Hello!
\
\
\
\
***
-Satria
Aku sempat dibuat bingung kenapa sore itu, aku bisa dengan mudah menceritakan apa yang aku alami akhir-akhir ini. Tidak ada yang tau masalah yang sedang aku alami kecuali keluargaku sendiri, bahkan Jeral dan Ghian aja engga tau.
Hanya saja, sore itu rasanya menyesakan. Masalah itu semakin hari seperti sebuah batu yang setiap harinya bertambah beratnya. Dan sore itu, aku mulai muak dan lelah menahan semuanya sendiri.
Caca.
Dia orang pertama yang tau tentang masalah ini selain keluargaku. Dia menjadi pendengar yang baik, tanpa menghakimi dan berusaha mengerti bagaimana rasanya berada di posisiku. Sore itu, aku menemukan kenyaman dalam diri Caca.
"Jadi Bapak dari awal kuliah jomblo?" tanya Caca.
Aku mengangguk, "kenapa? Heran ya? Orang ganteng kayak saya bisa tahan menjomblo selama ini."
Caca berdecak sebal, menatapku dengan tatapan galaknya. Aku benar-benar mempertanyakan perasaan dia yang sebenarnya kepadaku, katanya suka tapi masih aja galak. "Dulu pas jaman saya jadi mahasiswa ada beberapa kakak tingkat, teman seangkatan, dan adik tingkat yang ngedekatin saya secara terang-terangan. Tapi ya karena ada sesuatu di diri saya yang salah, saya selalu mengabaikan mereka."
"Kasian banget, I know how it's feel." Caca merenenung.
"Gak usah masang muka melas di depan saya, gakkan mempan."
Dia menatapku tajam, "I know. Saya lagi nyari tukang parkir, tenang aja, Pak."
"Kamu pasti pernah denger deh rumor kalau saya suka sesama jenis. Pas saya mau lulus tuh, rumor itu menyebar gitu aja karena ada cewek yang menyatakan perasaan sama saya, tapi saya tolak. Eh dia malah nyebar rumor yang engga-engga."
"Terus Bapak biarkan?" tanya Caca.
Aku mengangguk, "saya pikir rumor itu seperti angin akan berlalu begitu saja. Eh sampai sekarang masih ke bawa, sampai kamu dan temna-teman kamu kemakan rumor itu."
Caca menatapku sok bingung, "saya engga tau rumor itu."
"Bohong. Orang pas lagi mabuk kamu meracau engga jelas, katanya gak suka cowok homo. Nyindir saya kan itu?"
Caca nyengir, "Wira tuh yang nyebarin rumornya. Mana sebelum saya mabuk saya ngeliat bapak ngobrol akrab sama cowok di restaurant fastfood gitu, terus tiba-tiba ada cewek yang dicium keningnya sama Bapak. Perasaan saya campur aduk Pak, bingung mau seneng apa sedih. Senang karena rumor itu engga benar, tapi sedih karena Bapak udah punya cewek."
"Itu Kakak dan Adik saya, Ca. saya 3 bersaudara, jadi anak tengah."
Caca mengangguk, "enak engga Pak jadi anak tengah?" tanya Caca.
"Engga. Rasanya selalu jadi tumbal. Saya harus mengalah dari kakak saya karena dia anak perempuan satu-satunya, dan saya harus mengalah juga dari adik saya karena dia anak bontot. Jadi anak kedua kayak disuruh nerima takdir aja, engga bisa berontak atau apa. Karena jadi anak kedua bikin saya peka sama keadaan, jadi susah buat berlaku seenaknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up: Mercusuar
ChickLit[END] Engga pernah terbayangkan di dalam hidupnya harus berurusan dengan dosen hits yang digandrungi oleh mahasiswi seangaktannya, karena kecerobohannya. Ketenangan dan kedamaiannya lenyap dalam hitungan detik. "Welcome to the hell, Ca." -Caca- "Her...