TSOL~Dua Puluh Satu✓

82 15 0
                                    

🌑

Masalah muncul bukan karena keadaan, akan tetapi menyangkut tuan rumahnya yang menyambut dengan senang hati atau karena terpaksa.

~Aldivaro Fadransyah⚡

🌑

____________________

Intan memasak pagi ini didapur, menyiapkan nasi goreng. Mungkin ia akan kembali ceria hari ini. Intan memasak, dibantu oleh Bi wati.

"Kamu masak?" Tanya Safa yang tiba-tiba datang dari arah meja makan.

"Iya, masak nasi goreng." Jawabnya, lalu menyiapkan nasi goreng di meja.

"Sini, duduk disamping nenek." Ajaknya, menyuruh intan duduk disampingnya.

Intan kaget, bukan apa. Tidak biasa neneknya berbaik seperti itu, dari dulu Safa hanya akan memarahinya. Namun, intan merasa kehangatan kembali dan menerimanya dengan senang hati.

Intan menyiapkan sepiring nasi untuk Safa dan satu piring untuknya. Setelah intan duduk kaku disamping Safa, neneknya itu hanya tersenyum.

Dari arah tangga, glam melihat semua kejadian itu dipagi hari dengan senyum yang mengembang sempurna membentuk bulan sabit. Melihat keakraban itu kembali, walau ia tak tahu awal kisah hidup ini.

"Glam gak diajak ya?" Godanya dengan wajah yang ditekuk mendekati meja makan.

Intan dan Safa menoleh ke arah sumber suara, terlihat glam yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Tengah berkacak pinggang, mungkin karena merajuk.

"Sini, gua siapin. Manja Lo." Tawa intan tercetak jelas terlihat di pandangan Safa yang menghangat.

Setelah beberapa menit acara makan dan berbincang, mereka kembali pada kegiatan masing-masing. Intan dan glam pergi ke sekolah, sedangkan Safa pergi ke kantor.

"Cowok yang kemarin ngajak pulang bareng siapa kak?" Glam bertanya dengan keadaan masih mengemudikan mobil.

"Itu? Cowok." Jawabnya singkat, masih dengan menatap luar jendela.

"Bang devan mau dikemanakan kak?" Glam mengerem mobil mendadak, membuat kepala intan membentur kaca.

"Sibuk Lo, dia bukan cowok gua, urusan devan biar gua yang tanganin." Kesalnya, glam melajukan mobilnya.

Intan tahu, jika adiknya mengira putra adalah pacarnya memang benar. Tapi mana mungkin ia memberitahu adiknya ini? Glam adalah seorang mulut ember.

"Bukan pacar kan kak?" Tanyanya lagi, intan hanya menggeleng pelan.

"Belum." Jawabnya seadanya, lagi dan lagi glam mengerem mobil mendadak.

Intan merenggut kesal, menatap tajam adiknya itu. Bisa-bisa hari ini kepalanya tidak ada bentuk lagi akibat ulah glam. Spesies yang aneh memang.

"Calon pacar? Kak, inget bang devan." Sungguh, intan ingin menenggelamkan adiknya kelautan saja.

"Kepo lo, sibuk aja sama nyetir yang bener, entar telat lagi." Sungutnya tidak suka.

Glam menghela napas pelan, susah berbicara dengan orang yang sedang kedatangan bulan. Rasanya memakan hati, selalu salah.

Ia melanjutkan laju mobil dengan kecepatan rata-rata, takut masuk sekolah dengan keadaan telat, habis sudah reputasinya sebagai lelaki tampan dan taat peraturan sebagai anak baru.

Sampai disekolah, intan meninggalkan adiknya itu di dalam mobil yang sedang kesusahan membuka sabuk pengamannya. Intan berpikir, toh adiknya sudah mengetahui jalan juga.

The Secret Of Life [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang