(1) Allecia Mourine

1.4K 25 0
                                    

"Bunda! Alle berangkat ke kedai dulu yaa!."

Hari ini adalah hari senin, biasanya orang-orang akan malas bekerja. Tapi tidak dengan aku, aku akan sangat bersemangat karena kedai akan ramai pada hari senin. Banyak anak-anak yang akan mampir ke kedaiku, seusai mereka mengikuti pelajaran olahraga didekat taman. Bisa dibilang, bolos sekaligus curi kesempatan. Tapi menguntungkan untukku.

"Iyaa! Jangan lupa pulang bawa pacar!." Bunda teriak dari dalam dapur.

"Iya nanti bawa pulang mang ujang ya!."

Mang ujang adalah tukang kebun rumahku, jika kalian bingung siapa dia.

Aku memasuki mobil yang kubeli tahun kemarin, dengan uang hasil jerih payahku di kedai ice cream. Ya lumayan lah. Walau hanya sedan kecil-kecilan. Dan masih dicicil juga. Setidaknya, aku tidak memberatkan ayah yang sebenarnya punya harta yang melimpah seperti bulu kakinya.

Kata omahku, jika banyak bulu kaki. Maka banyak berkat. Terbukti sih, itu Ayah banyak banget bulu kakinya. Beruntung gak di waxing, kalau sampai iya. Bisa-bisa kami sekeluarga bangkrut. Ini kenapa jadi ngomongin bulu kakinya ayah dah?.

Oke back to the topic

Aku mengendarai sedan kesayanganku dengan kecepatan rata-rata. Tidak mau tergesa karena takut menabrak atau ditabrak. Yang akhirnya akan membahayakan tabunganku karena harus berobat ke ketok magic.

Aku adalah orang pertama yang membuka pintu kedai. Aku belum bisa mempercayai para pekerjaku untuk memegang kunci kedai. Entahlah, lebih baik membuka dan menutupnya sendiri. Mungkin nanti kalau sudah punya kedai yang banyak. Aku tak akan turun tangan sendiri.

Tuas pintu ku putar lalu kudorong. Menciptakan bunyi krincing akibat gesekan pada tiang atas pintu dengan bel. Ciri khas kedaiku memang seperti itu. Mau pintu kebuka atau ketutup, bunyinya harus krincing. Ingat ya! Krincing!. Kalau bukan krincing, berarti bukan kedaiku.

"Selamat pagi Bu Leci." Sapa salah satu karyawatiku, Lewi.

Jika di Kedai, karyawan dan karyawatiku akan memanggilku dengan Leci. Itu juga mereka yang buat panggilannya. Katanya sih Lucu, kayak buah leci. Tapi sebenarnya, aku sedikit tersinggung sih. Buah leci kan bentuknya agak bulat seperti bokong. Tapi yasudahlah abaikan saja. Anggap saja sebutan sayang.

"Hai! Pagi juga Wi." balasku sambil menuju ke arah kasir.

"Oh iya Wi, nanti kalau Beno sudah datang. Suruh cek pasokan susu di gudang pendingin ya. Kayaknya kemarin ada yang kurang deh, takutnya dari pemasoknya yang salah."

"Iya bu, nanti Lewi kasih tau bang Ben."

Aku menaruh uang modal untuk hari ini. Lalu menuju dapur, tempat dimana manisan favoriteku dibuat. Karyawan yang biasa membuat si ice cream-ice creamku datang menghampiri.

"Selamat pagi Ibu Leci yang cantik."

"Pagi juga Tom! Hari ini buat sepuluh variant yaa. Toppingnya juga seperti yang kemarin kita bicarakan di rapat. Biar kedainya makin memikat daya tarik pembeli."

"Siap Bu!."

"Buat dari sekarang aja ya, sambil tunggu yang lainnya dateng."

Aku memang memberi dispensasi telat hanya lima belas menit dari jam masuk. Jika biasanya aku sampai di kedai pukul sembilan pagi, maka para karyawanku harus tiba pada pukul sembilan lewat lima belas. Aku meninggalkan dapur menuju ruangan ku yang berada di lantai dua.

Kedaiku memiliki dua lantai, namun lantai dua khusus untukku saja. Dan juga ruangan rapat sih. Ada kamar juga disana, jika ada banyak pesanan, maka aku akan lembur dan berujung menginap di kedai. Maka dari itu, Ayah menyuntikan dana untuk aku membangun kamar di kedaiku yang berada di lantai dua.

Kedai akan dibuka pada jam sebelas siang. Mendekati jam-jam istirahat, karena kedaiku posisinya strategis. Dekat dengan taman bermain, sekolahan, kampus, juga beberapa kantor. Kedaiku memiliki Wifi gratis, otomatis anak-anak sekolah akan memilih kedaiku untuk sekedar bersantai atau mengerjakan tugas sekolah.

Berhubung aku ini orang yang sangat baik, jadi Wifi tidak aku passwordkan. Namun jika pemakaian melebihi batas, akan aku putuskan. Hahahaha. Pasti mereka akan celingak-celinguk saat wifi tiba-tiba eror. Siapa yang seperti itu? Ck ck ck.. Dasar gratisan!.

Aku turun ke lantai bawah. Mengecek kondisi karyawan dan karyawatiku. Beruntung, mereka ini orang-orang yang bisa di ajak kerja sama dengan baik. Walau dulu gaji mereka hanya pas-pasan. Tapi mereka tetap bertahan untuk bekerja denganku. Makannya, setiap enam bulan sekali. Aku selalu mengajak mereka untuk berlibur bersama. Bisa dibilang family gathering.

Oh iya, aku belum memberi tahu kalian nama kedaiku ya?. Kedaiku bernama 'MoIceCream'. Jika kalian tanya MO itu artinya apa, itu dari namaku. Mourine.

"Bu Leci." Beno mendekatiku.

"Kenapa Ben?." Beno menyerahkan papan jalan yang diatasnya telah dijepit beberapa lembar tabel pasokan susu.

"Ini dari pemasoknya bu yang salah itung. Seharunya ada seratus liter susu murni. Tapi pas Beno cek, cuma ada sembilan puluh lima liter. Yang artinya cuma ada sembilan puluh lima tabung."

Aku mengangguk tanda mengerti.

"Yasudah, nanti biar saya yang telpon ke pemasoknya. Berati kurang lima liter ya Ben?."

"Iya bu, kurang segitu."

"Yasudah, kamu kembali bekerja lagi."
Beno meninggalkanku menuju arah dapur.

Krincing!!

Aku berbalik saat mendengar pintu kedai terbuka. Dan seketika tubuhku terasa tak bertulang. Laki-laki itu, laki-laki yang dulu aku cintai dan aku benci sekaligus. Tapi tunggu! Dia menggandeng gadis kecil. Apa itu anaknya? Wajar saja Alle, dia itu sudah menjadi pria dewasa! Wajar saja bila dia sudah berkeluarga. Jangan bodoh Alle, ayo pergi sekarang dari situ.

Aku hendak berjalan menuju tangga kelantai dua. Namun satu suara menghentikanku dan lagi-lagi membuat tubuhku tak bertulang. Bagaikan bandeng presto yang sering Bunda bawa sehabis pulang berlibur.

"Mou? Kamu Mou kan?.

Tbc

Ikan bawal ikan lele
Lop yu😘

My Lovely MouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang