Flashback 2

310 14 5
                                    

Allecia Mourine Point Of View
.....

Menghadapi kenyataan bahwa harus berangkat kesekolah adalah masalah terbesarku. Mendapati perlakuan tidak enak, yang menyakitkan hati dari teman-teman kelasku. Apa salah jika aku gemuk? Apa aku tidak boleh bersekolah dengan tenang? Tanpa ada pengganggu? Dulu aku berfikir jika perlakuan mereka semua hanyalah angin lalu bagiku.

Tapi sekarang, melihat mereka yang semakin menjadi. Aku mau bertindak, tapi aku tak berani. Satu kenyataan yang membuat aku benci terhadap diriku. Takut, satu kata yang akan merubah seorang Alle dalam sekejap. Jika kalian pernah, atau sedang dalam posisiku. Apa yang akan kalian lakukan? Memaki mereka? Melawan? Menjambak mereka? Mencakar? Atau paling sadis, berujung dengan frustasi lalu bunuh diri? 

Tapi maaf, aku tidak sebodoh itu untuk mengakhiri hidupku. Memang siapa mereka? Mereka bukan Tuhan yang bisa mendorongku pada kematian. Tapi apalah aku. Hanya takut untuk bertindak dan memilih diam jika ditindas. Jangan contoh diriku, jika bisa.

"Alle, itu sarapannya kok cuma di aduk-aduk dari tadi?." Suara Ayah mengembalikanku pada lamunanku.

Bunda hanya melihatku prihatin. Aku sudah mencegah Bunda untuk datang kesekolah. Walau aku tau, niat Bunda adalah melindungi. Tapi biarlah, itu jadi urusanku sendiri. Doakan aku agar kuat untuk menghadapi mereka.

"Alle gak nafsu yah." Sahutku sambil terus mengaduk-aduk sarapanku.

"Alle sakit? Atau Alle gak suka makanannya?." Tanya Ayah lagi.

Aku menggeleng, memutuskan untuk meminum segelas susu cokelat yang sudah Bunda siapkan. Susu cokelat adalah minuman kesukaanku. Entah mengapa bila minum itu, rasanya hatiku sedikit tenang. Selain es krim, aku suka susu cokelat.

"Habisin aja susunya kalo gak mau makan nasi. Jangan sampai perut kamu kosong, nanti sakit." Itu suara Bunda.

"Iya Bun.."

.....

"Daaaa anak Ayah. Jangan lupa untuk terus semangat!."

Itu kalimat yang Ayah ucapkan setiap hari saat aku turun dari mobilnya. Tiap pagi aku dan Ayah selalu berangkat bersama. Kantor Ayah dan sekolahku searah.

"Iya Ayah. Daaaa."

Gerbang sekolah sudah didepan mata. Saatnya balik pada kekejaman manusia.

"Semangat Alle!." Aku mengepalkan tangan lalu mengangkat tinggi-tinggi, guna menyemangati diriku. Berjalan memasuki gerbang sekolah. Sialnya aku harus melewati lapangan untuk menaiki tangga gedung B sekolahku. Bisa saja melewati koridor gedung A. Tapi itu sangat jauh, dan membuang waktu.

Entah apa yang salah pada diriku. Semua mata tertuju padaku. Terutama gerombolan Tim Basket sekolahku, yang sedang duduk dibawah pohon . Dan sudah bisa dipastikan, disana ada Ka El. Si kapten regu.

"Woiii!."

Eh ada yang teriak? Siapa? Dia manggil siapa?

Aku menambahkan kecepatan jalanku. Tanpa menoleh kanan, kiri, atau belakang. Hanya fokus kedepan. Dan sesekali memperhatikan langkah kakiku.

"Woiii! Buset jalannya nambah cepet." Teriak orang itu lagi.

"Woiii! Berenti! Lo yang gue pinjemin hoodie kemaren!."

Eh? Aku?

Aku berhenti lalu menoleh kebelalang. Mendapatkan ka El yang sedang jogging kearahku.

"Lo jalan apa lari sprint sih? Cepet amat." Ujarnya penuh dengan kekesalan.

"Ma-maaf ka, buru-buru."

My Lovely MouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang