Hi Hello!
Balik lagi sama ceritanya Pak Satria dan Mba Caca, yang kangen yuk merapat!
***
Seminggu lagi memasuki minggu tenang menjelang Ujian Akhir Semester, sebenernya buat mahasiswa Arsitektur engga pernah ada kata minggu tenang. Karena justru minggu tenang dipakai mahasiswa arsitektur buat mengerjakan tugas dari awal semester, dan kejar-kejaran ngejar deadline yang setiap harinya terasa mencekik.
Tugas perancangan yang mata sksnya bisa sampai 6 sks, tugasnya emang satu yaitu desain bangunan pendidikan, tapi beranak pinak. Bikin anak-anak stress kalau menjelang akhir semester, makan engga teratur, tidur udah engga 8 jam, ke kampus kadang mandi kadang engga, cuman buat isi absen doang.
Ditambah tugas lainnya yang mendukung mata kuliah perancangan, lansekap, arsitektur perilaku, dan lainnya. Kalau teori tugas akhirnya bikin laporan penelitian, nah kalau praktek macem perancangan tugas akhirnya berupa sebundel gambar berisi gambar kerja dan berbagai konsep yang sudah kita buat selama satu semester.
Kepala gue makin pecah rasanya, saat Pak Satria bukannya meringankan beban gue di akhir semester ini tapi dia malah merecoki gue dengan menagih kelas pengganti. Beberapa kali gue bolak-balik ruangannya buat mengatur jadwal yang engga pernah sinkron. Kenapa engga lewat whatsapp? Karena dia sok sibuk, jadinya slow respon sedangkan teman-teman gue membutuhkan keputusan secepatnya.
"Jadi minggu depan temen-temen kamu bisa masuk kelas pengganti lansekap 'kan? Soalnya Bu Rika yang mau masuk hari itu."
Gue menghela nafas lelah, harusnya dia peka dan engga buat semuanya jadi susah, maksudnya cukup dengan dia balas whatsapp gue as soon as possible jadi gue engga perlu ke kampus padahal tadi di kosan lagi sibuk ngerjain tugas perancangan yang engga cukup cuman dikerjakan seminggu doang, "bisa, Pak. Hari apa ya?" tanya gue berusaha mengontrol emosi.
Tahu 'kan orang kurang tidur emosinya pasti engga stabil.
"Ehh emang gakpapa kalau minggu tenang kalian masih ngampus?" tanya dia balik.
"Engga ada pilihan lain 'kan, Pak? Jumlah pertemuan kelas lansekap kurang, jadi yaudah mau gak mau."
Dia ngangguk-ngangguk, "setelah saya lihat chat kamu, kalian bisa hari selasa ya? Jam berapa?" tanya Pak Satria.
"Jam berapapun, Pak. Asal jangan jam 07.00 atau 08.40, soalnya ini kan pekan deadline biasanya jam tidur mereka suka mendadak berantakan."
Sekali lagi dia ngangguk-ngangguk sambil sibuk sama ipad di tangannya, "yasudah, jam 10.20 ya. Ruangannya nanti kamu cari yang kosong terus kabari saya."
Gilaran gue yang ngangguk, "boleh, Pak. Ada lagi yang mau didiskusikan? Bapak kayaknya sibuk banget, sampai slowrespon jadi saya harus bela-belain dateng ke kampus." Curahan penanggung jawab matkul di sela-sela deadline yang semakin hari rasanya bisa bunuh gue perlahan-lahan.
"Jangan terlalu capek," ucapnya pelan banget, tapi masih kedengeran.
"Hah? Gimana, Pak?" tanya gue memastikan.
"Bilang temen-temen kamu, biasakan buat mengerjakan deadline tuh dicicil jangan pas mau dikumpul baru kalian bekerja keras bagai kuda. Engga baik buat kesehatan." Dia masih fokus sama ipadnya, "tuh kantung mata kamu aja udah hitam banget ngalahin zombie, saya kira tadi yang menghadap saya bukan mahasiswa."
Gue mendengus sebal, "Pak, bukan kita ngerjainnya SKS, tapi emang baru di acc nya pas mendekati pengumpulan. Jauh dari itu boro-boro di acc, revisi terus. Bapak kayak engga pernah ngerasain jadi mahasiswa aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up: Mercusuar
ChickLit[END] Engga pernah terbayangkan di dalam hidupnya harus berurusan dengan dosen hits yang digandrungi oleh mahasiswi seangaktannya, karena kecerobohannya. Ketenangan dan kedamaiannya lenyap dalam hitungan detik. "Welcome to the hell, Ca." -Caca- "Her...