(7) Allecia Mourine

451 18 4
                                    

Aku tidak bisa bohong, aku benar-benar senang El bersikap baik padaku. Dan, soal gombalannya juga. Siapa sih perempuan yang tidak senang digombali seperti itu? Apalagi, yang ngegombalin cowok yang kita suka. Serasa terbang ke langit ke-lima belas. Bukan langit ke-tujuh lagi. Udah bosen, kurang tinggi.

Ngomong-ngomong soal cincin, aku hanya bercanda ya sahabat. Tapi tetap serius matre sedikit. Dan juga, ada dorongan apa tadi. Aku menanyakan pada El masalah nomor HP. Itu bukan aku banget, tapi kalo sama El gak apa-apa. Patut di contoh jiwa jablay ini. Kalian harus contoh aku pokoknya. HP sengaja aku matikan, aku hanya malu jika dia menghubungiku. Eh? Bener dihubungin gak ya?.

Sudahlah, membayangkan El hanya membuat jiwa jablayku meraung-raung minta dibelai. Ayo Alle tidur. Besok harus kerja, kedai pasti banyak pembeli.

....

"Allee!!"

Duk duk duk..

"Alle! Bangun! Udah jam delapan nih! Gak ke kedai?." Suara Bunda menggelegar.

Yaampun Bun.. Masih subuh ini. Ngapain sih ngetok-ngetok.

"Bentaarrr!! Merem lima menit lagi." Balasku teriak.

"Heh! Enggak-enggak.. Cepet bangun. Kamu mah bilangnya lima menit tau-taunya lima hari."

Mati suri apa kali itu? Aneh aja.

"Iyaa ini udah melek."

"Boong yaa? Bunda ga percaya, pasti masih tengkurep, celentang, nungging, tengkurep."

Lah tau aja? Bunda Roy Kiyowo ya?

"Iya-iya ini bangun. Bawel banget."

"Cepet mandi!."

Kalo Ibunda Ratu sudah berucap. Tak ada bantahan sobat.

Aku berjalan, sambil merem. Belum sepenuhnya melek. Tau gak? Kriyep-kriyep bahasa Inggrisnya. Mandi kilat karena waktu mepet. Kasihan pekerjaku jika harus menunggu lama diluar kedai. Pakai baju kilat, dandan ala kadarnya. Aku melangkah keluar kamar lalu turun menghadap Bunda. Jika tanya Ayah, sudah pasti Ayah berangkat kerja pagi-pagi.

"Bunda dimanaa!?." Tanyaku saat tidak mendapatkan Bunda di ruang makan.

"Dapur Alle!." Aku menghampiri Bunda lalu mencium pipinya.

"Kok masih masak bun? Tumben." Tanyaku melihat Bunda yang masih sibuk menumis sayur kangkung.

"Iya, tadi Ayah makannya nambah mulu. Kamu gak kebagian lauk kangkung jadinya. Bunda masak lagi deh ini."

Oooo seperti itu.

"Aku jalan dulu ya Bun."

"Lah gimana si! Ini Bunda udah ngoseng kangkung. Sarapan dulu Alle!."

"Yah Bun.. Telat nanti."

Aku melihat Bunda menggerutu kesal. Ya maaf ya Bun. Telat nanti kalo makan dulu.

"Dah ya Bun... Pulang kerja aja baru Alle makan kangkungnya.  Dadaaahh muachhhh." Pamitku lalu segera berlari menuju garasi.

"PUNYA ANAK SATU KURANG AJARNYA AMIT-AMIT!."

Maaf ya Ibunda Ratu. Pulang nanti Alle makan yang banyak kok.

......

"Eh yaampun. Maafin saya ya, kalian jadi pada nunggu diluar gini."

Benar saja. Para pekerjaku sudah menunggu diluar kedai. Lemes-lemes banget mukanya padaan. Aku membukakan pintu kedai. Masih ingat kan suaranya seperti apa? Iyaaa krincingg!! Pintar!.

My Lovely MouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang