"Alex?" panggil Jonatan saat ia melepaskan pelukannya dari Alex
"Hmm," jawab Alex singkat sambil menatap Jonatan.
"Bolehkah mulai sekarang aku saat berbicara dengan kamu menggunakan aku-kamu?" tanya Jonatan sambil tersenyum menatap balik Alex. Alex sedikit terkejut dengan pertanyaan Jonatan, namun tak lama akhirnya ia mengangguk. Tanda dirinya mengizinkan mereka berkomunikasi dengan gaya bahasa yang lebih 'dekat'.
"Tapi dengan satu syarat," potong Alex sebelum Jonatan meloncat kegirangan.
"Apa itu?" balas Jonatan melihat mata Alex.
"Aku belom siap kalo misalkan orang-orang lain tau. Jadi bolehkah kalo saat kita berdua saja baru berbicara aku-kamu?" tanya Alex meminta persetujuan Jonatan. Alex memang belum siap jika hubungannya dengan Jonatan diketahui oleh orang lain, sekalipun sebenarnya teman-temannya pasti menduga Alex akan memilih Jonatan dibandingkan Natalie.
"Hanya berdua saja? Kalo di depan teman-teman kita? Kan mereka juga udah tau kalo hubungan kita emang deket," ujar Jonatan saat mendengar permintaan Alex.
"Iya, hanya kita berdua aja. Mereka kan taunya kita dekat sebagai teman, bukan yang lain. Jadi walaupun nanti mereka meledek kita, anggap saja itu kayak bercanda biasa. Gapapa kan? Sampai aku siap aja," pinta Alex lagi dengan nada sedikit memelas.
Jonatan awalnya merasa tidak setuju jika sampai teman-teman dekatnya tidak tahu karena pastinya teman-teman dekatnya sudah melihat kedekatan antara dirinya dan Alex. Namun karena Alex yang meminta dan dirinya masih merasa belum siap, akhirnya Jonatan mengiyakan permintaan Alex. "Yasudah kalo itu mau kamu, aku gapapa. Aku bakal nungguin kamu sampai kamu siap kok," ucap Jonatan sambil tersenyum dan mengelus kepala Alex.
"Terima kasih, Jonatan," sahut Alex sambil memeluk Jonatan lagi. Membuat Jonatan tersenyum tipis karena Alex yang begitu senang. Namun sesungguhnya di dalam hati Jonatan, ia merasakan sedikit keraguan saat mengucapkan kalimat akan menunggu Alex sampai siap. Apakah gua juga sebenarnya udah siap buat nerima Alex seutuhnya? pikir Jonatan. Tetapi Jonatan berusaha untuk mengusir pikirannya itu dan mencoba untuk hidup di dunianya sekarang. Apa yang hari ini terjadi, itulah yang harusnya dijalani, batin Jonatan idealis. Idealis, karena jika realistis, tentunya Jonatan tidak mampu berpikir seperti ini.
"Yuk kita pulang, gak baik kalo kamu pulang kemalaman," ajak Jonatan sambil melepaskan pelukannya dari Alex.
"Biarin, kan aku udah sering pulang malam," jawab Alex sambil menjulurkan lidahnya.
"Tapi kan sekarang aku gak ngizinin kamu pulang malam. Ayo pulang, biar kuantar," ucap Jonatan lalu membalikkan badan Alex kemudian mendorong pundak Alex dan menuntunnya menuju mobil milik Jonatan. Alex memang malas untuk membawa kendaraan pribadinya jika sedang pergi ke kampus, namun jika sedang jadwal latihan rutin klub musik, Jonatan selalu memaksa Alex untuk pulang bersamanya.
Sabtu pagi yang cerah. Alex terbangun dengan rasa kesal karena ada bunyi berisik di depan kamarnya. Terdengar suara gedoran dari pintu kosan disertai suara panggilan yang memanggil namanya untuk segera bangun.
"Alex!"
"Alex! Bangun woy!"
"Alex! Masih hidup kan lo di dalem?"
Alex yang terbangun karena suara berisik itu pun melihat jam yang ada di handphone-nya. Jam delapan pagi? Dasar teman-teman jahanam, rutuk Alex kesal. Ia sudah berencana untuk bangun siang di hari sabtu ini karena sedang tidak ada kegiatan. Namun teman-temannya malah membangunkan dirinya di waktu sepagi ini. Alex kemudian bangun dan berjalan ke pintu, berniat untuk mengomeli teman-temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of Music
Teen FictionPatah hati berkali-kali membawa dampak yang cukup besar bagi hidup Alex. Diputuskan untuk kesekian kalinya oleh wanita membuat Alex pergi untuk menghibur dirinya di sebuah bar. Di sana Alex mengatakan ingin mempunyai pacar seorang laki-laki saja aga...