6. Kepikiran

2.5K 214 3
                                    

Hi Hello!

Yang kangen sama Pak Satria dan Mba Caca mari rapatkan barisan biar makin hangat hehehe happy reading, enjoy!

***

Setelah insiden pulang seminar, gue beneran mengurangi nyari masalah sama Pak Satria. Sampai peneletian selesai gue beneran jadi anak baik dan nurut, engga ada lagi tuh Caca yang pembangkang.

Pokoknya begitu Pak Satria ngomong A gue langsung nurut tanpa protes, banyak tanya, atau hal-hal yang menjengkelkan lainnya.

Sudah satu bulan lamanya, penelitian sudah selesai dan sekarang mahasiswa sedang disibukkan dengan Ujian Tengah Semester. Sebenernya buat anak arsitektur, UTS itu engga terlalu ngefek sama jalannya perkuliahan. Karena UTS mahasiswa arsitektur bukan ngisi soal, tapi lebih ke ngumpulin progress dari tugas besar yang akan dikumpulkan di akhir semester.

Termasuk mata kuliah lansekap, walau cuman 2 sks tapi tugas akhir semesternya adalah merancang taman kota tematik di Kota Bandung, tugas sekaligus pengganti buat UAS dan UTS. Kalau UAS itu hasil akhirnya yang dikumpul, kalau buat UTS hanya penyerahan progress perancangan taman kota.

"Ca, tumben lu akhir-akhir ini engga nyari masalah sama Pak Satria?" tanya Wira, begitu kita selesai mengumpulkan progress tugas lansekap dan memutuskan buat makan ayam kremes di sekitaran kampus.

"Dia langsung kicep waktu itu dapat siraman rohani dari Pak Satria selama satu menit." Yang jawab malah Anya, sambil cekikikan karena seneng banget ngeliat gue kicep di depan Pak Satria.

"Serius? Lu kena omel? Beneran dia ngomel?" tanya Wira beruntun

"Kagak. Justru karena dia engga ngomel, malah nyeramahin baik-baik jadinya gue kayak tertampar secara tidak langsung. Emang jago tuh orang bikin mental lawannya ciut."

"Pak Satria lu lawan, dia tuh udah keren dari segi manapun tau. Lo aja minusnya kegedean sampai engga bisa melihat ketampanan dan pesonanya dia," ucap Anya.

Gue berdecih, Anya salah satu dari fans garis kerasnya Pak Satria jelas akan berada di garda terdepan buat membela idolanya. "Ya dia emang ganteng, mata gue engga rabun."

"Tapi lo engga suka orang ganteng dan ngehits," lanjut Anya, emang sohib gue satu ini tau gue banget.

"Jadi lo mau pacaran sama yang jelek, Ca?" tanya Wira

Gue melempar timun yang baru saja datang dengan pesanan kami, "Ya engga, bego. Lagian woy yang diomongin Pak Satria, ya kali dia mau pacaran sama gue."

"Padahal gue engga bilang lo bakal pacaran sama Pak Satria," ujar Wira santai sambil mulai makan ayam kremes yang sudah tersaji di meja.

"Yang ganteng bukan Pak Satria doang 'kan? Kenapa perumpamaannya malah Pak Satria? Orang yang jelas-jelas lu engga suka?" lanjut Wira

Gue diem, karena merasa pertanyaan Wira adalah sebuah jebakan.

Nih ya, asal kalian tau aja Wira itu paling jago ngorek-ngorek informasi dari lawan bicaranya, makannya dia bisa jadi agen lambe turah versi arsitektur. Selain itu dia itu peka banget, bisa menyadari perasaan seseorang sebelum orangnya menyadari sendiri. Serem 'kan temenan sama Wira, lo gak bisa boong.

"Jangan bilang lo jilat ludah sendiri?" tanya Wira lagi, matanya menyipit memandang gue curiga.

"Gila? Lo gila kali Wir, atas dasar apa tuduhan lo? Ha? Sok tau bener jadi manusia, ngerasain aja kagak!" gue langsung mengelak, dan setelahnya gue baru menyadari kenapa ngomongnya sambil ngegas? Padahal 'kan biasa aja bisa.

"Panik? I know. Paling bentar lagi lo teriak-teriak depan gue sambil bilang 'aaaak Wira kok omongan lo bener sih?' cih, klasik." Dan Wira selalu menjadi teman yang menyebalkan sekaligus paling peka di antara kita bertiga.

Grow Up: MercusuarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang