Hallo
/
/
/
/
/
***
Akhirnya seminar satu berhasil gue lalui dengan tidak baik. Sebenarnya seminarnya berjalan dengan lancar, tapi banyak banget masukan dari dosen pembahas yang ujung-ujungnya pasti jadi bahan buat revisian.
Denah gue rombak ulang, yang artinya berpengaruh juga ke potongan dan tampak bangunan. Gue mulai preliminary design dari awal, dari nol. Pak Satria berperan apa selama seminar? Dia jadi moderator, selama gue dibantai oleh beberapa dosen pembahas dengan berbagai pertanyaan dia diem aja, sesekali gue ngeliat dia menahan tawa saat gue mulai gelagapan menjawab beberapa pertanyaan.
Mau marah, tapi untungnya dosen pembimbing pertama gue masih baik hati, dia sesekali meluruskan maksud dari perkataan gue kalau-kalau apa yang gue ucapkan tidak jelas.
Hari ini gue dibantai habis oleh 4 dosen pembahas, dan malaikat penolong gue di ruangan itu cuman Bu Yani, Pak Satria berubah menjadi malaikat maut. Jujur, gue jadi takut buat maju seminar dua.
"Jujur gue trauma banget anjir masuk ruangan seminar." Gue meletakan 5 rangkap laporan tugas akhir di meja kantin fakultas, beserta satu gulungan yang terdiri dari gambar kerja*, dan satu buah maket studi*.
"Bubuk banget lu, Non?" tanya Wira.
Gue mengangguk malas, masih terbayang tadi gue dicecar habis oleh dosen struktur karena gue engga bisa jawab radius parkir di basement sesuai standar tuh berapa. "Bukan bubuk lagi anjir, udah jadi bumbu halus gue. Sumpah ngeri banget, mental gue kena ini mah."
"Gue aman sih, Pak Adi dosen utilitas engga datang hari ini, kata kakak tingkat biasanya dia yang suka menghancurkan mental anak tingkat akhir."
"Iya anjir Nya, untung hari ini engga ada Pak Adi di kelompok kita. Kalau ada mampus, gue belum mikirin utilitas dengan baik dan benar."
Selagi Anya dan Wira mensyukuri karena hari ini mereka engga bubuk, gue memilih memasan makanan. Habis dikeroyok emang paling benar isi perut sama melupakan apa yang terjadi di ruang seminar tadi.
"Kang Fatthan bubuk juga engga, Non?" tanya Wira.
"Lupa lo kalau Kang Fatthan anak kesayangan dosen struktur, engga dia mah. Keluar ruang seminar langsung senyum-senyum sambil bilang, yes revisian gue buat maju sidang engga banyak. Kesel banget."
Anya dan Wira sibuk ketawa, gue sibuk meratapi nasib. Gini banget ya hidup, padahal gue udah usaha semaksimal mungkin tapi tetap aja kena cecar.
"Pak Satria emang gak bantuin lo, Non?" tanya Anya.
Emosi gue kembali naik ke ubun-ubun saat kembali mengingat ekspresi mukanya Pak Satria di ruang seminar tadi, "boro anjir. Dia cuman jadi penonton, sesekali ngetawain gue kalau gue engga bisa jawab pertanyaan. Kesel banget sumpah, pengen gue jadiin ayam geprek."
"Si Wira dong yang parah Ca, dosen pembimbing satunya dia malah nyerang dia pas seminar tadi," ucap Anya.
"Serius?"
"Iya anjir, dia nanyain hal yang gak gue tau. Kenapa coba engga nanya pas lagi bimbingan aja, sial banget. Untung masih seminar satu, jadi pas gue jawab belum mempertimbangkan, dosen pembahas pada maklum," jelas Wira.
Ternyata hidup gue engga sesial itu, masih ada Wira yang berasa dikhianati karena dosen pembimbing pertamanya menjebak dia pas lagi seminar. Tapi tetep ya gue masih kesel sama Pak Satria karena dia tidak membantu sama sekali, minimal dia ngasih clue gitu kalau gue mulai ngeblank. Ini 'kan seminar pertama gue, jadi masih belum tau situasi dan kondisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up: Mercusuar
ChickLit[END] Engga pernah terbayangkan di dalam hidupnya harus berurusan dengan dosen hits yang digandrungi oleh mahasiswi seangaktannya, karena kecerobohannya. Ketenangan dan kedamaiannya lenyap dalam hitungan detik. "Welcome to the hell, Ca." -Caca- "Her...