(2) Immanuel Valandra

1K 23 0
                                    

Hari senin dimana seluruh penghuni kantor akan disibukan dengan pekerjaan yang tertunda dua hari kemarinnya karena weekend. Saya berjalan memasuki ruang kerja, tadi saya telah melaksanakan pertemuan dengan beberapa penanam saham di perusahaan yang dibangun oleh Papi ini.

Santai saja sekarang, duduk-duduk di bangku kerajaan sambil menikmati secangkir kopi hitam adalah nikmat tiada tara selain beradu bibir dengan wanita.

Teng teng teng teng teroreng treng treng...

Teng teng teng teng teroreng treng treng...

Suara dari HP saya berbunyi.

Karinda is calling..

Segera saya mengangkatnya.

"Iya kenapa?."

"Bang jemput Nicole dong. Gue gak bisa nih, masih banyak pasien soalnya."

"Ck elah! Suami lo mana sih?."

"Ayolah Jefri lagi meeting katanya, gak bisa di ganggu."

"Kalo gak bisa ngurus anak mending gak usah buat deh! Mau enak-enak aja lo berdua, ngurusnya gak mau!."

Bip

Segera saya mematikan sambungan telpon. Nicole adalah keponakan saya, anak dari adik perempuan saya. Memang kebiasaan si Karinda. Jika dia dan suaminya tidak bisa menjemput Nicole, otomatis saya yang disuruh menjemputnya.

Bukannya tidak mau, saya mau saja. Namun Nicole itu tipikal anak perempuan yang cerewet. Sedangkan saya adalah anak yang pendiam. Tapi gak introvert kayak selebgram yang itu. Kadang saya dibuat pusing karena pertanyaan yang dia tanyakan. Maklum usianya empat tahun, banyak hal yang ingin dia tahu.

Yang buat saya mati kecekik, saat Nicole bertanya "Uncle, ena-ena itu apa?." Saat itu juga rasanya saya mau berlari dan pasrah jika lantai menelan saya hidup-hidup.

Hell!

Anak segitu tau dari mana coba? Saat itu juga saya bersikeras memarahi kedua orang tuanya. Mengenai lingkungan pertemanannya di rumah maupun sekolahnya. Tapi saat Karinda bilang "Itu dia denger dari Jefri pas ngajakin gue main."

Saat itu juga, saya bersikukuh mematahkan leher adik ipar saya. Jika tidak ditahan Mami, pasti lehernya sudah bercampur dengan kuah seblak.

Sudahlah, lebih baik saya pergi menjemput Nicole kesekolahnya. Jika telat menjemput, pasti dia akan menangis dan memarahi saya. Memang keponakan durhaka! Gak emak, gak bapak, gak anak. Sama aja semua.

Saya mengendarai mobil Range Rover putih dengan kecepatan maksimal. Karena waktu pulang sekolah Nicole sudah hampir tiba. Beruntung saat tiba di sekolahnya, saya hanya telat tiga puluh menit.

"Unclee!!! Kenapa lama anet ci! Nicole kenanasan tau ga ci!?." Telat tiga puluh menit doang padahal.

"Maaf ya sayang, uncle tadi kejebak macet sedikit. Jadinya telat deh." Walau sebenarnya saya dongkol setengah mampus. Tapi didepan anak kecil, saya harus menampakan wajah baik hati dan juga penyayang.

Saya mengambil alih tas gemblok Nicole, lalu menggendong tubuh gempalnya kedalam dekapan saya.

"Cebagai permintaan maafnya uncle, Nicole oleh minta beyiin es cim ndak?."

Bentar deh, ini kan seharusnya saya yang bilang. Kenapa jadi dia yang nawar.

"Hmm boleh deh boleh. Beli di deket rumah mama aja ya nanti." saya membawanya masuk kedalam mobil, lalu mendudukan Nicole disamping saya. Jangan lupa memakaikan sabuk pengaman ya!.

My Lovely MouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang