13

6 1 0
                                    

Tidak ada kata yang keluar dari mulut kami. Aku terdiam dengan kedua tanganku yang menggenggam erat tangannya. Bersamaan dengan degup jantung yang kian membuatku semakin gugup. Pundaknya yang lebar, penampilan kunciran rambut gondrong yang acak-acakan dari belakang, tangannya yang ikut menggenggam tanganku, membuatku seolah begitu beruntung.

"Hesa?" Ucapku lirih.

"Hmm??" Dengan menaikkan alisnya dingin.

"Soal waktu itu..."

Belum selesai kubahas, Hesa langsung melepas genggaman tanganku dan pergi seakan tugasnya telah usai. Aku salah membahas ini. Wajahku muram memikirkannya setelah itu. Bagaimana bisa Hesa tidak mau membahasnya? Itu diluar perkiraanku.

Hesa? Aku harus bagaimama? Apakah kamu akan seperti ini seterusnya?

"Aya!" Teriakku

"Nitip kamera bentar ya. Aku mau cuci kakiku dulu."

"Iya" jawab Aya sesingkat mungkin.

Lesu. Tubuhku lesu kehilangan mood untuk bergerak. Tidak ingin memikirkan apapun, aku duduk diam dibawah pohon menunggu antrian keran sepi. Sebodoh amat adik tingkat lihat. Beberapa lama kemudian,...

"DIRA!!!"

"Eh?"

"Astaga!! Punya hobi kok ngalamun. Aku nunggu kamu sampai lumutan, eh, yang ditungguin sibuk galau."

"Bawel ih."

"Bawel gundulmu. Cuci kaki GAK!! Itu antrian udah sepi tinggal segelintiran doang."

"Duh, iya unnie." Ucapku lesu.

Dengan sempoyongan aku berjalan menuju keran air di depanku. Tanpa sadar ternyata dari tadi hanya Hesa yang ada dipikiranku. Tanpa sadar juga, ternyata Hesa daritadi memperhatikanku. Seperti biasa memandangku tanpa berkedip namun penuh penghayatan. Ingin kupukul saja muka gantengnya itu.

"Udah bersih?" Tanya Aya

"Udah."

"Ya udah. Cepet pake sepatu. Kita mau jalan langsung ke tempat selanjutnya."

"Wihhh, mantab. Habis ini kita ke curug." Kataku antusias tiba-tiba.

"Makannya cepet."

" Iya Aya, ululu~"

"Giliran gini semangat." Decak Aya

"Hehe."

Jalan setapak penuh ilalang kami lalui. Cuaca cerah dengan awan biru. Angin sepoi yang lalu lalang membuat sumilir. Senyumku tak luput dari itu semua. Dan...seseorang didepanku yang berjalan mendahului kami. Hari yang istimewa dengan rasa yang mengganjal keduanya. Apa jadinya kalau kamu telah membaca surat itu? Apa jadinya aku tanpa penghiburanmu? Apa jadinya kisah kita selanjutnya? Halaman yang kosong atau penuh tulisan. Akankah menyentuh atau skakmat.

Kamu. Kamu yang mengajarkanku, membuatku paham bagaimana sisi baik dunia ini. Ujung jalan yang kutemui untuk berhenti juga kembali. Pilihan terakhir di kala sulit. Mahesa Nanda, kamu adalah rumah untuk hatiku. Bagaimana bisa aku sanggup melepasmu?

"Kirain bakal ada di kebun, ternyata kamu di sawah toh. Pantesan dicariin ga ada." Suara Kak Jordan tiba-tiba.

"Eh?" Kagetku yang sedang sibuk menatapi sosok belakang Hesa.

"Halo Kak Jordan." Sapa Dira.

"Haii." Lambai Kak Jordan ramah.

"Oh iya kak. Aku tadi udah chat Kak Jordan lho."

Hesa, Aku, dan Kami [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang