7. Malang Raya

4.7K 998 95
                                    

Ada yang berbeda pagi ini dari pagi biasanya. Mas Arif memberikanku sebuah surat sebelum ia pergi. Entah apa isi suratnya, aku pun tidak tau. Saat aku keluar dari kamar, tahu-tahu Mas Arif sudah ada di depan kamar sembari menyodorkan sebuah surat, kemudian setelah surat itu aku terima, Mas Arif malah pergi keluar rumah.

Aneh.

"Ibu pergi ke pasar dulu ya, Nak Lana," ucap Bu Surnani kepadaku. Seperti biasanya, Bu Surnani selalu pergi ke pasar tiap pagi hari, "Nak Lana ada yang mau dititip gak?"

"Gak, Bu. Hati-hati yaa."

"Iya, Ibu titip rumah ya, Nak."

Aku mengangguk, mataku menatap punggung Bu Surnani yang semakin menjauh dari pandanganku. Hmm, aktivitas apa yang dapat aku lakukan sembari menunggu Bu Surnani pulang dari pasar, ya?

Ah, aku tau! Aku akan membersihkan rumah! Dengan penuh semangat, aku masuk ke dalam rumah dan mengambil sebuah kain yang digantung di dekat pintu dapur untuk mengelap barang-barang yang ada di sini agar tidak berdebu. Setelah selesai mengelap, aku mengambil sapu dan menyapu lantai rumah. Meskipun rumah ini tidak sebesar rumahku di masa depan, tetapi membersihkan rumah ini cukup membuatku berkeringat.

"Nah, selesai juga akhirnya!" ucapku dengan helaan nafas ringan. Di tanganku kini ada sebuah kain basah yang aku gunakan untuk mengepel lantai rumah. Aku melirik ke arah jam, sekarang sudah pukul sebelas siang. Tetapi, Bu Surnani masih belum pulang juga dari pasar.

Buru-buru aku merapihkan peralatan yang aku gunakan untuk membersihkan rumah, kemudian aku pergi mandi untuk membersihkan tubuhku yang kini sudah berkeringat.

Setengah jam berkutat di kamar mandi, aku keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih segar. Aku mengeringkan rambut dengan kain bersih yang aku gunakan sebagai handuk. Bu Surnani masih belum pulang juga dari pasar, hal itu membuatku merasa sedikit khawatir.

Oh iya! Aku baru ingat! Mas Arif kan tadi memberikan aku sebuah surat dan aku belum sempat membacanya! Aku bergegas masuk ke kamar untuk mengambil surat tersebut. Ku pegang dengan penuh perasaan, jantungku berdebar-debar saat menyentuh surat itu.

"Isinya apa ya kira-kira?" Aku bertanya pada diriku sendiri.

"Hmm, buka aja deh." Lembar surat itu ku buka perlahan. Mataku dengan teliti membacanya isi suratnya. Sebuah senyuman mengembang di wajahku, Mas Arif benar-benar, deh! Jujur saja, isi surat tersebut sedikit membuatku salah tingkah!

Mentari pagi jang bersinar, tak setjerah senjoeman di wajahmoe.
Selamat pagi, djangan loepa berdoa sebeloem mengawali harimoe.

-Arif Soerata

Memang ini hanyalah sebuah surat singkat, tapi entah mengapa membacanya dapat membuatku tersenyum begitu lebar.

"Hayo, Nak Lana kenapa senyum-senyum begitu?" Suara Bu Surnani tiba-tiba saja terdengar. Aku terkejut atas kehadiran beliau. Sangking seriusnya membaca surat dari Mas Arif, aku sampai tidak menyadari kedatangan Bu Surnani.

"Oh, surat dari Arif, ya?" kata Bu Surnani setelah beliau melirik ke arah surat yang aku pegang.

Aku mengangguk pelan, lalu menunduk menahan malu. Sial! Kenapa aku malah jadi merasa seperti seorang tersangka yang terciduk, ya?

"Kalau kamu mau makan, ambil saja makanannya di atas meja. Sudah Ibu belikan. Maaf ya, Ibu pulang terlambat hari ini." Bu Surnani berkata sembari melempar senyum ke arahku.

Tanah Airku [SUMPAH PEMUDA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang