〚 tempat itu. 〛

125 14 0
                                    

Myla POV
Sang surya kembali bangun dari tidurnya. Embun yang jernih menetes dari ujung daun palma. Bau tanah basah akibat hujan semalam membuatku semakin tidak mood untuk bangun. Padahal, hari ini adalah hari terakhir kami di hotel DePan. Seharusnya, kami bangun lebih pagi, bukan?

Sungguh sulit dipercaya bahwa study tour  telah berjalan selama satu minggu. Masa sih, secepat itu? Rasanya baru kemarin saja aku tiba di hotel ini, pergi ke pantai, bertemu hewan-hewan lucu di kebun binatang, akhirnya berakhir dengan pesta dansa semalam. Ah, memang waktu cepat berlalu.

Tak ku sangka, Crystal sudah bangun lebih dulu daripada aku, biasanya kan dia yang paling sulit beranjak dari kasur. Ku lihat dia menyibak tirai kamar kami agar dapat dimasuki oleh cahaya mentari pagi.

"Pagi, Crys," sapaku padanya, "sekarang jam berapa ya?"
"Oh, kamu sudah bangun, My?" ia menoleh begitu mendengar suaraku, "sekarang jam lima, kenapa?"
"Jogging yuk," ajakku, sekaligus minta ditemani.
"Yuk!"

Segera setelah kata itu keluar dari mulutnya, aku segera bangkit, membasuh wajahku dengan air, dan mengambil sweeterku.

"Geral, ikut ndak?" tanyaku. 
Geralda yang setengah sadar menggeleng. Ya sudah.

Kriet..
Aku menutup pintu kamar perlahan dan mengunci pintu dari luar.

Crystal bertanya tujuan kita pagi ini, aku langsung membalasnya dengan, "Ikuti saja kakiku."
Tahukah kalian ke mana aku mengajaknya pergi?
Aku mengajaknya ke menara! Ya, menara tempat semua niat buruk Ema dimulai.

"Wah, tua juga, ya, menara ini," Crystal mendongak kagum ke atas.
Aku menarik tangannya dan mengajaknya untuk naik ke atas.

"Crystal?" 
Tiba-tiba suatu suara mengagetkan kami. Ternyata kami tak hanya berdua yang berani naik ke atas sana.

"Wahyu?" Crystal membelalakkan matanya, "kok di sini?"

Wahyu tertawa, "Justru aku yang mau nanya sama kalian, kok di sini?"
"Kami cuma jogging terus naik ke sini," jawab Crystal.
Wahyu mengangguk-anggukkan kepalanya, "Selama dua hari terakhir, aku juga begitu, kebetulan kita bertemu."

"Cuma sendirian?" aku memberanikan diri bertanya.
"Iya, yang lain masih di kamar, ngantuk katanya, kemarin mabar sampai malem, sih," ujar Wahyu ringan.

"Derren juga?" tanya Crystal.
"Iya, cowokmu juga," jawab Wahyu.
"Ih, bukan cowokku," bantah Crystal malu.
"Calon, deh kalo gitu," goda Wahyu.

Crystal memukul pundak Wahyu kesal, tapi ia lalu tersenyum dan berkata, "Tapi thanks ya, waktu itu udah bantuin buat cari Derren."
"Sans aja lah, Crys," kata Wahyu, mengacungkan jempolnya.

Wahyu pun meminta agar turun duluan, ia harus mandi sekaligus membangunkan teman-temannya yang begadang itu.

"View dari sini keren deh, My, thanks," ujar Crystal seraya mengarahkan pandangannya ke luar. Helaian rambutnya tertiup angin. Wajah Crystal bercahaya tertimpa cahaya mentari.
"For brought you here?" tanyaku canggung.
Crystal tertawa, "Ya, bukan cuma itu, buat semuaaanya! Thanks udah bantu aku kalau susah, thanks udah nemenin aku, thanks juga karena udah jadi temen baru aku, ku pikir selama ini kamu cuma anak teladan yang males cari temen."
"Aku juga makhluk sosial, kalik!" candaku.

Usai menikmati sarapan roti, telur, dan beacon, kami memasukkan koper-koper kami ke bagasi bus dan akhirnya duduk di kursi bus lagi.

"Ini adalah kali terakhir saya melihat kalian. Terima kasih, ya, atas kehadiran kalian. See ya!" Tuan Matthew keluar dari bus setelah berpamitan dengan kami.

𝐛𝐞𝐬𝐭𝐢𝐞𝐬 [ 𝐞𝐧𝐝. ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang