"Go on..." Gavin meminta Amber meneruskan ceritanya. Amber menghela nafas untuk kesekian kalinya.
"Setelah lulus SMA, aku melanjutkan pekerjaanku sebagai tukang cuci piring. Setelah 2 tahun, pemilik restoran menawariku untuk menjadi waitress. Karena bayarannya sedikit lebih besar dari tukang cuci piring, aku menerimanya. Beberapa minggu setelah menjadi waitress, aku bertemu James. Awalnya aku tidak terlalu menaruh perhatian karena aku tidak berencana untuk berhubungan dengan pria mana pun. Satu-satunya pria yang sangat berarti dalam hidupku melukaiku dengan begitu dalam, aku tak punya kekuatan untuk terluka lagi. Namun James benar-benar pantang menyerah. Setiap hari dia menjemputku setelah aku selesai kerja, mengajakku jalan-jalan setiap Sabtu malam, memberiku bunga hampir setiap hari. Wanita mana pun pasti akhirnya akan luluh dengan perhatian bertubi-tubi seperti itu. Apalagi aku yang tidak pernah sekalipun mendapat perhatian pria selama 20 tahun hidupku."
Amber menghembuskan nafas. Pandangannya kosong, seperti kembali ke masa lalu, senyumnya hampa seperti mengejek kebodohannya.
"Entah bagaimana ceritanya sampai akhirnya James berhasil membawaku ke tempat tidur. Yang aku ingat saat itu kami pergi ke pesta rekan kerjanya, lalu tiba-tiba aku pusing. James mengatakan akan membawaku pulang, tapi keesokan harinya aku bangun di tempat tidur di apartemennya dalam keadaan telanjang. Aku menangis tapi James mengatakan bahwa tidak apa-apa, toh kami akan menikah. Dia lalu melamarku. Aku menerimanya dengan senang hati. Kemudian sex tanpa pengaman telah menjadi rutinitas kami. Aku pikir itu mungkin adalah hal biasa karena kami telah bertunangan. James selalu menceritakan rencana-rencana masa depan kami. Semuanya indah. Aku tentu saja percaya padanya. Dengan bodohnya aku yakin bahwa akhirnya aku menemukan kebahagiaan.
"Dua bulan kemudian aku hamil. Aku takut jika James akan meninggalkanku tapi ternyata dia bahagia. Aku pun lega dan menerima kehamilanku dengan kebahagiaan yang berlipat-lipat. Dalam hati aku berjanji, bahwa anakku tidak akan mengalami apa yang kualami. Dia akan mendapatkan seluruh cinta yang kupunya. Proses kehamilanku berjalan lancar, sampai ketika kandunganku berusia 30 minggu, James mengatakan bahwa dia harus pergi ke New York selama satu minggu untuk urusan pekerjaan.
"Aku sedih, takut, tidak rela. Tapi James meyakinkanku bahwa dia akan pulang. Dia bahkan memberikan sebuah alamat dan nomor telepon yang katanya adalah apartemen temannya tempat dia akan menginap. Akhirnya aku membiarkannya pergi. Setelah satu minggu, dia tidak pulang. Aku menghubungi teleponnya tapi tidak aktif. Aku menghubungi nomor apartemen temannya, tapi tidak pernah tersambung. Setelah tiga minggu, dengan sedikit tabungan yang aku punya, aku memutuskan untuk terbang ke New York.
"Di bandara aku seperti orang hilang. Aku tidak punya kenalan, aku tidak punya tujuan. Aku menangis karena tidak tahu harus bagaimana sampai wanita tua ini menghampiriku dan menawarkan untuk tinggal sementara dengannya. Aku menerimanya. Hari berikutnya aku memutuskan untuk langsung mencari James. Aku tahu itu bodoh, New York begitu besar, aku harus mencari kemana? Mrs. Carr memintaku untuk merelakannya karena perasaannya mengatakan bahwa James telah meninggalkanku. Aku tidak percaya. Aku telah memupuk harapan, aku percaya aku akan bahagia. Dan aku akan mempertahankan kebahagiaanku.
"Dengan perut sebesar itu, aku berjalan berkeliling New York dengan merapal banyak doa. Hari keenam aku mencari James di Central Park. Aku merasa kelelahan dan duduk di bangku taman. Tidak lama kemudian aku mendengar suara yang telah kurindukan selama beberapa minggu itu, dan dia sedang tertawa. Aku menoleh dan melihatnya berjalan mesra dengan seorang wanita. Aku menghampirinya tapi aku tak mampu berkata apa-apa. Kemudian wanita itu bertanya pada James siapa aku, dan James berkata dia tidak kenal padaku. Aku berteriak pada wanita itu bahwa aku adalah tunangan James dan sedang mengandung anak kami, tapi James menamparku dan memintaku untuk pergi kerumah sakit jiwa kemudian meninggalkanku."
Amber berhenti. Air matanya keluar dengan deras. Tangannya menutupi wajahnya dan bahunya terguncang. Gavin menggeser tubuhnya mendekat lalu merengkuh bahu Amber. Ingin rasanya dia memeluk wanita rapuh ini dengan erat namun dia takut jika Amber menghindar. Rasa percayanya pada pria jelas sudah terkikis habis. Gavin tak ingin membuatnya menjauh. Setelah sedikit tenang, Amber meneruskan ceritanya.
"Aku tidak percaya James akan berpura-pura tidak mengenalku. Tamparannya berhasil membawaku kembali ke alam sadar, dimana kebahagiaan dan harapan selamanya tidak akan berpihak padaku. Aku tidak sadar kalau aku berjalan ke arah jalan raya. Pikiranku melayang entah kemana. Yang terakhir kuingat adalah rasa sakit di bagian perut, darah yang mengalir di pahaku, orang-orang yang panik, suara ambulans, kemudian semuanya gelap.
"Aku benar-benar berharap aku mati, tapi aku merasakan ada tangan yang menggenggam tanganku. Aku membuka mata dan melihat Mrs. Carr sedang menangis. Aku melihat perutku dan panik ketika tahu bahwa anakku tidak disana lagi. Kemudian Dokter Dewitt masuk dan menjelaskan semuanya. Seperti yang sudah kuceritakan padamu, Ruby seharusnya tidak bertahan, tapi aku memaksa. Aku masih ingin percaya pada keajaiban. Aku berharap setidaknya ada satu hal baik yang terjadi dalam hidupku.
"Setelah merasa baikan dan diijinkan pulang, aku mencari pekerjaan. Aku harus mengumpulkan uang untuk biaya perawatan Ruby. Mrs. Carr ingin membantu, tapi aku tidak ingin melibatkan wanita baik itu dalam hidupku yang sial. Bulan lalu adalah ulang tahun Ruby yang pertama. Aku berdoa semoga dia bisa merasakan kehidupan bersamaku, karena aku pasti akan berjuang untuknya. Tapi...seperti yang kau tahu, aku tidak seberuntung itu."
Amber mengakhiri cerita kelamnya. Untuk kesekian kalinya dia menghembuskan nafasnya. Gavin dapat melihat bahwa Amber merasa lega telah melepaskan beban yang selama ini menghimpit dadanya. Gavin memandang wanita disampingnya ini dengan pandangan memuja. Sungguh luar biasa menyakitkan kehidupan yang dialami wanita ini dan dia bahkan masih sanggup berdiri. Benar-benar wanita luar biasa. Jelas Tuhan punya rencana indah untuknya.
"You know what?" tanya Gavin. "Sepertinya Tuhan memberimu cobaan di awal untuk melihat apakah kau layak untuk kebahagiaan di akhir. Sekarang aku pikir ini adalah saat untuk kebahagiaanmu. Lihatlah, Tuhan mengirimkan Hazel untukmu. Dan aku yakin, pertemuan kita ini adalah takdir baik. Maka dari itu, Amber, aku mohon percayalah sekali lagi pada keajaiban. Percayalah sekali lagi pada harapan. Kali ini Tuhan tidak akan mempermainkanmu. Menikahlah denganku, jadilah ibu untuk Hazel. Biarkan aku yang akan menjamin kebahagiaanmu."
***
YOU ARE READING
Embracing Happiness (On Going)
RomanceAmber adalah seorang wanita dengan masa lalu kelam. Dibuang ayahnya, ibunya bunuh diri, kemudian dia dihamili lalu ditinggalkan pria yang dicintainya. Dia merasa bahwa kebahagiaan bukan bagian dari hidupnya. Gavin adalah pria dingin yang tidak terta...