(4) Immanuel Valandra

692 18 2
                                    

Sepulang dari kantor, saya kembali lagi ke kedai es krim yang Mou miliki. Rasanya masih mengganjal jika tidak berbicara banyak padanya. Lagipula, ada satu hal yang harus saya selesaikan bersama dengannya. Walau nanti banyak mendapat penolakan. Tapi saya harus maju terus, pantang mundur. Kita harus perjuangkan apa yang kita sukai kan? Pusing juga tiap hari kena ceramah Mami.

Dulu aja larang anaknya pacaran. Giliran begini, nyuruh cepet-cepet nikah terus. Saya gak pernah bawa pacar tanpa cinta ke rumah. Bisa repot kalo Mami tau. Selama pacaran, pasti saya sembunyi-sembunyi dari Mami ataupun keluarga yang lain. Jadinya dilangkahin adek sendiri. Karinda bilang "Gue gak mau ya bang jadi perawan tua gara-gara nungguin lo yang gak nikah-nikah." Poor El.

Saya memberhentikan mobil agak jauh dari kedai. Supaya gak curiga si Mounya. Mau dia tau atau engga mobil saya. Intinya waspada aja. Sebenarnya saya sudah lama tau kedai es krim ini. Tapi hanya jadi angin lalu. Nicole juga tidak pernah menuntut saya untuk beli es krim di kedai Mou. Mungkin memang jalan Tuhan tadi. Ah saya harus berterima kasih pada Nicole.

Sudah pukul lima sore, ah itu dia! Mou sedang keluar bersama dengan para pekerjanya. Eh? Jam segini kedainya udah tutup? Kok gak sampai malam? Mou mengunci pintu kedai lalu masuk ke mobilnya.

Oke saatnya beraksi El!.

Saya mengikuti Mou yang melajukan mobil sedannya dari belakang. Mau tau saja rumahnya dia masih sama dengan yang dulu atau tidak. Sekitar dua puluh menit perjalanan, ditambah dengan kemacetan. Saya melihat Mou memasuki sebuah rumah. Wallla! Rumahnya masih sama dengan yang dulu ternyata.

Saya menunggu cukup lama didalam mobil. Dengan satu kesepakatan. Hari ini juga, saya berniat untuk mengajak Mou makan malam. Sekaligus membicarakan masa lalu yang harus saya selesaikan. Jam menunjukan pukul enam sore. Saya memberanikan diri untuk mendatangi rumah Mou.

Saya mengetuk pintu, terdengar sahutan dari dalam rumah. Tak lama pintu terbuka. Menampakan sosok perempuan pertengahan lima puluhan kira-kira. Sudah dapat dipastikan ini Ibu dari Mou. Muka mereka sama. Bahkan tak banyak berubah dari sepuluh tahun yang lalu, saat saya berkunjung kemari.

"Siapa ya?." Ucap Ibu dari Mou.

"Selamat sore tante. Saya temannya Mou."

"Mou? Siapa? Disini gak ada yang namanya Mou."

Eh iya, itukan hanya nama panggilan saya buat dia.

"Maksud saya, Allecia tante."

"Ohhh Alle. Ayo mas masuk dulu." Ucapnya sambil mesem-mesem.

Saya mengekor dari belakang. Digiring untuk duduk di ruang tamu mereka.

"Silahkan duduk dulu mas. Mau ngapain ya? Biar Bunda panggil si Allenya."

"Oh mau ajak keluar aja tante."

"Ohh begitu. Yaudah Bunda panggil dulu si Allenya. Masnya duduk sini aja."

Wanita yang menyebut dirinya Bunda itu pergi meninggalkan saya lalu menaiki tangga ke lantai dua. Ruang tamunya nyaman, yang membuat saya terkagum adalah. Ada satu foto dalam bingkai besar. Disana Mou bergaya layaknya seorang model. Cantik dan manis.

"Mas, ini loh si Allenya." Sontak saya berbalik. Menemukan sosok wanita yang saya cari. Uh lucu sekali dia, memakai kaus oblong hitam dengan hot pants yang begitu menggoda iman.

"El?." Panggilnya.

"Hai." Saya menyapa.

Dia tetap berdiri diam.

"Heh Alle, duduk sini. Jangan berdiri aja. Tambah tinggi juga enggak."

Bundanya mengingatkan. Saya tersenyum geli melihat tingkah ibu dan anak itu.

Mou duduk di sebrang saya. Ahh lucu sekali sih dia. Kenapa saya jadi gemas

Bundanya pamit kedapur, sebelum itu menanyakan saya ingin minum apa. Tapi lagi-lagi saya dibuat tertawa. Memang humoris sekali Bundanya ini. Sedikit lama kita terdiam. Namun akhirnya saya mengutarakan maksud kedatangan saya. Mengajak Mou untuk makan malam.

Belum ada jawaban dari Mou, namun Bundanya datang dan seakan menyetujui rencana saya. Saya melihat Mou mendelik tak suka. Bundanya duduk disamping saya. Menanyakan identitas saya. Namun satu yang buat saya tercengan. Bundanya bilang jika Mou tidak pernah pergi dengan laki-laki.

Apa ada laki-laki yang menolaknya? Mana mungkin. Alle begitu menawan dari dulu. Bahkan sampai sekarang. Akhirnya dengan muka yang ditekuk. Alle pergi untuk mengganti bajunya. Saya dihadapkan dengan forum tanya jawab yang di buka oleh sang Bunda.

Mou turun dari lantai dua, saya lagi-lagi dibuat terpana dengan apa yang melekat ditubuhnya. Melihatnya saja sudah membuat sisi jantan saya terpanggil. Dia sangat indah dengan balutan dress lima senti diatas lutut. Dengan motif bunga daisy berwarna putih dan biru laut.

"Duh cantiknya anak Bunda." Bundanya berucap. Benar sekali, kita satu pemikiran tan.

"Kalau begitu, saya izin pergi dengan Alle dulu ya tante."

"Iyaa hati-hati ya. Gak usah di bawa pulang juga gapapa kok." Canda Bundanya.

"Bunda ish! Apasih." Mou merona.

Saya membukakan pintu disamping kemudi untuk Mou. Setelah itu saya menyusul masuk dibalik kemudi. Menjalankan mobil Range Rover, dan melaju membelah jalanan.

"Mou." Panggil saya memecahkan keheningan.

"Bisa jangan panggil aku Mou?."

"Kenapa?." Jujur saya sedikit kaget dia tidak mau dipanggil Mou lagi. Bukannya dulu dia suka ya?

"Aku bukan gadis gemuk lagi."

Ah karena itu.

Kalau boleh jujur, saya tidak bermaksud menghina dia dulu. Dengan panggilan seperti itu, itukan panggilan sayang saya untuk dia. Lagi-lagi salah paham.

"Tapi saya suka."

"Tapi aku udah gak gemuk El!." Marahnya.

"Mau gemuk atau enggak, kamu tetap sama kok."

"Maksud kamu, aku gak ada perubahan gitu?."

Ayo loh.. Salah ngomong.

"Enggak, bukan begitu. Maksud saya tetap cantik juga."

Mou hanya terdiam. Saya tidak berani berbicara lagi, takut membuat dia semakin tidak nyaman. Ternyata mukanya kalo cemberut lucu juga.

Saya membelokan mobil ke salah satu restoran ayam geprek namanya Geprek Benjol. Geprek Benjol ini salah satu ayam geprek terkenal di daerah kami. Mou nampak mendelik sebal. Eh apakah saya salah bawa dia ke Geprek Benjol?.

Maaf ya Mou, tapi saya lagi kepengen cobain yang level dua puluh lima. Lihat-lihat review-an yutuber kemarin sama Nicole. Tenang yutubernya bukan yang boneka-boneka itu. Kasihan Nicole kalo disajikan tayangan nya. Saya jadi tergiur untuk mencoba si Geprek Benjol ini.

"Makan disini?." Tanyanya sambil membuka seatbelt.

Nah bener kan, nadanya aja gak suka gini.

"Iyaa.. Gak masalah kan? Saya kepengen cobain ayam geprek level paling pedasnya."

Mou hanya mengangguk lalu turun dari mobil.

Semoga saya gak di katain cowok miskin dan gak modal.


Tbc

Salam Geprek Benjol

My Lovely MouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang