Hi Hello!
Happy reading and enjoy!
***
Sial, gue bener-bener ingin mengutuk Anya karena sudah mencuci otak gue, harusnya otak kalau dicuci tuh makin bersih ini malah makin kotor. Kata-kata dia di lantai 3 minggu kemarin berhasil mendoktrin gue dan mengubah pandangan gue akan sosok yang sedang berdiri di depan ruangan.
Sekarang gue sama Anya lagi main ke kampus padahal ini weekend, bukan karena gabut tapi pengen lihat aja proses masa bimbingan yang ketua pelaksananya adalah si Wira. Jadi gue sama Anya datang ke sini buat mendukung Wira. Temen yang baik 'kan.
Dan kebetulan sekali Pak Satria yang ngisi materi kali ini tentang manajeman waktu, dia lagi ngomong di depan, dengan style yang dia banget yaitu kemeja warna putih yang lengannya dia gulung sampai siku dan celana jeans warna hitam.
Tunggu, sejak kapan sosok itu bisa menyita perhatian gue?! Sadar, jangan suka atau tertarik sama orang ganteng, Ca.
"Liatin aja terus, non. Soalnya kalau dikantongin 'kan engga bisa, fansnya dia galak-galak termasuk gue." Kemudian gue mendengar suara cekikan dari sebelah gue. Tenang, itu bukan mba K tapi temen gue, siapalagi kalau bukan Anya.
"Gue lagi membuktikan aja omongan lo bener apa engga."
"Terus? Udah dapet jawabannya? Bener 'kan?"
Gue mengangkat kedua bahu, "biasa aja sih, yaudah dia 'kan dosen. Udah sepatutnya bisa ngomong depan banyak orang."
Dan gue malah mendapat toyoran dari Anya. "Non, gue kasih tau ya nimbun gengsi tuh engga akan bikin lo jadi kaya. Mending nimbun duit, jangan gengsi."
Sial, temenan baru dua tahun lebih sama Anya dan Wira tapi mereka kayak udah bisa mengekspos gue habis-habisan. Maksudnya, gue beneran engga bisa bohong atau menutupi apapun dari mereka berdua.
***
Setelah selesai memberikan materi tentang manajemen waktu, Pak Satria engga langsung pulang ternyata dia lebih memilih nongkrong di depan studio lantai 3. Tentu saja dia langsung dikerubungi oleh fans-fansnya yang merupakan mahasiswanya sendiri.
Gue berdecak sebal. Sok ganteng banget, najis.
"Udah makan belum, Wir?" pertanyaan Anya sukses menarik kesadaran gue, julid yang terjadi dalam diri gue terhenti seketika.
"Belom, nanti aja lah bareng sama panitia yang lain," jawab Wira, dia sok sibuk gitu hari ini mentang-mentang jadi ketua.
"Jangan sok sibuk lu, ini 'kan udah waktunya makan siang ya makan! Lagian 'kan dede emesh nya juga lagi isoma," lanjut gue.
Alasan kenapa panitia sekaligus fansnya Pak Satria bisa caper dan ngerubungi dia bak semut yang nemu gudang gula adalah karena sekarang peserta masa bimbingan lagi pada ISOMA di masjid Alfurqon, jadi panitia bisa ngerumpi sama dosen kesayangannya.
"Nih." Anya menyerahkan satu kotak makan berisi ayam kremes yang tadi sempet kita beli dulu sebelum kesini. Dibilang Wira itu beruntung banget punya temen kayak kita berdua, perhatiannya engga ada dua.
"Wah, thank you! Yauda ayok makan bareng." Wira mengajak kita makan di sisi koridor lain, soalnya koridor yang sekarang kita injak lagi dipake jumpa fans dadakan sama Pak Satria dan fans.
Gue bener-bener speechless, gue paham kalau dia ganteng dan segala macamnya makannya banyak yang suka. Tapi yang gue engga ngerti, kenapa mahasiswa itu engga ada segan-segannya buat deketin Pak Satria, maksud gue dia 'kan dosen gitu. Dan gue gak nyangka aja kalo fansnya Bapak Satria yang terhormat itu banyak juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up: Mercusuar
ChickLit[END] Engga pernah terbayangkan di dalam hidupnya harus berurusan dengan dosen hits yang digandrungi oleh mahasiswi seangaktannya, karena kecerobohannya. Ketenangan dan kedamaiannya lenyap dalam hitungan detik. "Welcome to the hell, Ca." -Caca- "Her...