Sabtu siang yang cerah. Hari ini Jonatan akan menemani Alex mencari keyboard. Awalnya Alex menawarkan diri untuk menjadi pengemudi, lalu Jonatan yang menunjukkan arahnya. Namun setelah dipikirkan dan juga menurut Jonatan tidak efektif, akhirnya Jonatan menawarkan diri untuk dirinya saja yang mengantar Alex, karena ia juga tahu letak toko musiknya.
"Lo yakin mau beli alat musik?" tanya Jonatan.
"Yakin, kan gua mau belajar musik," jawab Alex yakin.
"Masalahnya itu, lo belajar musik itu hitungannya dadakan, motivasi lo belajar musik karena ada 'seseorang' kan kata lo kemaren?" tanya Jonatan lagi.
"Eh, emm, itu," balas Alex menjadi gugup. Kaget karena Jonatan masih ingat omongan dirinya saat audisi kemaren.
"Gua sih tetap berharap lo bakal cinta sama musik, walaupun motivasinya dari luar. Karena menurut gua, belajar musik kalo ngga dari hati, itu susah untuk konsistennya," ucap Jonatan.
Alex merasa dirinya tersindir karena ucapan Jonatan. Motivasi dirinya untuk belajar musik memang bukan berasal dari dirinya, melainkan karena orang yang sedang mengendarai mobil ini.
"Emang lo belajar musik dari kapan?" tanya Alex.
"Dari SD," jawab Jonatan.
"Wow, udah lama banget ya. Terus kalo lo suka sama musik, kenapa lo gak masuk jurusan musik aja? Kan biasa banyak tuh anak-anak yang mau kuliah ngikutin passion-nya" tanya Alex lagi.
"Apa passion bisa menjamin orangnya tetap suka dengan yang ia minati ketika ia sudah berada di jurusannya?" tanya Jonatan balik.
"Kayaknya iya," jawab Alex ragu.
Jonatan terdiam sejenak. Lalu ia berkata, "well, banyak orang percaya kalo passion bisa ngebantu kita buat mencintai kuliah. In my opinion, itu bisa aja benar ketika di semester-semester awal. Tapi ketika di pertengahan jalan, lo pasti akan ngerasa jenuh karena lo ngulang-ngulang hal itu terus, sekalipun itu hal yang lo suka. Apalagi ada tuntutan dari akademik yang menharuskan lo untuk perfect, lo bisa aja ngerasa bosen di pertengahan jalan karena banyak ini-itunya."
"Jadi ini alasannya lo gak memilih buat kuliah jurusan musik dan lebih memilih untuk ikut UKM musik?" tanya Alex memastikan.
"Iya. Gua orangnya gak suka dipaksa, apalagi kalo mengenai hal yang gua suka. Gua suka sama musik, tapi kalo misalkan gua belajar di jurusan musik, sekalipun gua seneng sama muik, pasti nanti bakalan banyak tuntutan yang bukan berasal dari hati gua. Yang ada gua bisa jenuh sama musik karena banyak ini-itunya. Kalo sekarang, misalkan gua lagi jenuh sama akademik gua bisa lari ke musik. Tapi kalo misalkan gua kuliah musik dan jenuh, gua mesti lari kemana? Jadi lebih baik kalo gua belajar di jurusan lain, tapi gua bisa mengembangkan minat musik lewat UKM tanpa merasa terbebani."
Alex merasa speechless mendengar jawaban Jonatan. Ia tidak menyangka bahwa Jonatan yang sudah sedemikian senangnya sama musik bisa untuk tidak memilih jurusan musik karena takut benci dengan hal yang ia cintai. Berbeda dengan dirinya yang dulu memilih sastra Indonesia karena senang membaca novel. Alex menjadi berpikir, apakah ia tetap bisa bertahan untuk mencintai sastra Indonesia jika di pertengahan jalan ia merasa jenuh karena banyaknya tuntutan?
"Well, gausah terlalu dipikirin juga. Tiap orang kan pasti beda-beda menjalaninya, walaupun yang tadi gua omongin berdasarkan orang-orang yang gua kenal dan tau latar belakangnya pas dia milih jurusan kuliah sih. Tenang aja. Lakuin aja apa yang lo yakini tepat," ucap Jonatan menenangkan Alex.
"Oh iya, seandainya nanti lo udah gamau belajar musik lagi, mau lo apain keyboard-nya?" tanya Jonatan.
"Mungkin bakal tetep gua simpen, karena bisa aja gua mau mainin lagi pas gua gak ada kegiatan," jawab Alex.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of Music
Teen FictionPatah hati berkali-kali membawa dampak yang cukup besar bagi hidup Alex. Diputuskan untuk kesekian kalinya oleh wanita membuat Alex pergi untuk menghibur dirinya di sebuah bar. Di sana Alex mengatakan ingin mempunyai pacar seorang laki-laki saja aga...