7

10 1 0
                                    

"Makasii ya Hesa" ucapku lirih serambi membalas pelukan Hesa.

"Iya sama-sama." Balas Hesa sambil melepaskan pelukannya.

"Tapi..."

"Lo itu jadi cewek ceroboh amat. Baru berapa detik gue kasih tau lo tadi, astaga naga. Kalau ga ada gue tadi gimana coba." Oceh Hesa.

"Biarin. Bawel amat ya lama-lama dibiarin ni cowok." Balasku sebal kepada Hesa.

"Biarin gimana? kalau lo jatuh habis ini gimana. Pokoknya gue gak akan biarin. Daripada lo jatuh mending lo gue gandeng, kalo gak gitu entar kenapa-napa lagi." Kata Hesa sambil menggenggam tangan kiriku dengan erat.

What?! Apa si ini cowok. Habis bertengkar tunjuk-tunjukan tiba-tiba gandeng tangan orang. Aduh! Please! Jangan bikin aku tambah salah tingkah, dong. Dasar Hesa. Kenapa juga aku tidak bisa menolaknya.

Tidak sedikit teman-teman panitia yang memandangi kami. Bahkan, tidak sedikit yang menanyai, "Jadian lo Hes?" Sumpah demi apapun, aku berusaha menutupi rasa maluku. Beberapa orang juga hanya berdehem. Sisanya menjadikan kami sebagai bahan gunjingan mereka, tentu saja mereka para cewek yang tidak menyukaiku sama sekali. Hesa tidak menggubrisnya sama sekali.

Terlintas di benakku kata-kata Tika tadi. Jadi, untuk menghormati peraturan yang ada, aku menyerahkan rokokku kepada Hesa. Kurogoh sesuatu dari kantung kananku dan kusodorkan kepada Hesa, sebab dia berada di divisi keamanan. Kupikir lebih baik begini, daripada masalahnya semakin besar.

"Nih." Ucapku singkat.

"Kenapa?"

"Tadi aku ngerokok terus kepergok sama Tika. Sempet dimarahin juga. Jadi, rokoknya aku serahin ke kamu aja. Biar disita, jadi aku ga bisa ngerokok lagi. Lagipula aturannya bilang ga boleh ngerokokkan?"

"Aduh, kok tiba-tiba gue bangga ya sama calon pacar gue. Senangnya." Ucap hesa sambil menguyel-uyel pipiku.

"Resek banget sih (-_-)." Ucapku pasrah sekaligus geli.

"Ya udah gapapa. Karna udah gue sita jadi aman, tandanya lo juga ga bakal ngulang lagi. Nah, buat ngerayain kita beli bakso aja di depan, yuk, hehe~" ucap Hesa senang.

"Ampun deh, kamu itu."

Pasrah kemana Hesa membawaku. Akupun terselamatkan oleh kehadiran Ayana. Namun, sepertinya tidak terlihat begitu.

"Eh?! Apaan ni? Kok kalian gandengan?" Tanya Aya cengingisan.

"Iya. Kita jad---."

Sontak aku menginjak kaki Hesa.

"Aduhh!!!" Protes Hesa

"Ngarang. Dia ni yang keras kepala gandeng. Pake acara tsundere segala tauk, mau gandeng juga tadi ada aja alasannya." Omelku

"Tapi lo-nya-kan mau." Ucap Hesa pelan dan sedikit mencibir.

"Apa kamu bilang?!" Bentakku dengan mencubit perut Hesa.

"Aaaaahhhh, sakit." Teriak Hesa.

"Duh, kalian ini kok akur banget. Ya udah kalo Diranya juga gak papa, aku mah ngikut. Btw, itu barisan adek tingkat dibelakang udah pada melototin kalian lho."

"Mereka pacaran tuh?"

"Loh, Kak Hesa pacaran sama kakak itu ya?"

"Udah punya pacar ternyata."

"Yah sayang, udah punya pacar."

"Apa sich mereka, masa gandengan di depan umum. Alay."

"Gak pantes deh mereka. Sayang Kak Hesanya dong kalau gitu."

"Itu pacarnya ya? Kirain seangkatan."

"Ga rela banget ga sih, Kak Hesa sama kakak itu. Wajahnya kayak bocah gitu, Kak Hesanya image dewasa."

Aku lupa kalau Hesa adalah jajaran cowok populer di fakultas. Sayang sekali aku buta cogan. Perkataan maba-maba cewek tadi terlanjur tertancap di pikiranku. Aku sempat kaget dengan pandangan menelisik mereka. Hal ini membuatku refleks hampir melepaskan genggaman Hesa padaku. Namun, Hesa mengenggamku lebih erat lagi.

"Gue gak akan lepasin lo cuma gegara bacotan mereka." Ucapnya singkat dan tegas.

Setelah itu, Hesa dengan tenang memesan bakso untuk kami. Sesekali dia mengobrol dengan Ayana yang juga sama-sama sedang memesan bakso. Sekilas Hesa sedikit menakutkan tadi. Namun, perasaanku justru berkata lain. Rasanya seperti seseorang berusaha menjagamu dan melindungimu, tidak ingin melepaskanmu apapun yang terjadi. Aku merasa tenang sekaligus senang, tidak tau harus mengekspresikan hatiku seperti apa.

"Lo mau nerima bakso ini, apa gue suapin." Kata Hesa yang membuatku tersentak.

"Dir lo ngelamunin apa sih?" Tanya Ayana

"Eh? Sorry sorry."

Aku terkejut saat suara Hesa di telingaku menghentikan lamunanku. Dia mendekatkan wajahnya dan berbicara dekat sekali di telingaku. Menyesuaikan tingginya dengan tinggiku, mendekatkan wajahnya, dan mendekatkan bibirnya ke telingaku. Lalu, berbicara pelan dengan nada yang seperti itu. Astaga. Apa anak ini memang berbakat melakukan hal-hal seperti ini. Membuatku selalu terkaget dengan tingkah sok romantisnya ini. Lebih jelasnya "salah tingkah". Bodohnya aku yang juga terbuai. Bodoh, bodoh.

Dengan tenang kami bertiga memakan bakso kami. Karna sedang makan Hesa terpaksa melepas gandengannya pada tanganku. Akhirnya, kebebasan berpihak padaku. Senangnya Ya Tuhan.

Jam ini adalah jam istirahat. Banyak maba yang mondar-mandir mengambil air wudhu atau menyiapkan alat makan mereka. Tidak sedikit maba yang melirik kami juga. Anehnya, aku tetap tenang makan bakso disamping Hesa dan Ayana. Mereka juga sama halnya denganku. Memakan bakso mereka dengan hikmat.

"Kegiatan makrab kali ini nyenengin ya. Lebih nyenengin dari taun kita kemarin deh kayaknya." Ucap Hesa.

"Senang gundulmu itu. Aku paham kamu itu senang karna ada Dirakan. Lagian sering kepergok juga ngeliatin Dira dari jaman bahula." Ejek Ayana.

"Ah,...itu." gagap Hesa.

Terlihat sekali Hesa sedikit salah tingkah karena perkataan Ayana. Mau bagaimana lagi, Ayana itu "The Queen of Savage." Tidak kaget kalau cara bicaranya selalu tepat sasaran dengan realita. Membuat hati orang terkadang terasa teriris-iris. Entah bagaimana bisa aku dan dia bisa menjadi sangat akrab seperti keluarga.

Selesai makan bakso kami bertigapun melanjutkan kegiatan kami masing-masing. Aku dan Ayana beranjak menuju ke barak untuk sedikit beristirahat menikmati pemandangan alam. Sedangkan Hesa, masih ada urusan dengan panitia yang lain.

Hesa, Aku, dan Kami [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang