TSOL~Dua Puluh Tujuh✔

69 11 0
                                    

🌑

Berpura-pura menjadi baik, itu lebih baik.

~Aldivaro Fandrasyah

______________________

Gadis rambut sebahu itu berpenampilan sedikit berantakan hari ini, tidak ada berdandan. Hanya kuncir satu sembarang, juga ada mata panda dibawah matanya.

Biasa hanya memakai baju sekolah biasa yang pendek, sekarang ia lapisi dengan jaket. Ia ingin menutupi garis sayatan yang lumayan besar ditangannya.

"Fa, lo sepupu putra kan?" Ujar intan bertanya ke Tiffany, dibalas anggukan.

Diam sebentar, Tiffany menatap intan dengan selidik "Kenapa? Ada masalah? Dia apain lo, bilang sama gua." Ujar tiffa, menatap curiga intan.

Intan masih diam, "Mata lo kenapa sembab? Habis nangis? Terus kenapa ada mata panda gitu, insom?" Cerodontha gadis itu, intan menatapnya jengah.

"Gua ga ada masalah apapun sama putra, cuma kangen. Mata panda, sembab, itu karena nangis semalem." Ujar intan seadanya.

"Yee bucin, mentang udah jadian. Btw kenapa bisa nangis?"

Intan menyentil kening sahabatnya, "Kepo." Ujarnya, tiffa cemberut.

Hening, lalu disambut dengan kedatangan guru. Padahal tiffa masih ingin bicara lama dengan temannya. Mereka dekat, walau jarang mengirim pesan satu sama lain. Mereka saling menyayangi, tanpa berada di dekat satu sama lain. Mereka saling menguatkan, walau beberapa rahasia belum terbuka.

Mereka sama-sama menyimpan rahasia besar, juga walau begitu sama merasa kehangatan bersama. Tidak akan pernah ada kata berpisah, walau baru mengenal satu sama lain.

From : Putra 🐥
Belajar yang rajin, aku mau lihat calon masa depan aku punya bakat.

Pesan singkat dari kekasihnya membuat gadis itu semangat kembali. Walau kemarin merasakan sakitnya, tidak dianggap juga sekaligus tidak direstui hubungan mereka. Intan belum membicarakan hal ini dengan putra.

Selang beberapa jam, pelajaran pertama selesai.

"In, gua mau bilang sesuatu." Ujar tiffa, gadis disebelah intan.

Intan menaikkan alisnya, "Apa?" Ujar gadis itu.

Di pintu, ada adik kelas masuk ke kelas mereka dengan napas yang tersengal-sengal. Entah lah, tapi lelaki itu masuk untuk memanggil intan.

"Kak intan, kak aldi berantem. Kakak disuruh ke lapangan indoor." Teriak lelaki itu tidak terlalu keras.

Ucapan tiffa terhenti, baru saja ia ingin mengucapkan kebenaran yang tertutup. Namun, ada yang menghentikannya.

Intan bingung, "Kok gua?" Ujarnya sinis.

Lelaki itu menggeleng, "Gatau kak, kak aldi nyuruh kakak dateng." Ujar adik kelas tersebut.

Yaallah, masalah apalagi ini sih.

Intan berlari pelan mengarah lapangan indoor disusul dengan tiffa dibelakangnya. Gadis itu tidak tahu apa alasan lelaki itu memanggilnya dijam pelajaran begini.

Saat memasuki area itu, intan melotot kaget melihat wajah aldi yang babak belur akibat pukulan dari fando, sahabat lelaki itu sendiri. Intan juga bingung.

"STOP! apa maksud lo buat mukul dia?" Teriak intan emosinya sudah meluap, tidak tahu kenapa.

Gadis dibelakang fando tersenyum lalu tertawa hambar, "Apa gua bilang, lo itu perebut aldi dari gua, masih gak ngaku?" Shafira, itu gadis rempong yang kemarin mengguryurinya dengan air pel.

Intan berjalan mendekat ke aldi, "Buat apa sih lo berantem hah? Lo tau kan kalo kita ga ada hubungan spesial. Tinggal jelasin aja ribet, gausah pake babak belur gini." Omel intan, menggeplak kepala aldi yang berdarah.

Aldi mendelik tajam, "Cara gini paling ampuh, pake mulut jelasin sama orang berkulit ular gak bakal mampu." Ujar aldi dingin.

Fando tersenyum miring, "Bego ya sahabat gua, bisa nge sia-siain shafira demi nih orang!" Desis fando melirik intan sengit.

"Lo inget sampai kapanpun, lo tahu sendiri kalo gua gak pernah ada rasa sama gorila satu itu." Ujar aldi santai, ia tidak ingin menambah masalah lagi dengan sahabatnya.

"Kalo lo mau, ambil aja. Gua tau lo suka sama dia." Lanjut aldi, tersenyum miring meninggalkan mereka semua.

"Habis lo sama gua, kalo sampe deketin aldi." Sengit shafira, menunjuk intan dengan telunjuknya namun ditepis kasar oleh gadis itu.

"Ga usah lo ingetin, gua tau. Lagipula gua udah ada hati yang harus dijaga." Ujar intan santai, lalu melirik shafira dari atas sampai bawah, merendahkan.

Intan mengajak tiffa yang bengong pergi dari sana, daripada menodai matanya untuk melihat para b*nat*ng di sana.

Selepas kepergian mereka semua, disana hanya menyisakan fando dan shafira.

Fando membalikkan badan, "Lo gapapa?" Ujar lelaki itu mengelus pipi shafira lembut, namun ditepis kasar.

"Gua ga butuh perhatian lo, gua hanya butuh janji lo buat deketin gua sama aldi." Desis shafira.

Fando terkekeh kecil lalu tersenyum miris, "Gua lakuin semua syarat lo, agar gua bisa deket sama lo." Ujar lelaki itu setelah kepergian shafira darisana.

Intan membawa tiffa kembali ke kelas lalu izin bolos dan menyusul aldi kali ini. Ia harus berbicara.

Sampai di rooftop, ia tidak melihat tanda-tanda lelaki itu berada. Kemana dia? Intan kembali berjalan ke taman, ia harap lelaki itu berada disana.

Dan ternyata benar, dengan lukanya yang sedikit mengering.

Intan menepuk bahu lelaki itu pelan, "Gak baik luka gak diobatin." Ujarnya, lalu mendudukkan diri di samping lelaki itu.

"Gua udah sering ngelihat luka lebih dalam, udah biasa gak perlu diobati karena bakal membaik." Ujar aldi dengan dingin, intan tersenyum tipis.

Ia mengerti, sangat mengerti ucapan lelaki itu. Ada makna didalam ucapannya, mana mungkin intan tidak memahaminya, karena ia sendiri juga mengalaminya sejak kemarin.

"Ikut yok." Ajak intan menarik pelan tangan aldi, namun ia kalah tenaga.

Aldi mendongak melihat intan yang sudah berdiri, "Gak usah ajak gua ke UKS, cuma perlu dengan keadaan tenang aja udah cukup." Ujar lelaki itu, kembali menunduk.

Intan mengurungkan niatnya, susah sekali membujuk lelaki ini. Bagaimanapun juga, luka harus diobati. Ia tidak ingin orang bernasib sama sepertinya.

"Judes." Gumam intan, aldi langsung menoyor kepala belakang intan.

"Gua dengar."

"Ya bagus dong, luka itu butuh obat, jangan samain luka yang didalam hati lo." Ujar intan pelan diakhir kalimat.

Lelaki itu tidak menjawab lagi ucapan intan, malas sekali untuk mengobati luka. Karena ia sudah sering mendapatkan luka, jadi untuk apa Mengobati?

"Lo sendiri ngapain disini, dasar tukang bolos." Ujar aldi membuka suara.

"Yee, lo juga tukang bolos." Sengit intan tak mau kalah.

Setelah dari bolos beberapa jam gadis itu kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran. Sampai pada saatnya pulang, waktu untuk menelpon putra.

Intan sudah memesan taksi dan menunggu di tempat parkiran. Namun, ada suara yang menghentikan langkahnya.

"In, kamu bisa pulang bareng sama aku sekarang? Ada hal penting yang ingin aku bicarakan." Suara lelaki yang jarang bertemu dengan intan lagi selama beberapa hari ini.

___________________

A/n. Jangan lupa share cerita ini ke teman-teman kalian, juga jangan lupa lanjut ke next part:)

Maaf kalo gak dapet feelnya :"

The Secret Of Life [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang