik hati."
※※※
Siang ini Shakila duduk di rerumputan memandangi sisa-sisa reruntuhan bangunan. Sirine ambulance pun masih saling bersahutan, tak jarang bungkusan orange berisikan mayat dibawa silih berganti mengiris pemandangan.
Shakila meremas rerumputan hijau di sekitaran kakinya. Ia sangat hancur, ada sesak saat melihat air mata dan teriakan orang-orang di sekililingnya. Sebegitu besar Tuhan mengujinya hingga menimpakan cobaan yang begitu berat.Tenang Shakila, kamu pasti kuat. Allah maha baik telah menyelamatkan nyawamu. Banyak orang yang membutuhkanmu. Ia mencoba menyemangati diri sendiri.
Shakila masih ingat bagaimana ummi dan abinya berpesan, "Sha, kamu harus jadi anak yang sholehah biar bisa banggain ummi dan abi," ucap umminya kala itu.
"Teruslah belajar nak, jangan pernah berhenti memperbaiki diri. Hafallah Alquran karna ia akan memberi syafaat kelak." Abinya tersenyum, senyum yang akan selalu ia rindukan.
Dimanapun ummi dan abi sekarang, Sha akan selalu mendoakan semoga ummi dan abi senantiasa dalam lindungan-Mu Rabb. Doanya dalam hati.
Dari kejauhan tampak seorang bocah perempuan berlari kecil ke arahnya. Rambut kuncir kudanya bergoyang. Bocah itu menangis.
"Kamu kenapa nangis?" Shakila menghapus air mata di pipi si kecil itu.
Ia langsung memeluk Shakila dan berucap, "Aku takut kak, banyak yang nangis terus mereka bilang sakit."
"Jangan takut ya! Kita doain semoga mereka semua cepat sembuh dan ngak nangis lagi."
"Iya kak," sahutnya.
"Caca juga ngk boleh nangis, ntar cantiknya hilang." Shakila mencubit hidung Caca.
Di sisi lain seorang pemuda tengah memperhatikan. Ia melangkahkan kaki menghampiri, berniat memberitahu perihal keluarga gadis itu. Ia tau keluarga Shakila saat gadis itu menyerahkan foto yang sempat ia pungut di rumahnya yang telah roboh. Namun langkahnya tertahan, sepertinya sekarang bukanlah saat yang tepat. Ia tidak mau merusak kebahagiaan gadis itu. Ia tak mau senyuman itu pudar dari wajahnya. Entah itu senyuman tulus atau senyum penuh kepalsuan.
Hanif memutuskan pergi. "Maaf Sha, saya telah melukaimu." Hatinya berkecamuk, gadis itu telah mempercayakan harapan kepadanya namun ia tak mampu mewujudkan harapan itu. Memang ini bukan salahnya, karena Allahlah yang berkuasa di sini. Mungkin juga inilah yang terbaik untuk gadis itu.
Hanif terus berjalan hingga langkahnya terhenti oleh suara seorang perempuan "Nif!" panggilnya. Hanif berbalik, ternyata perempuan itu adalah Mitha.
"Iya Mit, ada apa?" Hanif memandangnya datar.
Orang yang ditanya malah terlihat gugup, tak tau apa yang harus dikatakan. "Mm ... gimana tadi?" Pertanyaan bodoh apa ini, rutuknya menyesali.
"Hm?" Hanif menaikkan sebelah alisnya, sungguh pertanyaan yang ambigu.
"Maksudnya, apa evakuasi korban berjalan dengan lancar?"
"Alhamdulillah, namun ada beberapa kendala."
"Kamu udah istirahat?" Mitha menggigit bibir bawahnya.
"Iya, saya mau shalat Mit. Kalau gitu saya pergi dulu, Assalamualaikum."
"Waalaikumusalam." Mitha menatap miris punggung Hanif yang sudah menjauh dari hadapannya. Mitha hanya mampu tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seseduh Kenangan Tentangmu | Terbit✅
Ficción GeneralGempa memorak-porandakan kota Padang, membuat Shakila kehilangan harta benda dan orangtuanya. Gadis itu kabur dari tenda pengungsian dan tinggal di pesantren. Suka duka ia rasakan semenjak berkenalan dengan Humaira, anak pemilik pondok yang justru m...