〚 pergi menghilang. 〛

160 14 0
                                    

Matahari bersinar terik menyilaukan mata Ema. 
"Disana pasti panas," Ema mengibaskan rambutnya yang terkepang. Ketika berangkat, kepangannya sudah rapi namun sekarang kepangan tersebut sudah berantakan.

"Ema! Ema!" Ruvy dan Unis berlari menghampirinya. Wajah mereka berseri.

"Any good news?" tanya Ema dengan wajah datar.
"Kita dapetin kipas yang kamu suruh beliin kemarin!" Ruvy menyerahkan kotak kecil berwarna silver.

Tanpa mengucapkan terima kasih, ia langsung menyambar kotak kecil itu. Awalnya matanya berbinar gembira namun tatapan itu menghilang ketika melihat isi kotak itu. Cepat-cepat ia menutup kotak itu.

"Kalian gimana sih? Kenapa berbulu? Kalian tahu kan aku gak suka yang kayak gini?" bentak Ema kasar.

"Kemarin kamu nggak bilang apa-apa, yang penting merah, kan?" ujar Unis.

Tujuan Ema meminta kipas merah tersebut adalah sebagai fashion item  pelengkap untuk pesta dansa nantinya. Ia ingin penampilannya bersinar dan membuat orang-orang tak melepaskan pandangan mereka darinya.

"Agh! Ya sudahlah!" tangan Ema menjambak rambutnya frustasi. Kini kepangan rambutnya sudah benar-benar berantakan.

Sebenarnya alasan Ema marah adalah ia malu memberitahu pada teman-temannya bahwa ia alergi bulu. Akan tetapi, waktu sudah tak cukup untuk membeli yang baru.

Lihat saja! Dengan kipas ini, Derren pasti melihat selera fashionku lebih baik dari Crystal dan Derren akan kembali padaku!  jerit Ema dalam hati dengan penuh keyakinan.

- BALLROOM -

Derren telah memasang topeng itu. Kini cowok itu bersungut-sungut.

"Topeng ini menyusahkan, bagaimana aku dapat melihat Crystal!" gerutunya.

Ema melihat Derren berdiri tak jauh darinya.
"Wah, kapan lagi bisa melihat Derren dengan jas?" ucap Ema dengan suara kecil. Ia berjalan pelan dan sok anggun menghampiri Derren.

Pandangan Derren berputar mengelilingi satu ruangan, ia bermaksud mencari Crystal, tetapi di antara kerumunan orang-orang bertopeng itu, sulit untuk dapat menemukan gadis itu dalam sekejap.

"Hai Derren," sapa Ema.
Derren menoleh, "Crystal?"
Dalam pikirannya, sama sekali tak ada bayangan bahwa gadis di depannya ini adalah Ema.

Ema terdiam sejenak. Di balik topeng itu, wajahnya panas. Ia geram, bahkan Derren sama sekali tak mengenalinya.

"Crystal, kenapa?" tanya Derren melihatnya hanya diam.

Ema menggeleng, "Tidak apa-apa. Kau sedang apa?" katanya seraya menirukan suara Crystal.

"Aku tadi mencarimu, tapi sekarang kan udah ketemu," canda Derren.

"Ayo jalan-jalan keluar bersamaku," ajak Ema. Ia mencari akal untuk menikmati waktu bersama Derren.

"Tentu," balas Derren cepat.

Ema mengamit lengan Derren dan cepat-cepat membawanya keluar. Mereka pergi entah kemana.

Crystal menggigit bibir. Dari tadi ia mencari Derren tapi ia sama sekali dan menemukannya.
"Derren dimana sih? Kenapa sulit sekali mencarinya?" Crystal panik. Ia membuka topengnya karena gerah.

"Crystal?" Wahyu yang melihat wajah Crystal sedikit terkejut, "kamu ganti pakaian?"
"Apa maksudmu? Oh iya, kamu kan sekelompok dengan Derren, apa kau melihat dia?" balas Crystal.

Alis Wahyu berkerut bingung, "Tadi kan dia pamit mau jalan-jalan sama kamu?"
"Sejak aku masuk ke ballroom, aku tidak melihatnya sama sekali," Crystal semakin bingung.
"Tadi dia pamit sama aku, dia bilang mau jalan-jalan sama kamu. Tunggu, Crys, bukannya tadi kamu pakai gaun merah?" tanya Wahyu.

"ITU EMA, CRYS!" seru Myla.
"Derren jalan-jalan sama Ema?!" emosi cemburu Crystal memuncak.

"Pasti Ema berpura-pura menjadi kamu! Derren kan tidak melihat wajah Ema langsung karena tertutup topeng!" tambah Geralda.

Crystal sudah bersiap untuk keluar ballroom dan mencari mereka.
Geralda meraih lengannya, "Biar kami bantu, aku sudah tidak tahan dengan perilaku menyebalkan anak sok manis itu!"

"Tadi mereka keluar lewat sini," Wahyu ikut membantu mencari Derren.

"Lalu mereka kemana, Yu?" Crystal kesal karena Derren cepat sekali menghilang bak hantu.

"Maaf Crys, aku tadi tidak mengikuti mereka," kata Wahyu.

Crystal menegok ke kanan kiri lorong, ia sama sekali tak menemukan jejak keduanya. Ia menggigit bibirnya kesal. 

𝐛𝐞𝐬𝐭𝐢𝐞𝐬 [ 𝐞𝐧𝐝. ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang