12

9 1 0
                                    

Untuk waktu yang terus berjalan. Kumohon, berikan kehidupanku kebahagiaan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Akhirnya, tugas bersih-bersih selesai di pukul 02.15 WIB. Rasanya punggungku sudah encok saja, ingin cepat-cepat tidur. Para maba pasti sudah tertidur nyenyak jam segini karna acara sudah selesai dari tadi. Ditambah para kating pendamping mereka juga dari sejam yang lalu pasti sudah segera menyuruh mereka tidur. Indahnya jadi maba, nasibku yang menjadi panitia.

Setelah sibuk bersih-bersih muka dan mengganti seluruh bajuku, lalu aku duduk bersama Aya. Berkali-kali cewek itu menguap, tapi tak menampakkan keinginan untuk tidur sepertinya. Dirinya juga sudah rapi membersihkan diri untuk tidur.

"Ay, gak tidur?" Tanyaku.

"Enggak. Mau nonton Run BTS dulu."

"Hah?! Serius? Besok masih harus bangun subuhan lho."

"Udah ngantuk, tapi ini mata gak mau tidur."

"Ya udah. Temenin aku bikin surat ya."

"Yakin? Gak mau nonton bareng aku aja." Goda Aya kepadaku.

"Ini lebih penting Aya."

"Ada Hopi sama Suga lho, hehe~"

"Diem mulutmu. Aku bisa tahan, kalau gak kamu godain."

"Ya udah sana, kalo tahan." Senyum Aya penuh maksud tersembunyi.

Aku begitu berharap kepada surat ini, sangat berharap. Kuharap dengan surat ini Hesa dapat memafkan kata-kataku kemarin. Sebab, bukan jarak ini yang aku harapkan. Aku tidak akan terlalu suka jika seseorang yang kusayangi membenciku. Dia bukan hanya teman yang berharga, tapi juga seseorang yang berharga.

Mungkin, aku memang tidak akan memberikannya secara langsung. Aku takut Hesa akan menghindariku atau mungkin dia menungguku untuk bicara. Apapun yang akan terjadi surat yang aku tuliskan untuknya ini kuharap dapat tersampaikan. Permohonan maaf dan juga perasaanku.

Tidak mudah membuat sepucuk surat. Berkali-kali aku menggores pena, berkali-kali juga aku mengganti kertasku. Ini membuatku frustasi. Kenapa begitu sulit untuk merangkai kata?

Satu jam setelahnya, dengan usaha juga kerja kerasku, akhirnya surat itupun jadi. Aku mengambil nafas panjang untuk melepas segala kegugupanku. Dadaku berdebar melihat selembar kertas yang akan kuberikan pada Hesa ini. Kumasukkan kertas itu kedalam amplop yang kubuat ala kadarnya, namun tetap mengedepankan estetika.

Aku ingat, ketika tidak sengaja aku melontarkan kata "ternyata cinta itu buta" kata itulah yang menyadarkan perasaanku. Meski belum yakin, aku ingin Hesa juga mengetahui itu. Surat ini akan diberikan oleh Aya, bukan olehku. Tetapi, kegugupan luar biasa apa ini. Bagaimana kalau Hesa menganggapku terlalu kekanakan?

Ternyata Aya sudah tertidur dari tadi bersama selimut tebalnya. Bersyukur, lampu barak panitia tidak dimatikan karna masih ada panitia yang bolak-balik. Kelelahan memikirkan banyak hal, akhirnya aku tidur. Hari yang berat.

***

Sekarang sudah pukul 07.00 WIB. Sedihnya, ini adalah hari terakhir berada disini. Kuharap ini masih panjang saja. Hari tolong jangan berjalan cepat.

Dari sekian acara, acara ini adalah acara yang kunantikan. Setiap orang wajib membawa sebuah jarik berciri khas budaya Indonesia dan sebuah caping. Setelah itu jarik dililitkan setinggi lutut secara melebar sesuai selera masing-masing.

Hari ini kita akan membantu para petani disini untuk bersawah dan menanam kebun. Kemudian, untuk menghabiskan waktu, kita juga akan mengunjungi lokasi curug (air terjun) yang ada disini. Pasti menyenangkan.

Hesa, Aku, dan Kami [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang