8

15 1 0
                                    

Kecanduan itu mengerikan. Apakah sekarang aku kecanduan akan dirimu?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Lamunanku melamun jauh membayangkan kejadian-kejadian bersama Hesa. Aku bertanya-tanya apakah ini kebetulan atau memang takdir. Tuhan, apakah sekarang aku mulai memikirkannya?

"Dir, kayaknya udah mulai disuruh kumpul deh buat acara berikutnya. Habis sholat kita kumpul, yuk!"

"Cepet banget waktunya. Perasaan tadi baru aja aku ngelamun."

"Hehe. Ada yang siap-siap ketemu Hesa lagi nih." Goda Ayana

"Ih, apaan sih. Ya, kalau ketemu tauk." Ucapku sebal

"Oh, ngarepin ketemu ternyata." Cengenges Ayana.

"Bukan gitu, tau ah!"

Di dalam barak acara ternyata peserta makrab sudah penuh. Semuanya duduk rapi mendengarkan beberapa peserta lain yang sedang mempresentasikan hasil penelitian mereka. Jendela-jendela disamping barak menjadi tempat singgasana para anggota dokumentasi untuk mengambil momen. Karena ada kating (kakak tingkat) di sampingku, aku menyapanya dengan ramah. Beruntung aku mengetahui namanya, sebenarnya karna dia cukup populer dengan ketampanannya. Dari dekat bahkan Kak Jordan tampan, tapi daripada disebut tampan dia lebih bisa disebut manis sih menurutku. Fix, ini sih manis banget. Udah manis ganteng. Untung aku kebal orang tampan, hehe~

"Halo kak!! Numpang foto ya, hehe~" sapaku berusaha seramah mungkin.

"Oh, iya foto aja." Jawab Kak Jordan dengan ramah.

"Gimana acara makrabnya? Lancar?" Tanya Kak Jordan ketika aku sedang asik memotret.

"Ah, iya syukur lancar Kak. Ada beberapa masalah sih kak, tapi kebanyakan udah bisa diselesaiin."

"Masalah? Hmmm, masalah yang kayak gimana?"

Ini feelingku saja atau Kak Jordan sedang mengetesku. Tentu saja, kating pasti tau masalah-masalah yang kami alami saat makrab. Kalau tidak konsultasi sama kating sama siapa lagi coba. Kalau diingat, apalagi Kak Jordan populer. Bahkan, pada saat penerimaan mahasiswa dia jadi tempat konsultasinya mahasiswa baru. Aku saja pernah konsultasi dengannya. Dan dia termasuk ke dalam orang yang ramah.

"Kak Jordan lagi ngetes ya?" Ucapku hati-hati.

"Eh?! Ngetes apaan?" Tanyanya santai

"Ga tau, tapi asumsiku sih ngetes aku. Contohnya: aku itu aktif atau engga ngurus makrab, dll gitu."

"Pinter ya kamu, wkwk." Tawa Kak Jordan sambil mengacak kepalaku.

"Jangan kak, nanti kerudungku berantakan." Protesku dengan memanyunkan bibir.

Tidak terasa suatu pandangan aneh terasa menusuk dari kejauhan. Aku terkaget ketika melihat Hesa dari kejauhan melontarkan tatapan tajamnya. Dia menatapku dengan cemburu dari jendela barak di seberang. Aduhhh?! Dasar Hesa bikin aku merasa bersalah saja.

"Boleh lihat hasil fotonya?" Tanya Kak Jordan tiba-tiba.

"Eh?! Ah...., iya boleh. Lihat saja." Kataku bingung.

"Acara kemarin kayaknya seru ya..."

"Iya, rame kak. Sayang, aku juga ga ikut acaranya."

"Loh? Gak ikut? Kenapa?"

"HALO KAK!! BARU NONGOL NIH." Kata Hesa yang tiba-tiba menengahi.

"Aaahhhhh......." Ucapku dalam hati yang merasa terselamatkan.

"Iya gua ada acara organisasi kemarin, jadi ga bisa ikut."

"Oh." Kata Hesa singkat

"Kak, kalau gitu aku pergi dulu ya."

"Oh, oke-oke." Senyumnya

Setelah itu Hesa dan Kak Jordan terlihat berbincang dengan akrab."Fyuhhhhhhh" legaku. Sejujurnya aku tidak masalah dengan pandangan cemburu Hesa, toh aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Kak Jordan ataupun dengannya sih.

Acara 'pengenalan budaya sekitar' telah usai di pukul 16.50 WIB. Akhirnya, tugasku selesai, hehe. Aku bergegas menuju barak panitia dan disana aku sudah melihat Ayana tengah persiapan untuk sholat Ashar.

"AYAAAA." Teriakku

Dari kejauhan Ayana menepukkan jidatnya melihat kelakuanku.

"Aya kok gak nungguin sih." Rayuku kepada aya dengan puppy eyes

"Heh!! Kalau aku nunggu kamu entar masa di akhirat aku ke surga nunggu kamu, ogahlah."

"Ayaa, pleaseee!"

"Ce-pe-tan Gak."

"Umwahhhhhh." Senangku ke Ayana

Aku bergegas mengambil wudhu ke arah tempat wudhu. Tempatnya sedikit jauh dari barak panitia. Sekarang sepatu yang kupakai telah berganti dengan sandal yang kupinjam dari Ayana. Kupikir sandalnya licin sekali. Ini membuatku harus ekstra hati-hati, tapi kalau tidak cepat-cepat, Aya bisa meninggalkanku sholat duluan, hiks. Terpaksa kakiku harus melangkah cepat namun kuusahakan untuk tetap hati-hati.

"Dug!!"

"Brukkk!!!"

Mataku terbelalak. Aku kaget bukan main, tubuhku terpeleset dari tangga. Sebuah pundak lebar menabrakku tadi. Bersamaan dengan kejadian itu sebuah tangan menangkapku dengan cepat. Kedua bola mataku bergetar kaget ketika melihat siapa sang pemilik tangan yang menyelamatkanku sekaligus menabrakku tadi. Celakanya aku, ketika tau bahwa orang itu adalah Kak Jordan.

Merasa selamat sih, tapi kok entah kenapa aku kesal ya. Tak lama setelah kejadian itu...

"Bruk!!!"

Kak Jordan yang panik menangkapku saat itu justru ikut terpeleset dan jatuh. Nasib sial apa sebenarnya yang menimpaku hari ini. Sekarang, posisi Kak Jordan justru berada diatas tubuhku dan menimpaku. Aku benar-benar tumbang tergeletak kesakitan. Tanganku mencekram denim yang Kak Jordan kenakan. Sedangkan Kak Jordan berusaha menahan berat tubuhnya dengan lengan kirinya. Mata kami saling bertemu. Namun, yang kurasakan saat itu justru perasaan kaget dan takut yang berlebihan. Terbesit dalam hatiku yang meneriakkan nama "Hesa, berharap kejadian ini tidak terjadi. Kakiku gemetaran, wajahku juga pucat.

Melihat kondisiku Kak Jordan sadar. Dirinya segera bangkit dan menolongku yang tertunduk lemas dan lesu. Daripada begitu mungkin aku lebih dipenuhi dengan amarah. Bisa-bisanya dia menabrakku begitu. Apa dia tidak punya mata untuk dipakai.

"Dira maaf, aku benar-benar tidak sengaja tadi. Sumpah!!! Aku gak punya maksud apa-apa. Lumut di tangga benar-benar licin." Kata Kak Jordan khawatir.

"LAIN KALI HATI-HATI COWOK BRENGSEK!!! KALAU SAMPAI TERULANG LAGI, AKU AKAN MEMBUNUHMU." Ucapku dengan pandangan tajam.

Tidak tahu iblis mana yang merasukiku sampai aku bicara seperti itu. Amarahku terlanjur sampai ubun-ubun. Entah apa juga perasaan ini. Perasaan kecewa pada diriku sendiri atas hal yang terjadi tadi. "Ah, mataku memanas." Ujarku dalam hati.

Ketika aku melangkahkan kakiku, belum juga lima langkah, aku menemukan Hesa yang tercengang menatapku dibelakang Kak Jordan. Dia menatapku dengan pandangan marah dan ekspresi yang tidak bisa kujelaskan. Aku tidak ingin ambil pusing dengan ini. Terserah dia menganggapku apa sekarang. Terserah kalau dia ingin membenciku. Itu adalah pilihannya.

"..."

"Dir lo gak apa-apa? Kaki lo lecet gak? Perlu gue bantuin?" Tanya Hesa dengan lembut.

Lagi-lagi perlakuan ini. Cowok ini selalu saja memberikan ekspresi dan tindakan yang tidak bisa kuduga. Parahnya ekspresinya itu selau ditujukan untukku. Dia selalu mengerti apa yang harus dia lakukan kepadaku. Untuk sesaat kupikir aku benar-benar beruntung memiliki Hesa disampingku.

"Iya, hiks. Aku gak kenapa-napa." Tangisku yang sejak tadi kutahan.

Tanpa basa-basi Hesa lalu memelukku. Aku tak banyak protes dan menerima pelukan Hesa. Pelukannya membuatku lebih tenang dan nyaman. Membuat tangisanku mereda.

"Aku takut Hes."

Kemudian Hesa memelukku sambil mengelus-elus kepalaku.

"Gak papa, ada gue. Gue disini. Lo bakal baik-baik aja. Gue janji."

Hesa, Aku, dan Kami [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang